Mohon tunggu...
Raihanda Imanudzaky
Raihanda Imanudzaky Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pecinta Klub Ibu Kota Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peristiwa Bersejarah G30SPKI Jendraal Besar AH Nasution

8 Juli 2024   12:12 Diperbarui: 8 Juli 2024   12:27 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa Bersejarah G30SPKI Jendral Besar AH Nasution

Gerakan 30 September (G30S/PKI) adalah peristiwa penting dalam sejarah Indonesia yang terjadi pada 30 September hingga 1 Oktober 1965. Peristiwa ini melibatkan upaya kudeta oleh kelompok yang menamakan diri Gerakan 30 September, yang diduga didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Salah satu target utama dari aksi ini adalah para jenderal TNI Angkatan Darat, termasuk Jenderal Abdul Haris Nasution.

Jenderal AH Nasution adalah salah satu jenderal yang menjadi target dalam upaya kudeta ini. Malam itu, sekelompok tentara mendatangi rumah Nasution dengan tujuan untuk menculik dan membunuhnya. Namun, Nasution berhasil melarikan diri dengan melompati tembok belakang rumahnya, meskipun putrinya, Ade Irma Suryani, tewas tertembak dan ajudannya, Pierre Tendean, diculik dan dibunuh oleh kelompok tersebut.

Sekitar pukul 04:00 dini hari, sekelompok pasukan dari Gerakan 30 September mendatangi rumah Jenderal Nasution. Mereka segera mengepung rumah dan memaksa masuk. Saat menyadari ada upaya penyerangan, Jenderal Nasution berusaha melarikan diri dengan melompati tembok belakang rumahnya. 

Dalam upaya melarikan diri ini, Nasution berhasil lolos dan bersembunyi di kediaman tetangganya. Ketika pasukan penyerang memasuki rumah Nasution, mereka menemukan keluarga Nasution dalam kepanikan. Ade Irma Suryani, yang saat itu berusia 5 tahun, tertembak ketika peluru yang ditujukan kepada Jenderal Nasution mengenai dirinya. 

Putri Nasution terkena tembakan di punggung dan terluka parah. Setelah tertembak, Ade Irma Suryani segera dilarikan ke rumah sakit. Namun, karena luka yang sangat parah, ia meninggal dunia beberapa hari kemudian pada tanggal 6 Oktober 1965.

Dalam kekacauan tersebut, Pierre Tendean tetap berada di dalam rumah untuk melindungi keluarga Nasution. Para penyerang akhirnya masuk ke dalam rumah dan mencari Nasution. Pierre Tendean, yang berada di dalam rumah, menghadapi para penyerang. Untuk melindungi Jenderal Nasution, Pierre Tendean mengaku bahwa dirinya adalah Jenderal Nasution. 

Para penyerang percaya bahwa Tendean adalah Nasution, karena saat itu keadaan sangat kacau dan gelap. Mereka segera menangkapnya dan membawanya ke Lubang Buaya, tempat di mana para jenderal lainnya yang ditangkap juga dibawa. Di Lubang Buaya, Pierre Tendean bersama dengan enam jenderal lainnya mengalami penyiksaan sebelum akhirnya dibunuh dan dibuang ke dalam sumur tua.

Pengakuan Pierre Tendean sebagai Jenderal Nasution merupakan tindakan yang sangat heroik. Ia rela mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan atasannya, menunjukkan loyalitas dan keberanian yang luar biasa. Tindakan Tendean ini adalah salah satu momen yang menunjukkan betapa tragis dan heroiknya peristiwa G30S/PKI, di mana pengorbanan pribadi untuk menyelamatkan orang lain menjadi bukti nyata keberanian di tengah kekacauan dan kekerasan.

Menganalisis peristiwa G30S/PKI, termasuk peristiwa yang melibatkan Jenderal AH Nasution, putrinya Ade Irma Suryani, dan ajudannya Pierre Tendean, dari perspektif sosiologi, kita dapat menggunakan berbagai konsep dan teori sosiologis untuk memahami dinamika sosial dan kekuasaan yang terjadi. Berikut adalah beberapa perspektif sosiologi yang relevan:

1. Teori Konflik

  • Konflik Kelas dan Kekuasaan : Peristiwa G30S/PKI dapat dilihat sebagai manifestasi dari konflik kelas dan perebutan kekuasaan. Dalam teori konflik yang diusulkan oleh Karl Marx, masyarakat terdiri dari kelas-kelas yang berjuang untuk menguasai sumber daya dan kekuasaan. Konflik ini melibatkan militer dan PKI, dua kelompok dengan kepentingan dan ideologi yang berbeda.
  • Kekerasan Struktural : Kekerasan yang terjadi dalam peristiwa ini, termasuk penyerangan terhadap Nasution dan keluarganya, serta penyiksaan dan pembunuhan di Lubang Buaya, mencerminkan kekerasan struktural di mana kelompok yang berkuasa menggunakan kekerasan untuk mempertahankan atau merebut kekuasaan.

2. Teori Identitas dan Dinamika Kelompok

  • Identitas Kelompok  : Identitas kelompok, baik militer maupun PKI, memainkan peran penting dalam peristiwa ini. Solidaritas dan loyalitas terhadap kelompok masing-masing meningkatkan eskalasi konflik. Pengorbanan Pierre Tendean yang mengaku sebagai Nasution untuk melindungi atasannya menunjukkan kekuatan identitas dan loyalitas kelompok.
  • Peran Individu dalam Kelompok : Tindakan Pierre Tendean juga menunjukkan bagaimana individu dalam kelompok dapat mengambil peran penting dan berpengaruh dalam dinamika kelompok. Pengorbanannya mencerminkan nilai-nilai heroisme dan pengabdian dalam kelompok militer.

3. Teori Sosialisasi dan Nilai-Nilai Sosial

  • Sosialisasi Militer : Tindakan heroik Pierre Tendean bisa dianalisis melalui proses sosialisasi militer yang menanamkan nilai-nilai keberanian, loyalitas, dan pengorbanan kepada para anggotanya. Sosialisasi ini mempengaruhi perilaku individu dalam situasi krisis.
  • Nilai dan Norma Sosial : Pengorbanan dan tindakan heroik dapat dilihat sebagai cerminan dari nilai-nilai dan norma sosial yang dijunjung tinggi dalam masyarakat, seperti keberanian, pengorbanan diri, dan tanggung jawab terhadap orang lain.

4. Teori Interaksionisme Simbolik

  • Simbol dan Makna : Tindakan dan peristiwa dalam G30S/PKI memiliki makna simbolis yang kuat. Penyerangan terhadap Jenderal Nasution dan keluarganya, serta pengorbanan Pierre Tendean, membawa makna simbolis tentang konflik, kekuasaan, dan pengorbanan dalam masyarakat.
  • Interpretasi dan Reaksi : Bagaimana peristiwa ini diinterpretasikan oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan media, mempengaruhi reaksi dan tindakan selanjutnya. Interpretasi yang berbeda dapat menyebabkan reaksi yang berbeda, termasuk dukungan atau penolakan terhadap pihak-pihak yang terlibat.

5. Teori Mobilisasi Massa dan Gerakan Sosial

  • Mobilisasi Ideologi : PKI menggunakan ideologi komunis untuk memobilisasi massa dan menggalang dukungan. Mobilisasi ideologi ini mencerminkan bagaimana gerakan sosial dapat menggerakkan individu untuk bertindak berdasarkan keyakinan dan tujuan bersama.
  • Tindakan Kolektif : Peristiwa G30S/PKI merupakan contoh tindakan kolektif di mana sekelompok individu bertindak bersama untuk mencapai tujuan tertentu, meskipun melalui cara-cara yang brutal dan kekerasan.

Dengan menganalisis peristiwa G30S/PKI dari perspektif sosiologi, kita dapat lebih memahami kompleksitas hubungan sosial, kekuasaan, identitas, dan nilai-nilai yang mempengaruhi tindakan individu dan kelompok dalam konteks sejarah yang signifikan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun