Penulis: Rizka Adiatmadja(Penulis Buku dan Praktisi Homeschooling)
Buruh bernasib lumpuh, tetapi harus berjuang tak mengeluh. UMR yang kerap kali tak sesuai kebutuhan membuat kondisi kian berat seperti terancam sekarat. Kesulitan dan kelelahan kerja yang begitu menguras tenaga, menahan terik matahari atau menanggung beban kerja yang tidak manusiawi.
Problematika krusial buruh yang tidak pernah menyentuh titik solusi adalah perkara upah. Penetapan upah minimum memang sejak awal sudah keliru. Kesalahan tersebut terjadi karena upah untuk buruh penetapannya hanya berdasar pada kebutuhan minimum sehingga nominal yang diterima tidak akan pernah menyentuh kesejahteraan dan keadilan yang seharusnya.
Dikutip dari tirto.id -- Budi Gunawan sebagai Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan, ia meminta agar pemerintah daerah waspada dan selektif dalam menentukan upah minimum provinsi dan  kabupaten. Sebab, penentuan UMP dan UMK tersebut rawan menjadi kebijakan populis bagi pemerintah daerah. (7 Nov 2024)
Kapitalisme Menjadi Akar Masalah dari Simalakama Penetapan Upah
Antara buruh dan pengusaha belum mencapai kata sepakat dalam penetapan upah tahun 2025. Ini erat hubungannya dengan keputusan MK meloloskan mayoritas permohonan dalam uji materi 6/2023 tentang Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), termasuk perihal upah.
Kenaikan upah senantiasa menjadi tuntunan buruh setiap tahunnya. Untuk keputusan MK ini sedikitnya membuat buruh bisa sedikit mengirup udara dengan lega. Sebab, ada ketentuan pengupahan harus berdasarkan Komponen Hidup Layak (KHL) para buruh.
Ketika nominal upah kecil, tentu seperti besar pasak daripada tiang karena pengeluaran yang melambung tinggi, pemasukan dan pengeluaran yang tidak seimbang akan menyebabkan problematika finansial yang fatal. Di pihak lain, kenaikan upah buruh ini menjadi dilema bagi pengusaha. Alasannya, berapa pun nominal yang harus dikeluarkan untuk kenaikan upah, tentu saja akan membebani.
Tambahan upah akan menjadi beban yang berisiko bagi perusahaan karena akan mengganggu efisiensi mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Dalam pandangan sistem perekonomian kapitalisme, buruh menjadi komponen produksi sehingga pengeluaran harus diminimalkan untuk mengurangi biaya produksi.
Perihal upah senantiasa menjadi isu tahunan yang selalu sarat dengan tuntutan dan polemik. Kesalahan paradigma kapitalisme ini akan senantiasa melahirkan dilema dan problem yang susah diselesaikan. Di kala aturan berpihak kepada buruh, pengusaha merasa dirugikan, begitu pun sebaliknya.
Ketika pengupahan disandarkan pada standar kebutuhan minimum pekerja, tentulah kesejahteraan tidak akan terwujud. Sebab, besaran upah seharusnya disesuaikan dengan jasa dan manfaat yang pekerja berikan. Besaran upah harusnya berbeda-beda tergantung jenis, waktu, dan tempat bekerja.