Meskipun Indonesia berusaha mempertahankan prinsip bebas-aktif, tidak semua pihak puas dengan implementasinya. Beberapa kritik yang muncul terkait kebijakan ini adalah:
Terlalu Hati-Hati dan Lamban
Indonesia sering kali dianggap lamban dalam merespons krisis kawasan. Misalnya, dalam krisis Myanmar, banyak yang menganggap Indonesia terlalu bergantung pada mekanisme ASEAN yang cenderung "tidak efektif." Kritik ini menilai bahwa Indonesia seharusnya mengambil sikap yang lebih tegas dan lebih cepat dalam mengutuk tindakan militer Myanmar.Ambiguitas dalam Sengketa Laut China Selatan
Di satu sisi, Indonesia memperkuat militernya di Natuna, tetapi di sisi lain, Indonesia tetap membangun hubungan ekonomi yang kuat dengan Tiongkok. Beberapa pengamat melihat ini sebagai sikap yang "abu-abu" dan kurang tegas. Ada pendapat bahwa Indonesia seharusnya lebih keras menolak klaim Tiongkok di perairan Natuna agar memperjelas posisinya.-
Ketergantungan Ekonomi dengan Tiongkok
Sebagian pengamat menilai bahwa prinsip bebas-aktif sulit dipertahankan karena ketergantungan Indonesia terhadap investasi dan pinjaman dari Tiongkok. Melalui proyek-proyek seperti kereta cepat Jakarta-Bandung, Tiongkok memiliki pengaruh ekonomi yang cukup besar. Banyak yang mempertanyakan, apakah Indonesia benar-benar "bebas" dalam konteks ini, ataukah secara diam-diam sudah "tergantung" pada Tiongkok.
Apakah Bebas-Aktif Masih Relevan?
Melihat dari langkah-langkah Indonesia dalam diplomasi kawasan, prinsip bebas-aktif tampaknya bukan sekadar slogan kosong. Indonesia tetap mempraktikkannya dalam sengketa Laut China Selatan, konflik Myanmar, dan kerjasama perdagangan RCEP. Namun, relevansi prinsip ini dipengaruhi oleh perubahan geopolitik dan tantangan yang semakin kompleks.
Beberapa pengamat menganggap bahwa prinsip bebas-aktif perlu diperbarui. Saat ini, dunia telah berubah, dengan persaingan AS-Tiongkok yang semakin ketat dan ketergantungan ekonomi yang semakin besar terhadap kekuatan besar. Oleh karena itu, beberapa pihak berpendapat bahwa bebas-aktif harus dipadukan dengan pendekatan baru yang lebih realistis dan responsif.
Kesimpulan
Prinsip bebas-aktif Indonesia masih diupayakan dalam percaturan politik kawasan, meskipun penerapannya menghadapi tantangan besar. Indonesia tetap berusaha menjaga keseimbangan kekuatan di kawasan dengan tidak memihak blok mana pun, tetapi aktif dalam mendorong perdamaian, stabilitas, dan kerja sama ekonomi.
Kendati demikian, Indonesia perlu lebih tegas dan responsif dalam menangani isu-isu strategis seperti sengketa Laut China Selatan dan krisis Myanmar. Jika tidak, prinsip bebas-aktif hanya akan dipandang sebagai slogan politik yang kehilangan relevansinya.
Untuk menjaga prinsip ini tetap hidup, Indonesia harus mampu beradaptasi dengan dinamika global dan memperkuat pengaruhnya di ASEAN serta forum-forum internasional. Di sinilah peran kepemimpinan nasional dan diplomasi yang cerdas akan diuji. Apakah bebas-aktif akan tetap menjadi prinsip yang nyata, atau hanya sekadar jargon politik? Waktu yang akan menjawabnya.