Mohon tunggu...
Raihan Muhammad
Raihan Muhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia biasa yang senantiasa menjadi pemulung ilmu dan pengepul pengetahuan.

Manusia biasa yang senantiasa menjadi pemulung ilmu dan pengepul pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Perang Proksi: Penjajahan Gaya Baru yang Mengintai Generasi Nunduk

20 Juli 2023   07:15 Diperbarui: 20 Juli 2023   07:18 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM), ditambah juga dengan kekayaan dan keanekaragaman budaya. Tak heran, banyak negara di dunia yang mengincar kekayaan yang dimiliki Indonesia. Dalam sejarah pun, selama bertahun-tahun, negara asing telah menjajah Indonesia dengan memanfaatkan SDA dan SDM milik Tanah Air kita tercinta. 

Penjajahan yang dilakukan oleh negara asing ketika menjajah Indonesia kala itu masih menggunakan metode perang konvensional, yakni perang antara dua kubu secara fisik (langsung) dengan menggunakan senjata. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, perang yang dilakukan tidak lagi hanya mengandalkan perang konvensional. 

Pada era sekarang, teknologi semakin canggih, perang tidak lagi menggunakan pendekatan konvensional atau militer, melainkan juga nonmiliter, termasuk perang proksi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Dengan perkembangan teknologi, hal ini bisa dimanfaatkan negara-negara di dunia untuk melakukan perang proksi.

Sekilas tentang Perang Proksi

Ilustrasi perang proksi. Foto: Bakhtiar Zein/Shutterstock 
Ilustrasi perang proksi. Foto: Bakhtiar Zein/Shutterstock 
Proxy war alias perang proksi menurut Kamus Collins, diartikan sebagai perang yang mana suatu negara berusaha untuk meningkatkan kekuatan atau pengaruhnya tanpa mengambil bagian dalam tindakan tersebut, seperti dengan memberikan senjata atau keuangan kepada salah satu peserta. Sementara itu, Garret W. Brown dkk. (2018) menyatakan bahwa perang proksi merupakan konflik yang mana pihak ketiga campur tangan secara tidak langsung dalam perang yang sudah ada sebelumnya untuk memengaruhi hasil strategis yang menguntungkan faksi pilihannya. 

Sederhananya, perang proksi merupakan perang yang terjadi ketika dua kekuatan yang berseteru memilih untuk memanfaatkan pihak ketiga sebagai perwakilan mereka dalam konflik, daripada berhadapan langsung satu sama lain. Sebetulnya, perang proksi sudah ada sejak dulu, dan masing dimanfaatkan hingga sekarang, mulai dari Perang Dunia I, Perang Dunia II, Perang Dingin, sampai sekarang. Pada Perang Dunia I, di antaranya ada Perang Saudara di Samoa, kemudian Perang Dunia II di antaranya ada Perang Saudara di Finlandia, lalu Perang Dingin, di antaranya ada Perang Indochina. 

Kemudian, pada era sekarang, yang belakangan ini baru terjadi adalah perang antara Rusia dan Ukraina. Ini juga merupakan salah satu contoh perang proksi, yang mana negara Barat, khususnya Amerika Serikat, oleh para ahli dinilai melakukan perang proksi. Kekuatan utama dari perang proksi sering kali merupakan negara-negara besar atau kekuatan regional yang memiliki kepentingan dalam hasil dari konflik tersebut. Perang proksi biasanya terjadi ketika dua negara atau lebih yang memiliki kekuatan militer signifikan tidak ingin terlibat dalam konflik terbuka, yang bisa berpotensi menjadi perang skala besar.

Seorang ahli Ilmu Hubungan Internasional, Joseph Samuel Nye (1990) menyatakan ada dua metode perang proksi, yakni kekuasaan lunak dan kekuasaan keras. Kekuasaan lunak merujuk pada penggunaan tekanan ekonomi, teknologi informasi, dan donasi dari lembaga donor, suatu hal yang biasanya dialami oleh negara berkembang (seperti Indonesia). Sering kali, negara-negara ini kurang menyadari bahwa penyaluran bantuan dan penggunaan teknologi tertentu bisa menjadi alat tekanan ekonomi yang menuntut pengembalian lebih dari apa yang diterima. 

Ilustrasi kekuasaan keras dan kekuasaan lunak. Foto: Ariya J/Shutterstock 
Ilustrasi kekuasaan keras dan kekuasaan lunak. Foto: Ariya J/Shutterstock 

Sementara itu, pendekatan kekuasaan keras mengacu pada penggunaan tekanan politik dan militer. Ini biasanya melibatkan intervensi politik signifikan terhadap suatu negara, termasuk melibatkan kepemimpinan dari negara berkembang tersebut, dan bisa juga mencakup penggunaan kekuatan militer. Perang proksi mempunyai motif tertentu, dan memakai dua pendekatan kekuasaan lunak dan kekuasaan keras dalam upaya mencapai tujuan. Motif dari perang proksi biasanya berkaitan dengan kepentingan geopolitik, ekonomi, atau strategis dari kekuatan utama yang terlibat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun