Lalu bagaimana pandangan Illich tersebut dalam PJJ daring?
Pandemi membuat peserta didik harus belajar dari rumah. Dengan akses internet dan digitalisasi, peserta didik mendapatkan kebebasan dalam mengakses ilmu pengetahuan yang ada.Â
Perpustakaan online semakin marak di abad 21, informasi dikatakan hanya sedekat jari, serta data kini dapat diolah dengan amat mudah, dengan kemudahan serta kebebasan akes demikian, tujuan sekolah (baca: pendidikan) menurut Illich sudah terlaksana. Kapanpun dan di manapun, peserta didik dapat mengakses ilmu pengetahuan secepat mungkin, dengan catatan sumber daya untuk mengakses informasi tersebut sudah dimiliki. Bagaimana dengan mereka yang tidak punya atau bahkan belum pernah merasakan kemudahan tersebut? Hal ini kemudian menjadi masalah baru dalam PJJ daring.Â
Kebebasan akses sudah dapat dirasakan peserta didik, tetapi kesempatannya tergantung sumber daya yang peserta didik miliki, dalam artian lain belum semua orang (karena tidak memiliki sumber daya) berkesempatan kebebasan memperoleh sumber belajar. Berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang disampaikan Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Praptono (Dalam CNN, 2020) menyatakan bahwa 12 ribu sekolah belum punya akses internet serta 48 ribu satuan pendidikan punya masalah internet (akses internet ada namun tidak lancar), semuanya dalam wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).
Dehumanisasi di masa pandemi bukan hanya menjadi tanggung jawab sekolah, dalam artian guru, tapi juga orang tua sebagai pemantau kegiatan belajar peserta didik di rumah. Seperti dalam jurnal karya Yeni Wahyuni tentang "Problematika Moralitas Anak pada Masa Pandemi Covid-19 Perspektif Immanuel Kant: Studi Kasus Di Kampung Cikaso Desa Sukamukti Kecamatan Cisompet Kabupaten Garut" ditemukan hasil bahwa anak-anak di Kampung Cikaso mengalami penurunan moral selama pandemi COVID-19.
 Anak-anak Kampung Cikaso mayoritas adalah peserta didik yang baru lulus Sekolah Dasar (SD) dan baru masuk ke Sekolah Menengah Pertama (SMP), namun ditemukan bahwa dalam umur di mana terjadi transisi kepribadian dan mental, justru anak-anak Kampung Cikaso mengalami penurunan moral. Seperti yang dikatakan salah satu orang tua didik, Saepul, ia mengatakan bahwa anaknya sering pulang malam di masa pandemi, karena alasan esok hari tidak pergi ke sekolah jadi tidak perlu bangun pagi. Juga karena anak-anak lebih sering bermain di luar tanpa pengawasan orang dewasa, perkataan yang mereka ucapkan tidak sopan. Kurangnya pengawasan orang tua ini karena mayoritas orang tua di Kampung CIkaso merupakan seorang petani yang kesehariannya pergi ke ladang dan kebun (mereka tidak diharuskan tidak mungkin petani bekerja di rumah) dari pagi hingga sore, sehingga anak tidak mengalami pengawasan secara penuh.
Ide besar Illich mengenai pembelajaran yang bebas ternyata tak tercermin dalam PJJ daring. Baik sekolah, peserta didik, juga orang tua kesemua unsur ini belum siap untuk mengadakan PJJ daring sebagaimana idealnya. Poin Menteri Nadiem Makarim tentang loss learning perlu dikaji kembali, karena memang dalam realitasnya PJJ ini membuat bukan hanya peserta didik yang mengalami loss, namun juga kesemua unsur tersebut. Secara konklusi, pembelajaran PJJ daring selain kompleks juga tidak terlaksana dengan baik.
Daftar Pustaka
Hidayat, Rakhmat. (2011). Pengantar Sosiologi Kurikulum. Jakarta: Rajawali Pers.
Wahyuni, Yeni. 2021. Problematika Moralitas Anak pada Masa Pandemi Covid-19 Perspektif Immanuel Kant: Studi Kasus Di Kampung Cikaso Desa Sukamukti Kecamatan Cisompet Kabupaten Garut. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati.
Maknun, Djohar. 2017. Kritik Illich Terhadap Pendidikan. OSF Preprints. https://doi.org/10.31219/osf.io/zw25a