September 3, 2016. On the last battle, you could not fight, on the day you left, you were not the only one who died, Mom...
---------------------------------------------------------------------
Adakah yang lebih binasa dari pagi, kemarin?
Atau adakah rintik yang lebih deras dari hujan, luka yang lebih pedih dari kehilangan, rindu yang lebih indah dari pelukan, kehangatan yang lebih nyaman dari senyuman, cinta yang jauh melampaui kata-kata, dan segala rasa yang meremukkan jantungmu, atas segala yang ada, kemarin?
Mentari dan hari yang berganti, tak pernah sanggup menjawab, sampai kapan kau tampung jelaga itu di kelopak matamu. Kau terlalu banyak bertanya, tentang siapa yang mampu memaknai suka dan menelan duka tanpa kecuali? Agar kau bisa tertawa, mencapai bianglala, lalu menorehkan kisahmu sendiri.
Batinmu meronta sekuat tenaga, menjaga mimpi untuk bersamanya satu hari lagi. Kau hanya bisa pasrah kala terbangun diantara dinding dinding isak yang mengoyakmu tak kenal kasihan. Kau masih selalu banyak bertanya, tidakkahdalam tidurmu, kau dengar ada yang selalu menyeru namamu.Â
Baru kali ini kau sadari, betapa berartinya kemarin. Betapa rongga dadamu pernuh dengan rindu
Pemilik rahim itu pergi, membawa semua yang kau miliki, kecuali do'a.Â
Hiduplah kau dalam cahaya-Nya, Bunda.
Medio: Jakarta, 4 September 2016
Revisi: Jakarta, 5 Maret 2017Â
--------------------------------------------------------------------
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H