Dalam Islam, laki-laki memiliki kewajiban lebih besar untuk menafkahi keluarganya, sedangkan perempuan tidak memiliki kewajiban tersebut. Dengan demikian, meski perempuan mendapatkan bagian yang lebih kecil dari warisan, harta tersebut sepenuhnya miliknya dan tidak digunakan untuk menanggung kebutuhan rumah tangga.
Selain itu, hukum waris Islam mengakui hak perempuan sebagai ahli waris dalam berbagai peran, seperti anak, ibu, istri, atau saudara perempuan. Hal ini menegaskan bahwa perempuan memiliki hak penuh untuk menerima warisan dalam keluarga, tanpa ada pengecualian.
Peran dan Hak Perempuan Sebagai Ahli Waris
Dalam tradisi tertentu, perempuan sering kali tidak diberi hak warisan, terutama dalam sistem yang tidak berbasis pada syariat Islam. Namun, sejak lebih dari 1.400 tahun lalu, Islam telah menetapkan hak perempuan untuk menerima warisan ketika banyak masyarakat pada masa itu mengabaikan hak-hak mereka.
Sebagai anak, perempuan berhak atas warisan dari orang tuanya. Sebagai istri, ia menerima seperdelapan harta suami jika ada anak, atau seperempat jika tidak ada anak. Sebagai ibu, ia juga memiliki hak waris dari anak-anaknya yang telah meninggal. Selain itu, perempuan sebagai saudara kandung juga memiliki hak warisan dalam kondisi tertentu.
Hak-hak ini diakui dan dilindungi oleh hukum Islam. Apabila terjadi sengketa atau ketidakadilan dalam pembagian warisan, Islam menawarkan mekanisme penyelesaian melalui musyawarah atau peradilan syariah.
Keadilan dalam Pembagian Warisan: Memahami Peran Gender
Dalam Islam, keadilan (adl) berbeda dengan kesetaraan (musawah). Keadilan berarti memberikan hak berdasarkan kondisi dan tanggung jawab individu. Dalam hal pembagian warisan, perbedaan bagian antara laki-laki dan perempuan mencerminkan tanggung jawab finansial yang berbeda. Laki-laki, yang diwajibkan menafkahi keluarganya, menerima bagian lebih besar, sementara perempuan, meskipun menerima bagian yang lebih kecil, tidak memiliki kewajiban keuangan yang sama.
Dalam kasus tertentu, perempuan dapat menerima bagian yang lebih besar dari laki-laki. Sebagai contoh, seorang ibu yang kehilangan anak dapat menerima warisan yang lebih besar dibanding anggota keluarga lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa hukum waris Islam bersifat fleksibel dan menyesuaikan dengan kondisi tanggung jawab keluarga.
Tantangan Pelaksanaan Hukum Waris Islam di Era Modern
Meskipun hukum waris Islam jelas, penerapannya di era modern menghadapi berbagai tantangan. Modernisasi, globalisasi, dan perubahan sosial mempengaruhi pandangan masyarakat Muslim terhadap hukum ini. Di beberapa negara, hukum waris Islam diubah atau digantikan dengan hukum sekuler yang lebih egaliter.