Apakah kamu pernah jatuh cinta, merasakan mencintai dan dicintai? Bagaimana rasanya, menyenangkan? Membuat harimu terasa berwarna bukan, hati seperti berbunga-bunga sampai dunia pun dirasa hanya milik berdua. Jatuh cinta itu fitrah bagi setiap insan di dunia, bahkan dalam beberapa perspektif agama seperti Islam memandang cinta adalah anugerah dari Tuhan dan tidak melarang umatnya merasakan itu, sehingga jatuh cinta adalah sesuatu yang patut untuk disyukuri.
Bilamana insan yang sedang kasmaran mampu mengendalikan rasa cintanya, cinta mampu menjadi elemen utama dalam kehidupan dan membawa kebahagian dalam setiap langkahnya. Perasaan tenang, nyaman dan aman akan senantiasa mengiringi nafas dari insan yang sedang bercinta. Rasa gembira dan hidup terasa lebih nikmat akan berbingar dalam setiap jiwa yang jatuh cinta karena kehadiran support system yaitu keberadaan seorang pasangan.
Keindahan cinta diatas akan berlaku bagi setiap insan yang terbuka dalam memandang cinta, bagi mereka yang belum pernah merasakan trauma, tersakiti dan dikhianati. Sementara bagaimana hukum yang berlaku untuk kaum - kaum yang membenci rasa ini? Mereka adalah insan dengan Philophobia. Sebutan
Philophobia sendiri dipahami sebagai keadaan di mana seseorang akan merasakan takut untuk jatuh cinta dan kondisi ini bisa di kategorikan sebagai penyakit mental. Bagi seseorang yang mengidap penyakit ini akan takut untuk menjalin sebuah hubungan dan komitmen. Biasanya penderitanya akan merasakan gangguan kecemasan, perasaan gelisah, dan muncul pikiran-pikiran emosional yang akan mengganggu keseharian.
Umumnya seorang Philophobia akan menghindari setiap perlakuan - perlakuan yang berpotensi membuat mereka jatuh cinta, secara tidak langsung mereka menunjukan sikap permusuhan, perasaan benci, hingga berpikir negatif terhadap semua hal yang berkaitan dengan cinta. Philophobia hadir pada individu yang pernah mengalami ketakutan berlebih, menghadapi sebuah kekecewaan, hingga  melewati patah hati dan kesedihan yang dirasakan berlanjut sehingga semua memori negatif itu terekam dalam alam bawah sadar manusia.
Philophobia muncul pada benak seorang insan bukan tanpa alasan, penyebabnya pun bermacam-macam seperti pernah mengalami banyak hal yang tidak menyenangkan dalam kehidupan percintaan, trauma masa kecil, pengaruh kondisi kehidupan orang tua dan lingkungan pergaulan yang salah, merasakan insecure berlebihan, sulit mempercayai orang lain, hingga kecewa terhadap harapan-harapan atau imaji mengenai cinta yang tidak tersampaikan. Namun, tidak selamanya penderita Philophobia merasakan kejadian-kejadian nahas tersebut secara langsung, bisa saja karena orang tersebut melihat pengalaman orang lain dan terngiang-ngiang sehingga sulit untuk dilupakan hingga akhirnya menimbulkan gejala takut untuk mencintai dan dicintai.
Bagi penderitanya mempercayai bahwa perasaan tersakiti itu akan terulang kembali dan terus-menerus sehingga lebih baik ia menghindarinya. Aktivitas seperti memberikan kepercayaan kepada lawan jenis dianggap terlalu berisiko dan lebih baik jangan dilakukan. Meskipun begitu, kondisi ini bukan berarti tanda sebuah gangguan sosial.
Pengidap akan tetap melanjutkan kehidupan sosial seperti biasanya, tetap ramah dan terbuka pada lingkungan pertemanan, pekerjaan, dan sebagainya. Malahan, mereka akan merasa menjadi manusia paling bahagia karena tak perlu mengenal cinta dan tak perlu mengkhawatirkan sesuatu yang berpotensi menyakitinya. Kehidupan independen kemudian seringkali dipilih sebagai cara mereka meneruskan hidup, untuk wanita mereka akan menghabiskan seluruh waktunya sebagai wanita karir dan pria akan cenderung fokus pada pekerjaan dan hobi yang disukai.
Terakhir, bagaimana cara insan yang terjebak pada Philophobia ini untuk keluar dari rasa takutnya? Apakah mereka selamanya akan memelihara penyakit ini? Apakah mereka tidak akan memiliki pasangan? Tentu saja tidak.
Jika mau berusaha, setiap sakit pasti ada obatnya, setiap rasa takut dan penyakit hati ada penawarnya. Seperti phobia pada umumnya dimana penderita harus melawan rasa takut itu, penderita Philophobia juga harus mau melawan rasa takut itu. Tapi tentunya dengan memikirkan risiko - risikonya, lakukanlah terapi dan datanglah kepada tenaga profesional untuk menjadi tempatmu berkeluh - kesah. Senantiasa berdoa dan beribadah kepada Tuhan yang menciptakan dan terakhir berusaha ikhlas dan menerima sebagai wujud bersyukur atas segala takdir yang diberikan. Jatuh cinta bukanlah sebuah kesalahan, lakukanlah dengan tepat dan bijak sehingga mampu merasakan nikmat dari Tuhan dengan sepantasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H