Mohon tunggu...
Raihan Lubis
Raihan Lubis Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pembaca dan suka menulis

Seorang pembaca dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melihat Papua dari Aceh: Kerusuhan Seperti di Wamena Pernah Juga Terjadi di Aceh

7 Oktober 2019   10:50 Diperbarui: 7 Oktober 2019   11:14 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu hari di tahun 2000, bersama seorang rekan yang berprofesi sebagai kontributor salah satu tv swasta, kami melaju dari kota Banda Aceh menuju kota Jantho- ibukota kabupaten Aceh Besar. Perjalanan pagi itu kami lakukan dengan menggunakan sepeda motor. 

Jarak yang kami tempuh lebih kurang 60 kilometer. Perjalanan kami pagi itu digerakkan sebuah kejadian pembakaran rumah-rumah di desa-desa di Jantho. Desa-desa ini umumnya didiami para transmigran.

Ketika kami sampai ke lokasi, api sudah padam. Penduduk yang rumahnya dibakar sudah diungsikan ke beberapa kantor pemerintah. Kejadian pembakaran rumah-rumah warga transmigran yang terbilang sukes menjadi petani di kawasan Aceh Besar terus berlanjut. 

Hukum seolah tak menjadi panglima. Buntutnya, aksi eksodus terjadi. Sebagian besar dari mereka kembali ke kampung halamannya.

Selain di Aceh Besar, aksi pembakaran di sejumlah desa yang sebagian besar didiami bukan penduduk asli daerah, juga terjadi di Aceh Tengah. Bahkan kejadian ini membuat transportasi umum dari dan ke Aceh Tengah mogok massal. 

Kantor-kantor pemerintah ramai dijadikan tempat-tempat pengungsian. Saya dan @Dendy yang melakukan peliputan ke Aceh tengah saat itu terpaksa menumpang bus Pemda Aceh Tengah yang terpaksa dimobilisasi karena tidak ada bus atau kendaraan umum lainnnya yang berani beroperasi- karena turut juga dibakar. 

Saat itu, gelombang eksodus juga terjadi di Aceh tengah- ribuan kebun kopi akhirnya banyak terlantar. Karena mereka yang melakukan eksodus adalah para petani kopi.

Saya tak ingin mengatakan, jika rusuh di Wamena direkayasa, atau hal-hal lain yang memang tak saya ketahui. Atau kejadian serupa di Aceh pada masa lalu juga tak mau saya sebut dilakukan oleh pihak-pihak yang bertikai. Karena saya tak ada di tempat kejadian. Saya tak melihat langsung siapa pelaku kerusuhan.

Tapia da benang merah yang dapat kita tarik dari peristiwa-peristiwa itu. Kemarahan penduduk setempat yang mudah disulut karena persoalan ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan yang mereka rasakan dari pemerintah.

Bahkan dalam beberapa kasus, penduduk asli atau setempat juga menjadi sasaran amuk kemarahan mereka yang merasa selama ini dipinggirkan dan dimiskinkan oleh sistem yang ada. 

Ada teman saya orang Aceh yang terpaksa harus pindah dari kota kelahirannya di Aceh, karena tidak tahan menghadapi teror dari orang-orang yang cukup dikenal keluarganya dari kecil.

Keadilan, pemerataan ekonomi, kesejahteraan, sungguh menjadi kunci dari kejadian-kejadian amuk kemarahan penduduk asli suatu daerah. 

Kebijaksanaan pemerintah menjadi kunci bagi letupan-letupan konflik macam ini- dan jangan biarkan ada kelompok atau individu yang sengaja menyiram bensin di lahan kering. 

Karena bagi mereka yang sungguh tidak suka akan kedamaian negeri ini, maka kejadian-kejadian yang semula hanya bara dalam sekam dapat menjadi kebakaran maha dahsyat!

Saya ingat, dalam kunjungan pertama saya ke Lhokseumawe, Aceh utara, awal tahun 1999. Kota Lhokseumawe sempat dijuluki kota petro dollar karena di sana ada perusahaan penghasil gas alam cair. Saat itu, saya menelusuri satu perkampungan nelayan yang kumuh dan miskin. 

Perkampungan itu sungguh dekat dengan salah satu komplek perusahaan- yang menghasilkan gas alam cair dari tanah Aceh. Hanya sedepa dari segala kemewahan itu- kemiskinan menggeliat-geliat di lorong-lorong rumah para nelayan.

Saya kirimkan Fatihah buat mereka yang menjadi korban. Saya pernah melihat korban-korban serupa dari dekat. Dan saya tahu bagaimana sakit dan ngilunya hati melihat semua itu.

Semoga bangsa ini selalu dilindungi dan dijauhkan dari angkara murka. Mari kita lebih peka pada sesama anak bangsa- di manapun mereka berada. Jangan biarkan mereka lapar di tanahnya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun