Mohon tunggu...
Mhd Raihan Edimara
Mhd Raihan Edimara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Wabendum Badko HMI Jabodetabek-Banten 2021-2023

Seniman hukum dan kemanusiaan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

HMI dan Pandemi di Tengah Pusaran Kekuasaan

27 Agustus 2021   12:40 Diperbarui: 27 Agustus 2021   19:30 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah arus globalisasi dan transisi masyarakat menuju era baru yakni new normal, Indonesia termasuk negara yang terkena imbas dari pandemic covid 19. Sehingga pada akhirnya tatanan baru yang dirasakan oleh masyarakat yang pada umumnya siap tidak siap harus menerima efec dari pandemic saat ini, terutama soal kesehatan, pendidikan, dan bahkan perekonomian civil society. Pada akhirnya inilah yang menjadi problematika masyarakat tentang kesiapan berhadapan pada suatu hal yang baru atau biasa kita sebut new normal.

Problematika pertama adalah soal kesehatan, sejauh mana peran dan keseriusan pemerintah dan organisasi HMI sebagai harapan masyarakat Indonesia dalam membantu pengurangan imbas dari covid 19. Seperti yang kita ketahui bahwa pasca kebijakan psbb awal tahun 2020 dan sampai detik pergantian nama PPKM 2021 Pemerintah cenderung labil dalam menentukan kebijakan yang tepat dalam penanganan covid. Lihat saja beberapa negara dunia, Germany, china, prancis, dan spanyol menerapkan lockdwown pada seluruh masyarakatnya. Toh, hari ini mereka menikmatinya, tidak ada lagi yang di takutkan oleh masyarakat mereka hari ini.

Belum lagi soal canda elit pemerintah dalam penanganan covid 19. Dalam beberapa statement pejabat pemerintah seperti menhub Budi Karya sebut warga kebal virus corona karena makan nasi kucing, ini membuat blunder dan cukup kontroversial. Ya walau hanya guyonan, mestinya diberikan edukasi yang baik dan benar sehingga masyarakat awam memahaminya dengan baik.

''Kemudian statement Menko Marves Luhut Pandjaitan sebut virus corona tak akan bertahan di cuaca panas Indonesia.''

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Pandjaitan juga tak luput dari pernyataan blunder yang mengejutkan publik. Ia pernah mengatakan pada 2 April 2020 lalu bahwa virus corona tak kuat bertahan di cuaca panas di Indonesia. Saat itu, jumlah kasus COVID-19 terus bertambah di Indonesia.

"Dari hasil modelling kita yang ada, cuaca Indonesia, ekuator ini yang panas dan juga itu untuk COVID-19 ini gak kuat," ujar Luhut usai rapat koordinasi dengan Presiden Jokowi.

Namun pernyataan itu dibantah oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Ketua PB IDI Daeng M Faqih mengatakan, meski cuaca di Indonesia panas tapi tidak serta merta membunuh virus Sars-CoV-2. Dengan cuaca panas, virus yang di tenggorokkan tidak akan mati," ujar Daeng pada 3 April 2020. Oleh sebab itu, ia mengingatkan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan. Sebab, virus corona mudah berpindah dari orang ke orang lain melalui droplet atau cairan terkecil dari alat pernapasan.

Oleh sebab itu pentingnya penanganan covid dilakukan oleh seorang professional dan bergelut langsung di bidangnya.

Kemudian soal pendidikan, tiada hari tanpa internet, zoom, goggle meetig dan sebagainya. Baik dari kalangan anak anak sampai remaja dan usia dewasa. Bagi mereka yang sedang melaksanakan proses belajar mengajar usdah barang tentu internet harus mempunyai gadget.

Pendidikan mengalami perubahan sejak adanya pandemi Covid-19. Pembelajaran tatap muka antara guru dan murid diganti dengan pembelajaran secara daring. Implementasi pembelajaran jarak jauh antara guru dan siswa dengan memanfaatkan jaringan internet terkadang memunculkan masalah tersendiri bagi tenaga pengajar dan peserta didik yang tinggal di wilayah dengan keterbatasan jaringan internet.

