Hanya satu bulan berlatih, aku berhasil meraih medali perak dalam Kejuaraan Tinju Hasanudin Cup 1. Sejak itu, kalau ada kegiatan sparring, aku dihadapkan dengan petinju yang berat badannya beberapa kelas di atasku. Bahkan aku pernah sparring melawan petinju dengan berat badan sampai empat kelas di atasku.
Beberapa bulan kemudian aku diterima kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri sehingga tidak terlalu aktif lagi bertinju. Sebelum aku mengundurkan diri, aku masih sempat tampil lagi dalam Kejuaraan Tinju Arena Coliseum Cup 1 dan berhasil meraih medali perunggu. Saat itu medali emas diraih oleh Dominggus Siwalete yang dikemudian hari beralih ke tinju profesional dan pernah meraih gelar juara IBF Intercontinental.
Sampai saat ini aku tidak tahu persis, mengapa di awal bergabung ke sasana tinju tempat aku berlatih, aku dibuat babak belur seperti habis dikeroyok. Aku hanya menduga, mungkin mentalku sedang diuji. Seandainya setelah babak belur nyaliku ciut, mungkin aku tidak kembali lagi ke sasana itu.
Jika aku tidak kembali lagi, dapat dipastikan bahwa aku tidak akan pernah punya pengalaman jadi atlet. Aku bangga pernah jadi atlet, walaupun belum sampai pada level top atlet.
Demikianlah kisahku secara singkat tentang pengalamanku menjadi atlet. Semoga dapat memotivasi anak-anak masa kini yang ingin menjadi atlet untuk mempersiapkan diri dengan semangat pantang menyerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H