Mohon tunggu...
Raihan lubis
Raihan lubis Mohon Tunggu... Human Resources - mahasiswi uinsu semester 1

Raihan melisa lubis adalah seorang mahasiwi UINSU semester 1. Raihan merupakan anak ke-2 dari tiga bersaudara. Pendidikan yang sudah ditempuh sebelum nya di SMA N 13 MEDAN. Bertempat tinggal di DESA BATU PENJEMURAN Kec. NAMO RAMBE

Selanjutnya

Tutup

Nature

Limbah Mengancam Daerah Pesisir

21 Desember 2019   17:31 Diperbarui: 21 Desember 2019   17:26 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang bertempat tinggal dan melakukan aktivitas sosial ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya wilayah pesisir (daerah pertemuan antara darat dan laut). Saat ini masyarakat pesisir rentan terserang penyakit karena berada di hilir sungai. Penyebabnya, masyarakat yang berada di hulu sungai membuang sampah ke sungai. Selain itu, tidak sedikit pula masyarakat yang berada di hilir sungai itu juga membuang sampah di sungai. Akibatnya, sampah menumpuk dan dapat menyebabkan penyakit bagi masyarakat daerah tersebut.

Dalam artikel ini penulis mengambil contoh masyarakat pesisir Desa Percut, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang. Menurut Anggota Tim Monitoring Pembangunan Desa Percut Muhammad Hidayat, dalam kurun waktu 5 bulan ini ada dua kasus pembuangan limbah ke sungai Percut. Pertama, pembuangan limbah rumah tangga dan industri mengakibatkan tercemarnya air di sungai Percut hingga menyebabkan perubahan warna dan bau pada air sungai. Diduga limbah sampah tersebut banyak berasal dari kota Medan. Dan banyak kegiatan sehari-hari yang dilakukan warga di sekitar daerah sungai Percut seperti mencuci pakaian dan mandi yang dapat menyebabkan air sungai itu tercemar.

Contoh limbah rumah tangga yang dapat mencemari air adalah limbah sabun, detergen, sampo dan bahan pembersih lainnya. Larutan sabun akan menaikkan PH air sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air. Detergen yang menggunakan bahan non-Fosfat akan menaikkan PH air sampai sekitar 10,5-11.

Bahan antiseptik yang ditambahkan ke dalam sabun/detergen juga mengganggu kehidupan mikroorganisme yang ada di dalam air, bahkan dapat mematikan organisme tersebut. Ada sebagian bahan sabun atau detergen yang tidak dapat dipecah (didegradasi) oleh mikroorganisme yang ada di dalam air. Keadaan ini tentu akan merugikan lingkungan. 

Kasus kedua, pembuangan bangkai babi dalam jumlah yang banyak ke sungai Percut. Setiap hari 5 hingga 10 ekor bangkai babi mengapung di sungai Percut. Hal itu terjadi hampir satu bulan lamanya. Diduga, babi itu sengaja dibuang oleh para peternak karena babi itu mati diserang virus Hog Cholera.

Karena hal tersebut banyak orang tidak mau memakan ikan yang berasal dari sungai yang terdapat bangkai babi tersebut. Menurut Muhammad Hidayat ada dua faktor penyebab masyarakat tidak mau mengkonsumsi ikan. Pertama, masyarakat menduga ikan tersebut dijangkiti virus Hog Cholera sehingga jika dikonsumsi manusia maka manusia juga akan terjangkiti. Kekhawatiran masyarakat ini dapat dinetralisir dengan hasil uji laboratorium yang di lakukan di Balai Veteriner Medan, Ditjen Perternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian meyatakan Hasilnya negatif, artinya ikan tidak terjangkit kolera babi dan aman untuk dikonsumsi masyarakat, Jumat (22/11/2019).

Kedua, masyarakat merasa jijik memakan ikan karena air sungai telah terkontaminasi bangkai babi yang terkena virus Hog Cholera. Sebagian besar masyarakat pesisir beragama Islam. Dalam ajaran Islam, babi dinyatakan sebagai najis berat. Tidak hanya masyarakat pesisir, hampir semua masyarakat Deli Serdang dan Medan yang beragama Islam merasa jijik memakan ikan yang berasal dari Percut. Sehingga, pengunjung rumah makan di Percut sepi. Padahal setiap Sabtu dan Minggu rumah makan di Percut dipadati pengunjung dari Medan. Mereka sengaja datang ke Percut untuk memakan ikan segar. Namun sejak bangkai babi itu dibuang ke sungai orang - orang enggan datang ke Percut.

Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengimbau para Bupati/Wali Kota untuk cepat tanggap mengantisipasi penyebaran virus Hog Cholera babi tersebut serta melaporkan temuan kasus ke Posko Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut.

 Dilansir dari cnnindonesia.com, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengingatkan warga agar tidak membuang ternak babi yang mati ke aliran sungai, karena itu melanggar Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Beliau juga menghimbau masyarakat untuk tidak membuang ternak babi yang mati ke sungai atau ke hutan dan segera menguburnya. PPNS akan bekerja sama dengan kepolisian siap menindak siapa saja yang melanggarnya.

Allah Swt memerintahkan kepada kita untuk tidak mencemari lingkungan. Untuk itu manusia dituntut untuk memanfaatkannya sesuai dengan karunia yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka, dengan melestarikannya bukan dengan mencemarinya dan merusaknya, yang akan membawa mudharat bagi dirinya dan makhluk ciptaan Allah SWT, lainnya.

Dalam surat al-Qashash ayat 77 mejelaskan sebagai berikut:

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baik lah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada mu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) Bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Agar dapat mencegah pencemaran lingkungan  harus dimulai dari kesadaran masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan. Kemudian, Pemerintah mengirimkan penyuluh kesehatan ke daerah pesisir. Tujuannya, untuk memberi pemahaman masyarakat pesisir tentang dampak mencemari air dengan limbah rumah tangga. Pemerintah juga harus melakukan pengendalian atau pengawasan yang ketat terhadap oknum-oknum yang membuang limbah sampah sembarangan dengan memberi sanksi kepada masyarakat, baik perseorangan maupun perusahaan yang membuang limbah ke sungai. Sanksi ini diharapkan dapat memberi efek jera bagi mereka sehingga masyarakat lain tidak melakukan tindakan yang sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun