Mohon tunggu...
dade samsul rais
dade samsul rais Mohon Tunggu... Konsultan - Mantan jurnalis, sekarang bergerak di bidang konsultan media

Saya tertarik menganalisis sosial politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Militan

21 Januari 2019   13:46 Diperbarui: 21 Januari 2019   13:56 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya kasih contoh pilkada di Kab Kep Sula Maluku Utara 2015. Kenapa PKS dan partai Islam lain mengusung calon non muslim, sarjana teologi hingga terpilih menjadi bupati. Ke mana Al Maidah 51? Bukankah ayat suci berlaku universal, tidak kasus per kasus atau lokal per lokal? Saya katakan, jangan sampai kita, umat Islam yang menista ayat sucinya sendiri. Demi kemenangan kontestasi politik di suatu wilayah, Al Maidah 51 digaungkan secara massif. Demi kemenangan kotestasi juga, di daerah lain Al Maidah 51 ditinggalkan.

Apa jawaban dia atas fakta yang saya sampaikan? "Itu kan urusan Anda dengan partai itu," jawabnya.  Halooo....ini masalah umat Islam, masalah ayat suci yang menurut saya dijual secara murah, ini masalah  serius umat Islam yang harus sikapi.

Ujungnya, dia mengatakan, akan mengakhiri karena menurut dia (dengan sombongnya), debat dengan saya tidak menguntungkan. "Hahaha....tidak menguntungkan atau kalah data?". Tapi, dia masih tetap menyampaikan kalimat propaganda, "Tunggu 2019, kami yang akan menentukan.", yang saya jawab dengan cengengesan, "oke deh...."

Debat kedua, dengan seseorang pendukung Prabowo, yang saya lihat dari postingannya, sangat kasar, penuh caci maki terhadap kubu lain, serta konten yang dia sebar juga sangat diragukan validitasnya.

Pada satu titik, diskusi kami menyentuh tentang isu PKI yang dia sebut relevan disematkan kepada Jokowi dengan berbagai reason, nan penuh asumsi. Wawasan literasinya tentang komunisme, PKI dan Gestok, terbatas versi Orba. Dia sangat orbais ketika berargumen tentang PKI dan Gestok. Lucunya, dia dulu mengaku aktivis mahasiswa yang menjungkalkan Orba hehehehe.

Dengan lantang, dia menyebut saya sebagai orang yang hanya mengidolakan aktivis-aktivis semacam Adian Napitupulu atau Budiman Sujatmiko. Dia pun dengan nyaring menyebut aktivis yang benar dan menjadi idolanya adalah Ratna Sarumpaet dan Fahri Hamzah.

Ketika saya coba ajak diskusi tentang skenario lain Gestok, di luar versi Orba, dia masih tetap ngotot. Ketika, saya sebut analisis Gestok merupakan mainan CIA untuk menguasai gunung emas di Papua, dia masih menyangkal dengan alasan berbelit-belit.

Ujungnya, ketika saya kemukakan tentang kecurigaan sejumlah analis kedekatan Soeharto dengan Letkol Untung, mulai di Kodam Diponegoro hingga di Jakarta---salah Soeharto sengaja hadir di pernikahan Untung-- dia tetap ngotot. Sebagai bukti Soeharto dekat dengan Untung, saya kirim foto yang menampilkan Soeharto tengah duduk santai dengan Ibu Tien, dan Untung. Saya minta dia berkomentar atas foto itu.

Dan jawaban tak terduga pun dia sampaikan. "Ya wajarlah mereka dekat karena sama-sama komandan batalyon."
What???????????? Akhirnya saya pun tertawa berguling-guling, membaca jawabannya.

Entah gimana nasibnya setelah Ratna Sarumpaet, sang pujaannya ternyata pembual nasional. "Eh Tong...ngapain bawa-bawa tambang di deket pohon nangka itu, aku maklumin deh, ga usah senekat itu." Hohoho.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun