"The greatest emergency has become the absence of emergency." Santiago Zabala.
Dalam buku-buku dan artikel yang ditulis oleh Santiago Zabala yang bersifat mengajak pembacanya untuk melangsungkan "kebebasan berpolitik" pada abad ke dua puluh satu ini. Dalam salah satu buku terbitannya yang terkenal, "Why Only Art Can Save Us" Zabala mengatakan bahwa, keadaan darurat yang tidak dapat diabaikan jika kita peduli dengan keselamatan sosial, perkotaan, lingkungan, dan sejarah. Ide yang Ia bahas dalam buku tersebut adalah bagaimana seni dapat memberikan pengaruh yang kognitif terhadap makhluk hidup, yang lebih ditekankan kepada pendekatan subjektif terhadap seni dan estetika.
Latar Belakang Santiago Zabala
Santiago Zabala merupakan seorang filsuf Eropa yang lahir pada tahun 1975. Selama hidupnya, Zabala dibesarkan di Wina, Jenewa dan Roma, hingga pada akhirnya Ia memutuskan untuk mempelajari tentang ilmu filsafat di University of Turin dan Pontifical Lateran University of Rome pada tahun 2006. Di tahun berikutnya, Zabala mendapatkan penghargaannya dalam Humboldt Research Fellowship yang diadakan oleh University of Potsdam selama dua tahun berturut-turut.
Pada tahun 2010, Zabala ditunjuk sebagai ICREA Research Professor di University of Barcelona. Keuletannya dalam bidang filsafat dan sebagai ICREA Research Professor, akhirnya menjadikannya sebagai professor ahli ilmu filsafat di Pompeu Fabra University di Barcelona pada tahun 2015. Sampai saat ini, Zabala masih menjalankan profesinya sebagai professor ahli ilmu filsafat di Pompeu Fabra University dan Ia juga mendirikan UPF Center for Vattimo's Archives and Philosophy yang terdapat di bawah naungan University Pompeu Fabra di Barcelona.
Santiago Zabala's Philosophy
Kecintaannya dan keuletannya dalam bidang ilmu filsafat, menjadikannya sebagai filsuf terkenal dengan pemikiran-pemikirannya yang dapat membuat masyarakat tergerak. Ia diyakini memiliki ketertarikan terhadap pemikiran-pemikiran tentang politik, keagamaan dan juga estetika. Ketertarikannya ini menjadikan Zabala akhirnya menerbitkan salah satu bukunya yang popular dikalangan masyarakat yang berjudul, Why Only Art Can Save Us. Buku terbitan tahun 2017 tersebut berisi tentang refleksi kehidupan filosofis, politis dan eksistensial atas daya tarik dan kualitas estetika seni pada abad 21.
Terinspirasi dari salah satu filsuf terkenal, Martin Heidegger, Zabala mengungkapkan salah satu kalimat provokatifnya dalam buku terbitannya tersebut, bahwa pada jaman ini, dunia kita telah dirusak oleh ketidakmampuan manusia dalam mengenali ketiadaan akan adanya sebuah "keberadaan". Pernyataan tersebut merupakan inti dari pendekatan interdisipliner Zabala, yang digunakan sebagai salah satu cara untuk memecahkan masalah dengan tinjauan dari beberapa sudut pandang.
Dalam pendekatan ini, Zabala menggunakan seni sebagai suatu hal yang menyebabkan terjadinya perubahan. Dalam penyampaian pernyataannya dalam buku terbitan ini, Zabala mengeksplorasi hubungan antara era kapitalisme global yang terabaikan di era ini dengan proklamasi kebenaran yang unik dan absolut.
Teorinya tentang estetika darurat menunjuk ada karya seniman kontemporer yang dalam seninya, Ia membahas tentang masalah lingkungan, perubahan iklim, genosida, sejarah yang dilupakan, kehancuran finansial, dan krisis teknologi, serta kurangnya "keadaan darurat" dalam seni. Zabala memberikan pendapatnya terhadap seniman tersebut bahwa para seniman ini menggunakan konsep, imajinasi dan perpaduan politik untuk menciptakan suatu pengalaman oleh seorang individu.
Patung Wang Zhiyuan, Thrown to the Wind, 2010, merupakan salah satu karya seni yang mendorong kita kedalam keadaan darurat. Karya seni ini terdiri dari kerangka logam yang berbentuk tornado, kemudian ditutupi oleh wadah dan botol plastik. Karya seni tersebut menggambarkan masyarakat kapitalis di Beijing. Selain intensitas estetika, karya seni ini juga memunculkan keadaan darurat dibalik penimbunan plastik yang tidak akan pernah terurai. Zabala menuliskan dalam bukunya ini bahwa, Zhiyuan menciptakan karya seni ini dengan tujuan agar kita sebagai makhluk hidup sadar akan fakta bahwa penggunaan plastik dalam jumlah besar dan juga konsekuensinya terhadap dunia ini.
Why Only Art Can Save Us terbitan Santiago Zabala ini bertujuan pada klaim eksistensial seni. Bagi Zabala sendri, focus utama dalam seni kontemporer seharusnya adalah interpretasi konseptual tentang penyebab perjuangan dan kurangnya "keadaan darurat" seiring dengan hilangnya suatu keberadaan. Meskipun sebenarnya cara ini terlalu dini untuk dilakukan dalam seni kontemporer, namun Zabala yakin, dengan adanya cara ini, dapat membantu memperluas ruang lingkup kita dalam menghadapi masalah dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H