Mohon tunggu...
Muhammad Raihan Fadhilah
Muhammad Raihan Fadhilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik

An undergraduate political science student with an interest in international political issues, currently serving as a staff of the sports department on the student executive board, and an audio editor of a different 6+ podcasts channel.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nasionalisme, Ujaran Kebencian dan Hoaks

4 November 2022   15:40 Diperbarui: 4 November 2022   15:41 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka sering disebut pers mainstream atau pers arus utama. Keberadaannya mampu memberi pengaruh signifikan untuk perkembangan politik, budaya, ekonomi, dan sosial yang lebih baik di daerahnya.

Belakangan ini pers dalam pembuatan berita seringkali membuat headline-headline yang tidak sesuai dengan isi berita tersebut atau biasa disebut dalam internet dengan sebutan clickbait, dan headline-headline inilah yang sering membuat orang-orang tidak membaca berita tersebut secara penuh dengan beralasan "inti dari beritanya sudah termuat di headline berita". Ini merupakan kebiasaan yang tidak baik di masyarakat karena dapat menyebabkan kekeliruan informasi yang dicerna oleh masyarakat.

Ujaran kebencian merupakan suatu fenomena yang mengiringi bahkan merusak demokrasi digital di Indonesia. Ujaran atau hasutan kebencian berbeda dengan ujaran-ujaran pada umumnya. Perbedaannya terletak pada adanya niat untuk mengakibatkan suatu dampak (Anam & Hafiz, 2015) . Dalam KUHP, wujud ujaran kebencian dijabarkan dengan jelas, seperti penistaan, penyebaran berita bohong, provokasi, penghasutan, penghinaan, dan pencemaran nama baik.. 

Semakin masifnya penyebaran informasi oleh media digital khususnya media sosial, maka semakin massif juga penyebaran informasi yang berkaitan dengan ujaran kebencian. (Pratama, 2016), menyebutkan data dari Kominfo yang mengatakan bahwa sebesar 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan ujaran kebencian . (Herawati, 2016,) Berpendapat adanya fenomena ini tidak lepas dari hak kebebasan berpendapat yang dimiliki oleh setiap warga Indonesia. 

Pemahaman tentang kebebasan berpendapat oleh masyarakat Indonesia dinilai masih rendah sehingga sangat mudah membuat atau menyebarkan konten-konten dengan unsur ujaran kebencian. Hendri Subiakto, seorang dosen Ilmu Komunikasi Politik Universitas Airlangga mengatakan bahwa perbedaan mengungkapkan pendapat dengan ujaran kebencian bisa dilihat berbeda dari apakah ada mengajak untuk membenci kelompok lain atau tidak.

Referensi

Anam, M. C., & Hafiz, M. (2015). Ujaran kebencian merupakan suatu fenomena yang mengiringi bahkan merusak demokrasi digital di Indonesia. Ujaran atau hasutan kebencian berbeda dengan ujaran-ujaran pada umumnya. Perbedaannya terletak pada adanya niat untuk mengakibatkan suatu dampak (Anam. JURNAL KEAMANAN NASIONAL, 1(3).

Dewan Pers. (2013). Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas. Dewan Pers.

Fatah, Z., & Fatanti, M. N. (2019). Mempolitisasi Ruang Virtual: Posisi Warga-Net dalam Praktik Demokrasi Digital di Indonesia. Jurnal Ilmiah Manajemen Publik Dan Kebijakan Sosial, 3(1).

Herawati. (2016). Penyebaran Hoax dan Hate Speech sebagai Representasi Kebebasan Berpendapat. PROMEDIA, 2.

Pratama, A. B. (2016, December 29). Ada 800 Ribu Situs Penyebar Hoax di Indonesia. CNN Indonesia. Retrieved November 4, 2022, from https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20161229170130-185-182956/ada-800-ribu-situs-penyebar-hoax-di-indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun