Prostitusi kerap kali menjadi hal yang pro dan kontra untuk dibicarakan. Namun terlepas dari segala macam kontroversi yang ada, prostitusi sudah memiliki sejarah yang sangat tua, bahkan sudah ada sejak ribuan tahun lalu.
Di Indonesia sendiri, praktik prostitusi telah ada dalam catatan Dinasti Tang Ch’iu-T’ang shu dan Hsin T’ang shu sekitar 640 M. Mereka yang berhubungan seks dengan pelacur ini akan menderita luka bernanah dan mati sesudahnya. Ini merupakan bukti prostitusi dan hubungannya dengan penyakit menular seksual di Jawa Kuno.
Pada masa kerajaan Jawa ikut melakukan praktik prostisusi sebagai hak istimewa keluarga raja. Dalam tradisi kerajaan, perempuan yang merupakan putri bangsawan sengaja untuk dinikahi oleh raja menjadi selir. Para selir diserahkan kepada raja oleh orang tuanya sebagai tanda kesetiaan mereka.
Di masa kolonial Belanda juga terjadi praktik tersebut. Praktik pergundikan sengaja dibuat untuk orang-orang Belanda, khususnya tentara Belanda. Selain itu, banyak orang Indonesia yang rela menjual anak perempuannya kepada orang Belanda untuk memperoleh imbalan uang.
Selain itu, pada masa pendudukan Jepang, industri seks terus berkembang. Banyak wanita yang tertipu atau dipaksa masuk ke rumah bordil. PSK di masa pendudukan Jepang ada dengan tujuan memuaskan nafsu seks para tentara Jepang. Bedanya, pada masa pendudukan Jepang didirikan “Rumah Bordil” (rumah khusus para PSK).
Perempuan-perempuan ini bisa masuk karena keinginan mereka sendiri atau karena ditipu dan dipaksa masuk ke rumah bordil. Sementara itu, jumlah PSK di Indonesia menurut Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial ada sebanyak 19.276 Pekerja Seks Komersial (PSK) yang tersebar di 143 lokasi di Indonesia. (Oktober, 2016).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H