Ada seseorang yang mengintip seorang pria dewasa bernama Wijaya dan seekor anjing lewat sela-sela gerbang sore itu. Seorang anak setinggi 135 cm dengan rambut diikat. Seketika anjing tersebut mencium aroma manusia lain setelah dia melempar bola, lalu menghampirinya dan menggonggong padanya. Manusia lain yang dimaksud adalah anak perempuan tersebut. Melihat itu, Wijaya tersenyum dan ikut menghampirinya.
"Kamu mau ikut main juga, Afisah?" Wijaya membuka pagar sambil menunjuk bola yang barusan dia tangkap dari lemparan anjingnya.
Perempuan itu mengangguk pelan. "Iya, om. Saya mau ikut main." Dia masuk dengan polosnya, menatap anjing itu yang masih menggonggong padanya tanpa rasa takut bahwa dia akan digigit oleh anjing itu atau semacamnya. Biasanya ketika ada orang yang bertamu ke rumah Wijaya, pasti ada aja yang ketakutan melihat anjing tersebut, lalu menghindarinya sejauh mungkin. Tapi Afisah berbeda.
"Hai, barker." Afisah tertawa melihat tingkah anjing itu yang terus menerus menggonggong, lalu mencium-cium tangan Afisah, mengajak kenalan.
Wijaya kenal dengan anak itu. Dia tinggal bersama paman beserta dua sepupunya di depan rumahnya. Anak yatim piatu itu masih terlalu polos untuk merasa kehilangan orang tuanya.
"Eh, barker?" Wijaya mengernyitkan dahi.
"Iya, om." Afisah berjongkok dan mengelus-elus bulu anjing tersebut yang dengan pedenya menjulurkan lidah sambil menggoyang-goyangkan ekor. "Paman aku pernah cerita saat dia masih kecil, dia pelihara anjing juga kayak om. Nah, dia sering memanggil anjingnya dengan sebutan barker tiap anjingnya terus-menerus menggonggong, karena katanya arti dari barker adalah penggonggong."
"Ooooh." Wijaya mengangguk.
Afisah menatap kalung nama yang dikenakan anjing tersebut.
"Wah, nama kamu Hiro, ya," ucap Afisah sambil memegang kalung tersebut.
Sebagai balasan, Hiro menggonggong di depan wajah Afisah.