Mohon tunggu...
Raihan Otman Marolop
Raihan Otman Marolop Mohon Tunggu... Lainnya - Sastra, Opini

Seorang mahasiswa. Menulis apa saja untuk mengeluarkan penat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Banjir di Kala Pandemi: Sudah Jatuh, Tertimpa Tangga

23 Februari 2021   10:19 Diperbarui: 23 Februari 2021   10:38 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Viral. Sumber ilustrasi: PIXABAY/ktphotography

         Banjir di ibukota memang bukanlah hal yang asing lagi karena hal tersebut menjadi sesuatu yang rutin terjadi di Provinsi DKI Jakarta setiap tahunnya. Ketinggian air bervariasi dari yang hanya setinggi mata kaki hingga setinggi atap rumah dan sudah melanda ibukota sejak tanggal 19 Februari 2021 silam. Banjir yang tergolong besar ini sudah terjadi yang kedua kalinya selama dua tahun terakhir dalam jangka waktu bulan yang sama yaitu bulan Januari sampai Februari. Lalu, apa tanggapan masyarakat tentang banjir tahun ini, apakah masyarakat tetap mengeluh, atau sudah terbiasa dengan bencana alam ini ? menarik untuk ditelusuri.

            Banjir pada Februari 2021 melanda daerah DKI Jakarta secara merata, mulai di wilayah utara, barat, timur, selatan, dan pusat. Penyebab dari terjadinya bencana tersebut tak lain dikarenakan curah hujan ekstrem yang melanda selama beberapa hari. Namun, persiapan untuk menghadapi musim huja La Nina tersebut tidaklah matang, sehingga DKI Jakarta terendam banjir kiriman dengan jumlah volume air yang tidak mampu ditampung oleh sungai, dan juga tingkah laku masyarakat yang masih membuang sampah di sungai menjadi kunci tama penyebab banjir yang melanda Jakarta. Berkurangnya aktivitas pengerukan sungai menjadi salah satu faktor pendukung terjadinya banjir.

            Bencana alam tersebut hanya memperburuk keadaan di mana Indonesia juga sedang dilanda pandemi COVID-19 yang berimbas pada perekonomian sehingga banjir tersebut "melipat gandakan" keresahan dan kesulitan bagi masyarakat. Banyaknya penduduk yang diberhentikan dari pekerjaan mengharuskan mereka untuk bekerja di bidang yang lain atau membuka usaha sendiri. Namun, kesialan hanya bertambah dengan adanya banjir ini sehigga pekerjaan dan harapan baru harus ikut terendam banjir kali ini. Sudah jatuh, tertimpa tangga, merupakan peribahasa yang cocok dengan kondisi masyarakat pada saat ini.

Daerah utama yang menjadi "langganan" banjir seperti Cipinang, Ciledug, Bekasi, dan sekitarnya harus menerima kenyataan pahit tersebut dengan bergotong royong antar tetangga untuk meminimalisir kerugian akibat banjir tersebut. Seperti contohnya para penduduk di wilayah Ciledug yang dilanda banjir, mereka sudah memiliki kesiapan untuk menghadapi banjir. Banjir yang tidak mampu ditahan oleh tanggul di Kali Angke akhirnya "meluber" dan membanjiri wilayah perumahan mereka sehingga sebelum volume air bertambah banyak, mereka sudah mulai mengevakuasi diri dan barang yang mampu mereka selamatkan. Memindahkan kendaraan ke tempat yang lebih tinggi dengan memasukkan barang berharga menjadi usaha yang kecil, tetapi juga sedikit menenangkan para penduduk.

            Antisipasi  bencana alam sudah mereka terapkan dikarenakan pengalaman para warga ketika dilanda banjir dengan volume air yang hampir sama pada 1 Januari 2020 silam. Pada waktu tersebut, para penghuni perumahan di wilayah Ciledug belum siap untuk mengevakuasi barang sehingga kepanikan terjadi. Alasan ketidaksiapan tersebut dikarenakan bencana dengan volume air yang mirip terjadi sudah belasan tahun yang lalu sehingga mereka kurang mempersiapkan diri. Kesiapan antisipasi bencana alam banjir pada tahun ini sudah lebih baik ketimbang tahun lalu, tetapi memang belum maksimal karena jauhnya rumah sanak saudara dan minimnya transportasi serta jalur evakuasi yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk wilayah tersebut.

            Kondisi banjir yang tergolong besar ini terjadi didasarkan pada siklus 12 tahun, yaitu ketika banjir dengan volume yang besar melanda setiap 12 tahun sekali, Namun, banjir dengan volume besar tersebut terjadi hanya dalam tempo waktu setahun, apa yang salah ? program pemerintah, realisasi program, atau masyarakat yang menyebabkan hal tersebut. Tidak dapat diputuskan hal mana yang dapat menyebabkan bencana tersebut, mungkin karena kesalahan sepihak atau kesalahan kedua pihak yang kurangnya interaksi dan kerjasama.

            Harapan dan doa masyarakat tentang bebas banjir masih menjadi "PR" bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan kerjasama yang beik dengan masyarakat juga. Bila terjadi sebuah keselarasan visi dan misi pemerintah dan rakyat untuk menyejahterakan Indonesia, maka impian tentang bebas banjir tersebut mampu terlaksana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun