Mohon tunggu...
Raihan Muhammad
Raihan Muhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia biasa yang senantiasa menjadi pemulung ilmu dan pengepul pengetahuan.

Manusia biasa yang senantiasa menjadi pemulung ilmu dan pengepul pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Indonesia dalam Cengkeraman Plutokrasi

20 Juli 2023   08:20 Diperbarui: 20 Juli 2023   08:21 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang-orang dikuasai cukong. Foto: ArtemisDiana/Shutterstock 

"Ketika plutokrasi disamarkan sebagai demokrasi, sistemnya sangat korup." ---Suzy Kassem 

Plutokrasi kadang-kadang pun disamarkan sebagai demokrasi. Dalam situasi seperti ini, lembaga-lembaga demokratis dan proses politik formal tetap ada, tetapi dominasi dan pengaruh pemodal kaya secara tidak proporsional mempengaruhi dan mengendalikan sistem politik. Dalam kasus ini, walaupun ada kebebasan berpendapat dan pemilihan umum, kekayaan dan kekuasaan yang terkonsentrasi pada segelintir individu atau kelompok ekonomi memungkinkan mereka untuk memanipulasi proses politik dan kebijakan sesuai dengan kepentingan dan tujuan mereka. 

Dengan cara ini, plutokrasi bisa "disamarkan" sebagai demokrasi, meskipun substansi dan distribusi kekuasaannya tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang sejati, seperti partisipasi publik yang merata dan keadilan politik. Mirisnya, demokrasi yang menitikberatkan pada kepentingan rakyat harus direnggut paksa oleh kepentingan segelintir pemilik modal demi memuluskan ambisinya. Bayang-bayang plutokrasi terus membayangi dinamika politik Indonesia.

Ilustrasi cukong menguasai seseorang. Foto: rudall30/Shutterstock 
Ilustrasi cukong menguasai seseorang. Foto: rudall30/Shutterstock 
Penyematan budaya politik plutokrasi agaknya tidak berlebihan jika diberikan pada dunia politik Indonesia saat ini, sudah menjadi rahasia umum kalau para pemilik modal juga ikut bermain dalam dinamika politik Indonesia, yang justru memperburuk demokrasi. Adanya bayang-bayang plutokrasi tentu bisa menjadi faktor yang memperburuk korupsi di dalam sistem politik Indonesia. Para pemilik modal bisa memanfaatkan kekayaan mereka untuk memberikan suap atau gratifikasi kepada pejabat publik, sehingga menciptakan ikatan yang memperkuat dominasi mereka dalam politik. 

Para pemilik modal pun memiliki kemampuan untuk membentuk kelompok kepentingan yang mempengaruhi pembuatan kebijakan. Dengan sumber daya finansial, mereka bisa melobi politisi dan pejabat pemerintah untuk mengamankan kebijakan yang menguntungkan bagi mereka, bahkan jika itu tidak sejalan dengan kepentingan masyarakat luas. Selain itu, adanya bayang-bayang plutokrasi juga merenggut kedaulatan rakyat, sehingga membuat banyak orang yang tidak percaya dengan demokrasi. 

Di Indonesia saat ini, terdapat perkembangan demokrasi yang mendasarkan diri pada sistem plutokrasi, yang mana bisa diartikan sebagai demokrasi yang dikuasai oleh para cukong (pemilik modal). Dengan kebrutalan yang memprihatinkan, pemilik modal menggunakan mekanisme khusus untuk mencapai keuntungan, yang pada gilirannya didukung oleh pemerintah melalui kebijakan tertentu. Ironisnya, hibrida antara pemilik modal dan pemerintah berujung pada korupsi yang sangat meluas.

Tentu hal ini melecehkan Indonesia sebagai negeri (yang katanya) menganut demokrasi, budaya politik plutokrasi tentu harus dicegah dan dibasmi. Untuk mencegah dan mengatasi budaya politik plutokrasi, bisa melakukan pelbagai cara: 

  • Transparansi dan akuntabilitas, yakni mendorong transparansi dalam pembiayaan politik, termasuk sumber dana kampanye dan hubungan keuangan antara politisi dan pemodal. Mengharuskan pelaporan keuangan yang akurat dan terbuka dari para calon dan partai politik dapat membantu mengurangi pengaruh uang dalam politik. 
  • Reformasi sistem pemilihan, yakni menerapkan sistem pemilihan yang lebih adil dan inklusif, seperti pemilihan berbasis rakyat atau pemilihan dengan representasi proporsional, dapat membantu mengurangi dominasi pemodal kaya dalam politik. Hal ini dapat memberikan peluang yang lebih besar bagi calon dari berbagai latar belakang untuk bersaing secara adil. 
  • Partisipasi publik yang aktif, yakni mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam politik dapat membantu melawan dominasi plutokrasi. Peningkatan kesadaran politik, pendidikan politik yang inklusif, dan pengembangan mekanisme partisipasi publik yang kuat, seperti forum diskusi atau konsultasi publik, dapat memberikan suara kepada masyarakat luas dan mengimbangi kekuatan pemodal. 
  • Pembatasan konflik kepentingan (conflict of interest), yakni Mengadopsi kebijakan dan peraturan yang ketat untuk menghindari konflik kepentingan antara pejabat publik dan pemodal kaya. Membuat aturan yang tegas tentang penerimaan suap, gratifikasi, dan pengaruh politik yang tidak pantas dapat membantu memastikan integritas dalam proses pengambilan keputusan. 
  • Kesadaran dan pendidikan politik, yakni meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya budaya politik plutokrasi dan pentingnya demokrasi yang inklusif. Pendidikan politik yang mempromosikan nilai-nilai demokrasi, keadilan, partisipasi aktif, dan pengawasan publik dapat membantu menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya membatasi pengaruh cukong dalam politik.

Dengan mengadopsi pendekatan ini, diharapkan masyarakat dan pemangku kepentingan politik bisa bekerja sama untuk mencegah dan menghilangkan budaya politik plutokrasi, dan membangun sistem politik yang lebih inklusif, transparan, dan responsif terhadap kepentingan masyarakat luas. Plutokrasi sejatinya bertentangan dengan demokrasi: demokrasi memusatkan pada kepentingan rakyat, sedangkan plutokrasi hanya memusatkan pada cukong atau kaum kapitalis, sehingga plutokrasi harus dibasmi dari perpolitikan di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun