Which company has the best company culture? Kebanyakan menjawab bahwa Google punya budaya perusahaan terbaik. Saat ditanya alasan memilih Google, kebanyakan orang menyebut makanan hingga Starbucks gratis, kantor dengan desain yang keren, serta kesempatan mengerjakan proyek pribadi sebagai tiga faktor yang mendasari jawaban mereka.
Padahal, perks atau keuntungan seperti yang disebutkan di atas hanyalah bonus-bonus ekstra yang diberikan perusahaan. Lebih dari itu, ada faktor lebih besar yang membuat karyawan benar-benar betah dan mau bekerja keras untuk perusahaan. Menurut Bob Patton, America’s Vice Chair of Advisory Services di Ernst & Young, faktor tersebut adalah connection.
Dalam suatu artikel yang ditulis Patton di profil LinkedIn-nya, ia menyatakan bahwa ia melihat perusahaan-perusahaan tersukses di dunia selalu membangun hubungan yang dalam dengan karyawan mereka. Sebuah perusahaan bisa saja menempelkan banyak kutipan-kutipan inspiratif di dinding kantor, atau menyusun visi yang menjanjikan. Namun, semua hal tersebut tidak berarti jika perusahaan tidak secara tulus berkomitmen menciptakan budaya yang menginspirasi, peduli, dan inklusif.
What motivates you?
Perusahaan yang secara tulus membangun hubungan dengan karyawan dan berkomitmen untuk menginspirasi karyawannya akan menanyakan pertanyaan di atas kepada karyawannya. Jika perusahaan memang ingin membangun hubungan yang mendalam dengan karyawan, tentu pertama-pertama mereka harus tahu hal apa yang paling memotivasi karyawan tersebut. Karyawan yang termotivasi akan menjadi lebih bahagia, lebih terlibat, dan lebih produktif.
Do you feel cared for?
Contoh nyata dari budaya perusahaan yang baik, adalah jika karyawan memiliki pola pikir untuk saling membantu orang lain yang mengalami kesulitan. Dalam artikelnya, Patton memberi contoh satu kejadian, saat ia mengalami cedera dan tidak dapat menghadiri suatu rapat. Saat ia menghubungi rekan kerjanya akan hal ini, rekan kerja tersebut langsung dengan sigap menggantikannya dalam rapat tersebut, sekaligus merekomendasikan seorang dokter yang dapat Patton temui untuk mengobati cederanya.
Contoh interaksi antar karyawan seperti ini yang menunjukkan bahwa perusahaan telah berhasil menanamkan rasa kepedulian di antara karyawannya.
Do you feel respected?
Kalau kamu sering melihat perusahaan yang menggembar-gemborkan program diversity dan sejenisnya, janganlah langsung percaya bahwa perusahaan tersebut menjunjung tinggi inklusivitas. Keanekaragaman karyawan dari segi gender, ras, agama, atau pun latar belakang di suatu perusahaan tidak menjamin bahwa di dalam perusahaan tersebut, karyawannya menghargai satu sama lain. Jika kamu ingin menilai apakah budaya saling menghargai dijunjung tinggi di suatu perusahaan, lihatlah apakah perusahaan tersebut lebih mendukung teamwork dan kolaborasi daripada kompetisi.
Jadi, mulai sekarang, ingat untuk tidak menilai budaya perusahaan dari luarnya saja, ya!
Â
Artikel ini sebelumnya dipublikasikan diBukapintu.co, situs karir untuk generasi millennials Indonesia