Banyak sekolah sekolah yang masih keterbatasan sinyal dan internet sehingga aktivitas belajar dan mengajar tidak bisa berjalan efektif. Koordinator Perhimpunan Untuk Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menilai banyak kendala bagi siswa dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) daring (dalam jaringan) dan luring (luar jaringan) selama pandemi Covid-19.

"Ada hampir 68 juta peserta didik belajar dari rumah, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai perguruan tinggi. Siswa yang berada di akses internet bagus dan ditambah memiliki gawai atau laptop, ini relatif lebih terlayani ketimbang siswa yang tinggal di daerah yang susah internet, bahkan tidak ada jaringan, dan tidak punya gawai," kata Satriwan kepada Liputan6.com.

Fenomena ini jelas perlu menjadi perhatian, sehingga butuh dilakukan perbaikan sistem dari Kemendikbud. Sebab, bila tidak, akan terdapat banyak siswa yang tertinggal atau dirugikan dalam kegiatan PJJ. Padahal, seluruh siswa berhak memperoleh pendidikan yang adil dan merata.

Dan terakhir, soal perekonomian. Ini yang menjadi problematika saat ini di tengah kebutuhan masyarakat yang mebludak kita di tuntut untuk survive dalam memerangi covid 19, apalagi setelah banyak hari orang tua yang sudah banyak di phk dan sebagainya.

Pertumbuhan negatif yang semakin kecil memberikan indikasi bahwa perekonomian berjalan lebih baik, tetapi bukan berarti sudah terjadi proses pemulihan menuju pertumbuhan positif. Semua itu sangat tergantung pada keberhasilan atau kegagalan kebijakan mengatasi pandemi covid-19 sekarang ini.

Secara faktual, perkembangan pandemi masih belum mampu diatasi oleh pemerintah sehingga proses pemulihan ekonomi akan berjalan sulit dan berat. Tidak mungkin bisa menyelesaikan pemulihan ekonomi jika tidak bisa mengatasi pandemi.

Lalu Bagaimana Peran Kader HMI Dalam Menjawab Tantangan Zaman Hari Ini?

Kita ketahui bahwa dari tiga aspek dan problem yang dipaparkan di atas ini adalah kebutuhan urgential dalam mengatasi masalah ini.

HMI sebagai kader perjuangan tentunya sudah mengerti bahwa masyarakat membutuhkannya, perannya sebagai mahasiswa dan agent perubahan menuntutnya selalu bergerak kepada kepentingan rakyat. Suaranya dirindukan oleh masyarakat, teriakannya di takutkan siapapun yang ingin melawannya.

Namun hari ini, mari bertanya pada diri sendiri sebagai kader HMI, adakah kegelisahan sedikit saja pada hati nurani kita hari ini. Bahwa negara sedang tidak baik baik saja. Bulan lalu kita menikmati eforia kemerdekaan, apakah benar benar hari ini kita merasakannya, sedikit saja?

Benar saja, Elit HMI terlalu mesra dengan kekuasaan sehingga cenderung cari aman dalam menangapi persoalan ini

Belum lagi setelah mendengar  statement Ketua Umum PB HMI pada pelantikan cabang lhoksumawe aceh utara. ''Bahwa dunia ini di bangun dengan kolaborasi bukan dengan kompetisi?

Sebenarnya apa yang dimaksud kolaborasi ? terlalu general sehingga narasi semacam ini tentunya dipertanyakan! apalagi oleh anak-anak komisariat yang sedang semangat semangatnya untuk belajar, di tengah kegelisahan menghadap era new normal saat ini.

