Sebagai contoh, pada masa pemerintahan orde lama dari tahun 1945 sampai dengan tahun 1965 telah terjadi banyak kerusakan terutama kerusakan aspek ideologi yang memberi peluang komunis berkembang di Indonesia. Puncaknya adalah pemberontakan Partai Komunis Indonesia lewat Gerakan 30 September tahun 1965 yang berhasil digagalkan.
Momen inilah yang mendasari dilakukannya renovasi pemerintahan jilid 1, yaitu peralihan kekuasaan dari pemerintahan orde lama kepada pemerintahan orde baru. Melalui Sidang Istimewa, MPRS mencabut mandat dari Presiden Sukarno setelah laporan pertanggung jawabannya ditolak oleh MPRS yang kemudian mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pejabat Presiden.
Dalam perjalanan kekuasaannya dari tahun 1966 sampai dengan tahun 1998, pemerintahan orde baru pun tidak luput dari kerusakan terutama kerusakan aspek ekonomi. Puncaknya adalah penumpukan hutang luar negeri, nilai tukar dolar terhadap rupiah tidak terkendali sehingga menimbulkan gelombang demonstrasi dan kerusuhan dimana-mana.
Momen inilah yang mendasari dilakukannya renovasi pemerintahan jilid 2 yang populer dengan istilah reformasi, yaitu peralihan kekuasaan dari pemerintahan orde baru kepada pemerintahan reformasi, karena Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri dan secara otomatis digantikan oleh BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden.
Setali tiga uang, dalam masa pemerintahan yang menyebut dirinya reformis dari tahun 1999 sampai dengan sekarang kerusakan itu terus berlanjut bahkan diperparah dengan kerusakan moral. Yang paling menonjol dari era reformasi adalah gonta-ganti kepala Negara, bayangkan hanya dalam tempo enam tahun kekuasaannya, sudah menghasilkan empat orang Presiden (BJ Habibie 1998-1999, Abdurrahman Wahid 1999-2001, Megawati Sukarnoputri 2001-2004, dan Susilo Bambang Yudhoyono 2004).
Selain itu pada era reformasi juga sempat mengutak atik Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia lewat amandemen yang masih menimbulkan pro dan kontra. Hasilnya sampai saat ini adalah korupsi dan ketidak adilan yang semakin merajalela sehingga semakin mensengsarakan rakyat kecil.
Arsitek Handal
Fakta sejarah perjalanan negeri ini menunjukkan bahwa ibarat sebuah bangunan, negeri ini sudah berkali-kali mengalami kerusakan dan berkali-kali pula direnovasi. Akan tetapi kerusakan itu bukan terletak pada konstruksi fondasinya dalam hal ini Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 melainkan pada bangunan yang berdiri di atasnya, dalam hal ini aparatur penyelenggara negara.
Sementara itu arsitek yang mendapat kepercayaan merenovasi negeri ini lewat pergantian pemerintahan masih belum menghasilkan perbaikan yang optimal. Tapi biarlah renovasi dalam hal ini reformasi pemerintahan terus berjalan secara sistematis dan konstitusional tanpa harus membongkar konstruksi fondasinya, dalam hal ini Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Karena membongkar konstruksi fondasi Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara, berarti membongkar secara total atau membubarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan wilayah dari Merauke sampai Sabang yang di Proklamasikan oleh Ir Soekarno dan M Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945.
Kiranya hal itu jangan sampai terjadi. Untuk itu marilah kita bekerja sama bahu membahu mempertahankan bangunan lama yang penuh kenangan ini, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibangun lewat pertumpahan darah anak bangsa tanpa membedakan suku, ras dan agama oleh arsitek lama para pendiri Negara, sambil terus mengupayakan mencari dan mimilih arsitek baru yang handal yang dapat mendeteksi kerusakan dan mengupayakan perbaikan secara efektif dan efisien untuk menciptakan stabilitas secara konsisten.