Oleh Rizka Adiatmadja
(Penulis Buku & Praktisi Homeschooling)
Kurikulum kerap berganti membuat kita seakan-akan ada di persimpangan jalan dalam memahami dunia pendidikan. Apakah ini menjadi sinyal ketidakjelasan visi pendidikan atau kegagalan sistem yang tak lagi bisa dimungkiri? Generasi unggul itu seperti tidak muncul, hal yang ada adalah menggejalanya kerusakan demi kerusakan yang menjangkiti generasi.
Dikutip dari melintas.id, pembahasan terkait kemungkinan digantinya Kurikulum Merdeka menjadi Kurikulum Deep Learning semakin serius, disusul dengan pernyataan terbaru dari Abdul Mu'ti sebagai  Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah. Rencana ini menggambarkan niat pemerintah agar ada evaluasi Kurikulum Merdeka dan mengarahkan pendidikan menuju pendekatan baru yang lebih dalam dan berpusat pada keterlibatan siswa secara aktif. (8 November 2024)
Kerangka Sekuler yang Memenjarakan
Problematika pendidikan di Indonesia bergejolak seputar perubahan kurikulum, tidak meratanya fasilitas sarana dan prasarana, sistem zonasi, dan masalah peserta didik. Jaminan bagi para guru agar ada di dalam kesejahteraan pun masih menjadi PR yang rumit.
Terkait pendidikan, memang teramat kompleks permasalahannya, memerlukan penelaahan
di berbagai ruang yang menguatkan penyelenggaraan sistem pendidikan. Indikator keberhasilan salah satunya adalah output pendidikan. Selain problematik kognitif (numerasi, literasi, dan saintek), pendidikan dasar dan menengah negeri ini pun tidak luput dari sejumlah masalah yang sangat erat kaitannya dengan moralitas peserta didik.
Kompleksitas permasalahan tersebut tidaklah luput dari sistem kehidupan yang sekuler. Penyelesaiannya tidak hanya mencakup jalur kognitif, tetapi ketakwaan yang sejatinya harus terbentuk di dalam lembaga sekolah. Namun, hari ini moralitas hanya dipandang sebagai langkah personal semata dan tidak dijadikan kebijakan yang menyeluruh.
Kita bisa melihat ketika ketakwaan tidak dijadikan sandaran dalam pendidikan, betapa banyak peserta didik yang problematik, tidak mengenal adab sebelum ilmu, tidak memahami penghormatan kepada pendidik, tidak mengerti seutuhnya tujuan pendidikan.
Dengan perkembangan dan kecanggihan teknologi, peserta didik pun hanya diarahkan untuk menjadi pekerja semata. Padahal sejatinya bersekolah dan belajar harus bisa memancarkan filosofi keilmuan yang jernih. Sebab, ilmu sebagai pelita kehidupan adalah perkara mendasar yang seharusnya didalami oleh pemerintah.
Berkaca pada Sistem Pendidikan Islam yang Gemilang
Kurikulum pendidikan dalam Islam tentu memiliki karakteristik yang unik dan khas. Semuanya disajikan untuk  melahirkan generasi emas yang berkepribadian Islam. Ketakwaan akan terpancar di diri para peserta didik. Sehingga mereka memahami bahwa ilmu adalah amunisi yang memiliki manfaat untuk kemaslahatan umat.
Pemahaman agama memiliki urgensi penting  bagi peserta didik, selain kecakapan dalam ilmu sains dan teknologi. Peran penting agama sangat utama dalam membentuk pola pikir yang selaras dengan pola sikap. Tentu saja pendidikan seperti ini tidak akan melahirkan intelektualitas yang berani korupsi.
Dalam Islam, negara sangat memahami peran dan kewajibannya sebagai pelayan rakyat. Generasi adalah tonggak utama untuk masa depan negara. Sehingga negara punya upaya integral dalam mempersiapkan masa depan generasi. Lebih fokus memaksimalkan sistem pendidikan yang bermutu dan bersandar kepada aturan Allah.
Pendidikan adalah hak semua masyarakat sehingga merata  dalam penyebarannya. Baik miskin atau kaya, tentu tidak ada perbedaan.  bahwa semua warga, baik miskin maupun kaya, memiliki hak yang sama. Pendidikan yang bermutu adalah upaya negara yang merancang rencana pembelajaran sesuai dengan tingkat pendidikan, membangun sarana dan prasarana yang memadai untuk pelaksanaan belajar mengajar.
Pembangunan sekolah di setiap daerah dikontrol penuh agar  dipastikan semua anak dapat mengakses pendidikan. Sehingga tercapainya kemaslahatan bukan hanya cerita dongeng semata.
Negara pun membangun struktur administratif yang terdiri dari departemen (maslahah), jawatan-jawatan (da'irah), dan unit-unit (idarah) yang memastikan seluruh individu masyarakat bisa mengakses pendidikan secara layak. Struktur administratif negara berperan dalam memeratakan akses pendidikan di tengah masyarakat.
Bukan hanya sistem pendidikan yang layak, tetapi sekolah berkualitas pun bisa diakses dengan mudah dan terjangkau. Tidak akan ada lagi cerita biaya sekolah ditunggak karena mahal. Jika pun pembiayaan cuma-cuma, tetapi kualitas istimewa, tidak akan apa adanya.
Pemandangan pendidikan yang gemilang ini pernah terjadi di dalam sejarah peradaban Islam. Kala itu, Islam menjadi pusat pendidikan yang dicari keberadaannya oleh masyarakat dunia karena berkualitas. Tak sedikit ilmuwan dunia yang lahir dari sistem pendidikan pada masa kejayaan Islam. Mereka adalah para ilmuwan yang tidak hanya menguasai ilmu Islam, tetapi juga cemerlang dalam penguasaan sains dan teknologi.
Mengapa hari ini kita silau dengan pendidikan Barat? Padahal di masa kejayaan Islam, Barat pun mengakui dan mencatat dalam buku mereka jika pendidikan Islam bisa mencerdaskan semua kalangan, terutama umat Islam itu sendiri karena fondasi utamanya adalah akidah Islam.
Tak akan ada dekadensi moral hingga perilaku kriminal, jika Islam menjadi induk sistem pendidikan yang diadopsi secara maksimal. Tak akan ada problematika berkepanjangan tentang generasi rusak yang menumpulkan harapan peradaban. Sebab, mereka akan dibentuk menjadi SDM unggul yang berkepribadian Islam dengan segala pemikiran yang cemerlang.
Wallahualam bissawwab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H