Kadang rindu kadang tidak,Â
bayangmu sekilas melintas di dingin malam,Â
dalam sudut pikiranku yang paling gelap.
Menerawang sunyi langit malam,Â
deneb altair vega,Â
seolah memberitahuku akan kehangatan yang akan datang.
Entah berapa lama sudah rasa ini tak beranjak,Â
apakah ini sebuah kutukan,Â
masih belum kupahami apa itu cinta.
Rasa yang menggebu saat dekatmu,
 rasa yang merintih saat melihatmu pergi,
 semua hanya kutahan dalam dalam.
Apakah ini perasaan matahari terhadap rembulan,Â
yang selalu dirindukannya tapi hanya gelap yang terasa saat bersama.
Matahari dan Pluto sejauh itulah jarak kita berdua,Â
hanya aku yang mampu melihat biasmu dari kejauhan, dan kau tak kan pernah melihatku.
Hanya sebuah benda kecil di luar orbitmu, kecil, gelap dan dingin,
tak sebesar Jupiter yang kau dambakan, atau seindah Bumi yang kaurindukan.
Mungkin akan datang sang Saturnus memberikan cincin terindahnya padamu,Â
atau Merkurius yang selalu menghangatkanmu dalam pekat malam.
Mungkin aku akan sedih, mungkin aku akan bahagia,Â
semua kemungkinan masih ada, sebanyak rasi bintang di angkasa.
Jika kau bertanya seberapa rindunya diriku malam ini,Â
coba kau tanyakan pada bulan dan bintang-bintang yang tak pernah melihat fajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H