Seolah olah kita tidak paham tentang ini, seharusnya elit HMI mengumandangkan narasi brilian, ide ide gagasan yang tidak pernah di dengar dan di ucapkan, serta langkah kongrkit dalam mengatasi pandemic, jika perlu kita kumandangkan aksi jalanan di depan istana agar mempertegas atas ketidakseriusan pemerintah dalam penenganan wabah ini. Sehingga menjadi motivasi kader untuk bergerak melawan dan berjuang di tengah pandemic ini.

Pemerintah sudah sering sekali blunder oleh penanganan covid 19 ini, lalu masih saja diam dan sibuk dengan kegiatan ceremonial?

Sudah banyak persoalan kebijakan pemerintah pusat sampai daerah yang membuat blunder masyarakat saat ini, kita mempertanyakan elit HMI hari ini, masih adakah nurani melihat masyarakat sakit dan mati karena kelaparan?

Seharusnya kita sebagai kader HMI sebagai garda terdepan dalam mengontrol kebijakan negara yang merugikan rakyatnya, bukan sebagai juru bicara pemerintah apalagi menjilat kekuasaan saat ini.

Ini yang menjadi problematika sekarang, kinerja HMI di pertanyakan. Apakah khittah perjuangan para pendahulu seperti ini? Tentu tidak, HMI didirikan atas kegelisahan bersama untuk membangun masyarakat kritis agar roda pemerintah berjalan baik, tentunya perlu ada control bagi kita sebagai kader sebagai mahasiswa masa kini.

Kita perlu pahami dahulu, apakah HMI ini dibentuk sebagai mitra pemerintah atau mitra control pemerintah? Ini yang perlu diluruskan.

Belum lagi persoalan lainnya. Sekjend PB HMI dalam pidatonya pada pembukaan konfercab Cabang persiapan Tanjong selor. "Bahwa HMI harus mampu berkolaborasi dengan pemda sebagai mitra strategis dan mitra kritis" coba kita pahami sekali lagi kalimat ini. Adakah yang salah atau keliru kita dalam memahami kalimat ini.

Bicara kolaborasi pemerintah bukan kewajiban organisasi, namun sebuah keniscayaan, untuk apa? Untuk merawat idealisme mahasiswa di tengah carut marut negara dalam mengatasi pandemic. Hal ini sangat disesali bagi kita apalagi mereka yang paham tentang nilai nilai dasar perjuangan yang termaktub dalam gerakan HMI. 

Kita mesti sadari bahwa Hmi selalu diperhatikan dalam setiap langkah juang, agar tidak salah kaprah memahaminya. Jangan sampai rakyat yang mencintainya menjadikan sebuah kekecewaan karena melihat HMI terlalu dekat dengan kekuasaan, sehingga lagi lagi menjadi juru bicara kekuasaan bukan lagi juru bicara rakyat terhadap kinerja pemerintah yang blunder dan salah.

Tentunya kita mesti mengkaji kembali atas nilai nilai perjuangan yang biasa di baca ruang ruang komisariat, pojok pojok diskusi kampus, dan dielektika ketika di ajarkan oleh senior senior pendahulu untuk merawat nalar sehingga atas apa yang diperjuangan itu adalah sebuah kebanaran dan kebaikan bersama. 

Siapalagi yang akan menjadi uswatun hasanah kalau bukan pendahulu, senior, dan pengurus besar himpunan rule model kita saat ini.

Apalagi ketika kader-kader seperti kita yang sedang bejuang di komisariat sudah berteriak? tentunya kakanda sekalian pernah merasakan apa yang dirasakan kepada kader yang haus akan kalimat bijak oleh para pendahulu yang lahir lagsung dari rahim komisariat bersama. Lalu apa aksi nyata dari kalimat bijak itu.

Oleh sebab itu ini adalah bentuk otokritik HMI lebih dari soal politik kekuasaan namun juga soal kemanusiaan kepada masyarakat agar tepat sasaran yang diberikan oleh pemerintah dari tangan kader himpunan se nusantara.

"Jangan makan terlalu kenyang sehingga lupa cara melawan, jangan tidur terlalu lama masih ada kedzoliman yang harus di robohkan"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun