Mohon tunggu...
Raihan Akbar Hidayat
Raihan Akbar Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Anggota Komunitas Peradilan Semu UIN Sunan Kalijaga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Harga Minyak Mentah Turun, Pertamina Tak Bergeming

23 April 2020   15:36 Diperbarui: 23 April 2020   15:35 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengutip BeritaAntara, Rabu (22/4), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni anjlok 24 persen ke posisi US$19,33 per barel yang merupakan posisi terendah sejak Februari 2002. Sementara, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni jatuh US$8,86 atau 43 persen ke US$11,57 per barel.

Sebelumnya, US$37,63 per barel untuk pertama kalinya dalam sejarah, pada Senin (20/4). Namun, kini WTI telah berangsur menguat ke US$10,01 per barel. Dengan penurunan harga minyak mentah ini banyak negara yang menurunkan harga BBM-nya. Di Asia Tenggara, Malaysia adalah salah satu negara dengan harga BBM termurah. Global Petrol Price mencatat, harga rata-rata BBM di Malaysia pada 2 Maret sebesar RM 2,08 per liter, seminggu kemudian turun menjadi RM 1,89 per liter. Hampir setiap minggu BBM di Malaysia turun dan kini hanya RM 1,2 atau Rp 4.540,18 per liter.

Kemudian, Vietnam pun malah sudah menurunkan harga BBM sejak akhir Januari 2020. Data Global Petrol Price pad 27 Januari 2020 menyebut rata-rata harga BBM di Vietnam sebesar VND 12.097,5   per liter atau Rp 8.256 per liter. Di Indonesia, desakan untuk menurunkan harga BBM pun muncul di kalangan masyarakat kepada pemerintah khususnya ditujukkan kepada Pertamina.

Mengutip pernyataan Nicke Widyawati Direktur Utama Pertamina, ia menegaskan wewenang penurunan harga ada pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Untuk itu, pihaknya hanya bisa melakukan sejumlah upaya seperti pemberian diskon harga BBM. Namun, diskon inipun justru malah menjadi subsidi yang tidak tepat sasaran dan menimbulkan kecemburuan sosial.

Urgensi Penurunan Harga BBM

Mengutip pernyataan Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai, penyesuaian harga BBM baik non subsidi ataupun subsidi perlu dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat dan menyelamatkan ekonomi Indonesia di tengah pandemi Corona. Sebab, virus Corona yang mewabah di sejumlah kota di Indonesia, berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini turun hingga level 4%.

Jika harga jual BBM bisa diturunkan, maka ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap terjaga di kisaran 4,5%. "Penyesuaian harga BBM berpotensi memberikan kontribusi 0,5% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional," ungkap Fahmy ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (23/3).

Oleh karena itu, ia mendesak agar PT Pertamina (Persero) menurunkan harga BBM, terutama untuk non subsidi. Meski belum memiliki hitungan secara rinci, Fahmy memprediksi penurunan harga BBM oleh Pertamina bisa berada di kisaran 15% sampai 20%. Ini mengingat harga minyak dunia yang sudah turun terlalu dalam. "Seharusnya harga BBM juga bisa turun di kisaran seperti itu karena komponen terbesar pembentuk harga BBM non subsidi adalah pergerakan harga minyak dunia," terang dia.

Fahmy pun melanjutkan, anjloknya harga minyak mentah dunia sebenarnya bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk turut menurunkan harga BBM subsidi. Apalagi, BBM subsidi sejatinya ditujukan kepada konsumen kalangan menengah ke bawah. Lantas, kebijakan penyesuaian harga BBM subsidi disinyalir bisa berdampak positif bagi tingkat konsumsi masyarakat di Indonesia.

 Dalih Pertamina Belum Turunkan Harga

 Mengutip Pernyataan Nicke Widyawati Direktur Utama PT Pertamina (persero),  penyesuaian harga itu tidak bisa langsung diterapkan oleh Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara. "Kalau kami sebagai trading company beda sekali, ketika harga BBM itu murah, bisa kita jual murah juga. Namun, Kami tidak bisa setop produksi kilang dan hulu," kata Nicke dalam rapat virtual dengan komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (21/04/20). Menurutnya, ada beberapa poin yang menjadi dalih Pertamina belum menurunkan harga.

Pertama, penurunan harga BBM bukan merupakan kebijakan dari PT Pertamina (persero) seperti yang sudah dijelaskan Nicke, melainkan kebijakan dari Kementerian ESDM. Karena, Pertamina merupakan sebuah BUMN yang hanya mengikuti ketetapan dari pemerintah khususnya untuk formulasi harga BBM.

Kedua, dengan adanya peraturan untuk menekan defisit migas yang menjadi perhatian Presiden Joko Widodo dari masa awal pemerintahannya. Dengan demikian, Pertamina sebagai BUMN punya kewajiban membeli minyak dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas yang beroperasi dalam negeri. Namun, saat ini harga minyak yang dibeli dari KKKS dalam negeri tidak semurah jika Pertamina impor. Alhasil, Pertamina harus merogoh kocek dalam dan mengingat pada masa pandemi ini penjualan BBM sedang lesu yang mengakibatkan pemasukan dari Pertamina pun tak sebesar dari biasanya.

Ketiga, masih harus membayar beban gaji para pekerja dan membayar utang yang jumlahnya sebesar Rp 522 triliun. Berdasarkan data, Perusahaan BUMN energi ini memiliki utang sebesar Rp 522 triliun hingga kuartal III-2018. Padahal, di sisi lain, laba bersih Pertamina terus menyusut menjadi Rp 5 triliun, belum lagi ditambah lesunya penjualan BBM pada masa pandemi sekarang ini.

Berdasarkan alasan diatas lah yang menyebabkan Pertamina belum menurunkan harga BBM. Kemudian, Pertamina membuat sebuah langkah trobosan dengan memberikan diskon pembelian BBM. Namun, amat disayangkan diskon ini justru kurang tepat sasaran dan cederung hanya menguntungkan salah satu pihak.

Diskon atau Cashback Pembelian BBM bagi Ojol

Mengutip Pernyataan Ketua Komisaris Pertamina Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), "Unt sobat rider ojek online, dapatkan cashback 50% maksimal Rp.15.000 bagi 10.000 pengendaran ojek online perhari, unt pembelian Pertalite, Pertamax dan Pertamax Turbo dgn aplikasi MyPertamina. Promo berlaku pada periode 14 April-12 Juli 2020". Pada akun twitternya @basuki_btp. Senin (13/4/2020).

Kebijakan ini langsung ditanggapi oleh berbagai kalangan, Ada yang menganggap kebijakan ini pilih kasih, terlebih salah satu owner dari perusahaan ojol, duduk dalam pemerintahan. Kemudian, timbul pertanyaan, bagaimana nasib para ojek pangkalan, supir truk ekspedisi yang mengantarkan kebutuhan pokok, lalu supir angkot, supir bis, dsb. Yang sampai hari ini harus tetap bekerja untuk menyambung hidupnya?. Keadaan seperti ini bisa menimbulkan kecemburuan sosial dengan masyarakat yang lain.

Dirut Pertamina Nicke Widyawati pun menjawab, kerjasama cashback yang diberikan kepada ojek online, menurut Nicke adalah murni kerjasama. Sebab, selama ini mitra-mitra ojek online yang masih beroperasi dan mengantarkan produk Pertamina seperti BBM dan lainnya ke konsumen. "Ini kerjasama dan kami juga batasi sebenarnya 10 ribu per hari," ujar Nicke.

Namun, jika pihak Pertamina berdalih bahwa cashback ini hanya untuk mitra dan bukan untuk perusahaan, di sini ada sebuah keanehan. Dimana, jika ditinjau secara hukum para mitra ojek online ini kan dinaungi oleh perusahaannya, artinya antara perusahaan dan mitra ojol ini adalah satu kesatuan dan tidak bisa dipisahkan. Karena, subsidi ini juga secara langsung berpengaruh pada putaran keuntungan yang akan didapatkan oleh perusahaan yang menaungi.

Mengutip pernyataan Direktur Peneliti Center Of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Pieter Abdullah, mengkritisi PT Pertamina (Persero) yang memberikan program khusus cashback saldo sebesar 50 persen khusus ojol. Aturan ini dinilai memicu kecemburuan sosial pada tataran masyarakat. "Sifat bantuan itu harusnya lebih luas yang terdampak (pandemi covid-19) tidak hanya ojol, tapi ojek pangkalan supir taksi, supir angkot, dan masih luas lagi," tegas Pieter kepada Merdeka.com, Rabu (15/4/2020).

Bagi perusahaan BUMN sekelas Pertamina dinilai tidak etis jika membatasi pemberian bantuan hanya menyasar kelompok profesi tertentu, di saat anjloknya harga minyak dunia. Hal ini dikhawatirkan memicu kecemburuan sosial bagi masyarakat dengan profesi lainnya, yang juga menjadi konsumen tetap Pertamina. "Pertamina diharapkan lebih bijak dalam memberikan bantuan kepada publik. Untuk tidak menimbulkan kegaduhan di tataran masyarakat," terangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun