Mohon tunggu...
Raisa Hermawan
Raisa Hermawan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Najwa Shihab: Kartini dalam Layar Kaca

18 September 2023   11:41 Diperbarui: 18 September 2023   11:54 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Najwa Shihab adalah seorang jurnalis perempuan ternama Indonesia. Mengawali karirnya sebagai seorang reporter di sebuah stasiun televisi swasta kemudian namanya meroket ketika dirinya membawakan program talkshow Mata Najwa. Kini, tak jarang kita dapati para perempuan muda Indonesia yang mengidolakan nya atas bagaimana Najwa Shihab bepikir dan bernarasi.

 Melalui pernikahan Quraish Shihab dan Fatmawaty, dikarunialah Najwa sebagai anak kedua dari lima bersaudara di Makassar, 16 September 1977. Dapat dikatakan bahwa keluarga najwa bukanlah keluarga biasa. Sang Ayah, Quraish Shihab, pernah menjabat sebagai menteri Agama pada masa pemerintahan presiden Habibie atau pada kabinet Pembangunan VII. Lahir di keluarga yang menjunjung tinggi pendidikan dan agama, Najwa menempuh pendidikan di sekolah Islam mulai dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah pertama, barulah saat menempuh Sekolah Menengah Atas, najwa memilih sekolah negeri sebagai pilihan nya di SMA 6 Jakarta.

 Sebagai Siswa, Najwa merupakan murid yang cemerlang. Dibuktikan dengan ikutnya Najwa dalam program American Field Service (AFS) yang merupakan program pertukaran pelajar selama satu tahun di Amerika. Ketika masa seleksi masuk PTN dimulai, Najwa yang punya banyak prestasi gemilang di SMA mengikuti jalur Penelusuran Minat dan Bakat (PMDK) hingga diterima oleh Universitas Indonesia prodi Hukum.

 Pada tahun 2000, Najwa Shihab secara resmi menyandang gelar sarjana hukum. Namun tak sesuai demgan gelar nya, Najwa malah memilih dunia jurnalistik sebagai pilihan karier nya. Itu semua berawal dari masa magang najwa di RCTI divisi berita yang membuat nya jatuh hati dalam dunia pemberitaan. Satu tahun setelah lulus, Najwa mengawali karier nya dengan menjadi reporter di Metro TV sebagai reporter lapangan.

 Salah satu pengalaman paling mengesankan saat menjadi reporter lapangan adalah kala meliput gempa Aceh 2004.Aceh dan Nias dilanda gempa dahsyat pada hari Minggu, 26 Desember 2004.  Saat itu, Najwa yang menjadi asisten produser di Today's Dialogue akan membawakan berita tentang peristiwa tersebut. Namun, ia berpikir akan lebih berkesan jika ada yang pergi ke lapangan.

Tanpa pikir panjang, Najwa mengontak teman-temannya untuk mencari tahu pesawat yang bisa ditumpangi karena pada saat itu penerbangan komersial sedang dihentikan. Dari informasi yang didapat, ia mengetahui bahwa Jusuf Kalla, Wakil Presiden saat itu, akan berangkat ke Aceh pada Senin pagi, 27 Desember. Ia pun menelepon sekretaris Jusuf Kalla agar Tim Metro TV bisa ikut rombongan. Rencana itu pun berhasilz Najwa bersama juru kamera ikut dalam penerbangan pesawat Jusuf Kalla. Sampai saat itu, mereka menyangka hanya akan menghadapi dampak gempa biasa.

Keanehan baru terasa saat pesawat tidak mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh. Mereka diarahkan ke sebuah lapangan terbang militer. Saat mendarat, Jusuf Kalla tidak dijemput dengan sedan mewah, melainkan oleh sebuah truk tua.

Dalam perjalanan menuju pusat kota, ia akhirnya melihat betapa hancurnya Banda Aceh. Lapangan Blang Padang, alun-alun Banda Aceh, sudah seperti pasar yang becek, jorok, dan bau. Bukan oleh tumpukan sampah, melainkan timbunan mayat manusia.
"Melihat ke atas, saya melihat ada jenazah tersangkut di pohon," kata Najwa seperti dikutip dari buku Jurnalis Berkisah.
Pada hari pertama bertugas, Najwa melaporkan kondisi Aceh yang hancur melalui sambungan telepon. Ini lantaran semua infrastruktur hancur, termasuk telekomunikasi. Laporan langsung lewat satelit baru bisa dilakukannya pada hari kedua. Selama di Aceh, Najwa menyaksikan masyarakat yang bingung harus kemana mengadu. Untuk sesaat, para jurnalis itu menjadi semacam alternatif.
Tak jarang para warga meminta bantuan kepada Najwa maupun tim jurnalisnya.Kurang lebih lima hari Najwa di sana, tetapi belum ada posko keselamatan. Tanpa ragu, ia membuat laporan Najwa untuk menyentil kinerja sang paman, Alwi Shihab, yang saat itu menjabat sebagai Menko Kesra. Selain keras, juga emosianal. Dalam sebuah kesempatan, Najwa menangis saat melaporkan situasi.

 Akhirnya, seminggu setelah bencana, Alwi akhirnya berangkat ke Aceh dan berkantor di sana untuk beberapa lama.
Liputan Najwa selama lima hari itu mendapatkan apresiasi dari sejumlah pihak. Pada 2 Februari 2005, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya memberi penghargaan PWI Jaya Award. Menurut Sekretaris PWI Jaya Akhmad Kusaeni, liputan Najwa telah membuat Indonesia menangis.

Lalu, pada Hari Pers Nasional (HPN) 2005, Najwa meraih penghargaan HPN Award. PWI pusat menilai, perempuan kelahiran 16 September 1977 ini adalah wartawan pertama yang memberi informasi tragedi tsunami secara intensif

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun