Mohon tunggu...
Rainerus Alva Jati Prasetyo
Rainerus Alva Jati Prasetyo Mohon Tunggu... Teknisi - Seorang Teknisi SAP yang mempunyai hobi menulis.

Menulis untuk berbagi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tangis Sahabat

9 April 2019   08:15 Diperbarui: 9 April 2019   09:20 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Jadi, kau benar-benar pergi?"

Suaranya yang kukenal terdengar di antara deru hujan malam ini.

"Ya, menurutku, ini yang terbaik untuk semuanya." Kuangkat tas ranselku, yang sedari tadi kuletakan di samping bangku. Sambil perlahan kuamati suasana peron malam itu yang sepi. Hanya satu-dua orang yang berlalu lalang, menunggu datangnya kereta mereka.

"Kau yakin? Apakah kau yakin benar, akan melepasnya begitu saja?" Dia mulai berbicara lagi, suaranya yang parau terdengar makin dalam.

Aku beranjak dari bangkuku, kuamati dia dengan seksama. Basah air hujan Nampak dari ujung rambut hingga kakinya. Apa yang ada dipikirannya pikirku. Aku membuka tasku, merogoh-rogoh mencari handukku di antara tumpukan pakaian dan barang-barangku yang lain. Kuberikan handuk itu padanya.

"Keringkan dulu rambut dan kepalamu itu, baru kita bicara."

Dia mulai mengeringkan kepala dan rambutnya. Kutawari dia untuk mengganti pakaiannya dengan pakaianku, namun dia menolaknya. Akupun pergi ke warung tak jauh di ujung peron, untuk membeli segelas susu hangat. Setelah kuminta dia untuk meminumnya, kami pun mulai duduk di bangku panjang reot itu. Keheningan menyelimuti kami berdua, stasiun ini sudah sangat sepi, karena tinggal kereta malam untuk perjalanan panjang saja yang akan tiba. Hujan yang turun dengan derasnya seperti tak mampu untuk memecah keheningan ini.

"Kau tahu, kau sudah berjuang sekeras itu, lalu kau akan melepaskannya begitu saja, membiarkannya dengan temanmu itu?" suaranya memecah keheningan itu.

"Aku sudah tahu sejak lama, mereka saling suka. Sementara, rasa yang kupunya ini, hanyalah milikku seorang." Aku hentikan sejenak ucapanku kata-katanya tadi membuatku teringat akan kenangan masa itu. Tapi itu semua tinggal kenangan belaka. "Aku bohong jika aku tak merasa sakit. Tapi, kau tahu? Kebahagian terbesar dalam hidupku, adalah saat aku bisa membahagiakan orang yang berharga bagiku. Dan mereka berdua adalah sahabatku." kuteruskan ucapanku, seraya memaksakan diriku untuk tersenyum, karena aku tak mau, dia merasa cemas.

"Salah..!!" Suaranya kali ini mulai meninggi. "Salah! Apa yang kamu lakukan itu salah!" dia meneruskan ucapannya dan seketika, matanya yang sedari tadi sembab, mulai terlihat air mata menggenang di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun