Misalnya, selama Perang Dingin, Amerika Serikat dan Uni Soviet banyak terlibat dalam perang proksi untuk memengaruhi negara-negara di seluruh dunia sesuai dengan ideologi mereka masing-masing. Pendekatan kekuasaan keras dalam perang proksi melibatkan penggunaan atau ancaman penggunaan kekuatan militer, baik langsung atau melalui dukungan kepada pihak yang berkonflik di negara yang menjadi sasaran. Ini bisa berupa pengiriman senjata, pelatihan militer, atau bahkan intervensi militer langsung.Â
Sementara itu, pendekatan kekuasaan lunak melibatkan penggunaan tekanan ekonomi, pengaruh budaya, dan diplomasi. Ini bisa melibatkan segala sesuatu mulai dari sanksi ekonomi dan tekanan politik, hingga pemberian bantuan pembangunan atau dukungan teknologi informasi. Tujuan dari pendekatan kekuasaan lunak ini adalah untuk memengaruhi atau membentuk opini dan kebijakan di negara sasaran sesuai dengan kepentingan kekuatan utama tersebut.
Penjajahan Gaya Baru yang Mengintai Generasi Nunduk
era digital, perang proksi penjajahan dalam era globalisasi dan era digital merujuk pada bentuk konflik yang mana kekuatan besar menggunakan negara-negara atau kelompok kecil sebagai alat untuk mencapai dominasi dan pengaruh di tengah keterhubungan global dan kemajuan teknologi informasi. Dalam era globalisasi dan era digital, perang proksi menjadi lebih kompleks.Â
Kita memasuki era globalisasi dan
Kekuatan besar bisa memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, komunikasi global, dan interkoneksi ekonomi untuk memengaruhi situasi politik dan keamanan di berbagai negara. Hal ini menjadi ancaman bagi "generasi nunduk", yakni suatu istilah yang berarti generasi terpaku dengan perangkat elektronik. Istilah "nunduk" yang berarti membungkukkan atau menundukkan kepala atau cenderung terpaku pada perangkat elektronik.Â
Hal ini mengacu pada generasi muda yang sangat terikat pada teknologi dan sering kali cenderung menghabiskan waktu yang lama dalam posisi membungkukkan kepala saat menggunakan perangkat elektronik, seperti telepon pintar, tablet, laptop, dan sebagainya. Generasi nunduk menggambarkan fenomena yang mana generasi muda lebih cenderung terlibat dalam aktivitas digital dan terpaku pada perangkat mereka, dengan sedikit perhatian terhadap lingkungan sekitar mereka. Perang proksi ini merupakan salah satu ancaman yang bisa mengintai mereka.
Mereka bisa terkena dampak dari media sosial, platform digital, dan sumber daya teknologi lainnya yang berisikan propaganda, memanipulasi informasi, dan menciptakan ketegangan di dalam suatu negara. Perang proksi dalam era globalisasi dan era digital juga melibatkan upaya untuk memengaruhi opini publik dan memanipulasi proses demokrasi.Â
Sebagai contoh, kekuatan besar bisa menggunakan serangan siber, penyebaran berita palsu (hoaks), dan kampanye daring terkoordinasi untuk memengaruhi hasil pemilihan umum, memanipulasi opini publik, dan mengganggu stabilitas politik di negara yang menjadi target. Selain itu, dalam era digital, perang proksi juga bisa memanfaatkan kekuatan ekonomi dan ketergantungan negara-negara berkembang terhadap bantuan dan investasi dari kekuatan besar.Â
Pihak asing bisa menggunakan bantuan dan investasi sebagai sarana untuk mencapai keuntungan strategis, memengaruhi kebijakan negara target, dan mencapai dominasi ekonomi. Perang proksi penjajahan gaya baru dalam era globalisasi dan era digital menimbulkan tantangan baru yang memerlukan pemahaman yang mendalam tentang dinamika politik, ekonomi, dan teknologi yang memainkan peran dalam konflik tersebut.
Upaya Pencegahan Perang Proksi pada Era Sekarang