Penulis: Rizka Adiatmadja
(Penulis Buku & Praktisi Homeschooling)
Pemuda adalah harapan bangsa. Pundak mereka menjadi tempat bergantung suatu bangsa. Indonesia memasuki era awal bonus demografi artinya jumlah penduduk berusia produktif (15–64 tahun) lebih besar dibanding usia penduduk yang tidak produktif (65 tahun ke atas).
Namun, apa hendak dikata jika pemuda kita hari ini banyak yang hancur sebelum berkembang, runtuh sebelum berjuang, dan rubuh sebelum bertumbuh. Kerusakan melumpuhkan eksistensi mereka. Banyak pelaku kriminal adalah pemuda bahkan ada yang terkategori anak di bawah umur. Semakin liar dan abnormal. Apa gerangan yang terjadi?
Dikutip dari okezone.com (30/9/2024) – Jajaran Polsek Metro Jakarta Pusat mengamankan 31 pelajar (14–19 tahun). Ditemukan berbagai senjata tajam dan air keras. Jumlah pelajar 31 orang mengendarai 20 sepeda motor. Jumlah tersebut baru sepertiga dari konvoi yang seharusnya, diperkirakan sekitar 60 sepeda motor.
Berita tawuran yang tak kalah mencengangkan, bukan sekadar kenakalan remaja biasa, tetapi perbuatan kriminal yang sudah tidak bisa diabaikan. Dikutip dari detik.com (20/9/2024) – Polrestabes Semarang dan Pemerintah Kota Semarang sepakat untuk melakukan langkah serius agar tawuran antargeng bisa dicegah. Biasanya para gangster (kelompok berandalan di Kota Semarang) saling menantang di media sosial dan tawuran menggunakan senjata tajam.
Kegagalan Sekularisme dan Kapitalisme
Data di atas hanya bagian kecilnya saja dari kondisi dan jumlah tawuran yang semakin marak di kalangan pemuda termasuk pelajar. Jika ditelusuri, kasus tawuran ini memiliki beberapa penyebab.
Di antaranya: ada permasalahan di keluarga, pergaulan yang tidak tertata, lingkungan masyarakat yang tidak serius menjaga, sanksi yang diberikan pun tidak melahirkan efek jera, dan tentunya ini adalah kegagalan pendidikan yang terpampang nyata. Mayoritas keluarga hari ini tidak memahami secara hakikat tentang peranan masing-masing di keluarga. Banyak orang tua yang abai sehingga tidak mampu menjaga buah hatinya dengan penjagaan yang sebaik-baiknya.
Hal yang mereka tahu hanya sebatas mencari materi. Sebab, hal yang dipahami adalah segala sesuatu membutuhkan materi sehingga waktu dihabiskan hanya berkutat di urusan nafkah dan finansial. Momen penting untuk mendampingi buah hati kerap dikesampingkan.
Ya, sekularisme menjadi penyebab kerusakan yang terjadi dan ketimpangan peranan hari ini, tidak mampu memanusiakan manusia. Pendidikan yang berbasis pada pemahaman sekuler tentu akan melahirkan pribadi yang keblinger. Bagaimana tidak, bukankah rem hidup manusia adalah iman dan takwa? Â Hari ini rem dan filter tersebut dijauhkan dari langkah-langkah manusia. Alhasil, yang dituai hari ini oleh kita adalah berbagai bencana moralitas.
Tawuran bukanlah permasalahan parsial, tetapi sistemis. Saat agama dinihilkan dalam mengurusi kehidupan manusia di segala bidang, kehancuran demi kehancuran itu sangat terpampang. Banyak pemuda yang frustrasi karena permasalahan ekonomi. Pendidikan di sistem perekonomian  kapitalisme tidak memiliki tujuan mencerdaskan generasi yang bertakwa, tetapi segala sesuatunya pasti berhubungan dengan untung dan rugi. Sehingga biaya pendidikan melambung sangat tinggi.
Belum lagi krisis identitas yang menjangkiti mereka, pengaruh besar dari media, disfungsi keluarga, semua menjadi hal karut-marut yang semakin menggurita. Untuk memahami tujuan hidup pun mereka bingung akhirnya limbung, banyak yang memilih mengakhiri hidup atau bahkan menghilangkan nyawa orang lain.
Sistem Islam adalah Solusi Integral
Mengapa sistem Islam yang menjadi solusi? Jawabannya, ya hanya sistem Islam yang mampu menangani permasalahan tawuran ini. Sebab, sistem Islam memiliki pendidikan yang khas. Tidak terpisahkan dari akidah Islam sebagai fondasi.
Tujuan dari pendidikan itu sendiri adalah membentuk generasi yang berkepribadian islami. Pola pikir dan perbuatannya islami. Pendidikan di dalam Islam bukan hanya media transfer ilmu semata, tetapi membentuk SDM yang bertakwa.
Kepribadian islami akan melahirkan pola pikir islami yang mencakup pemahaman tentang hukum-hukum Islam seperti wajib, sunah, mubah, dan makruh. Adapun pola sikap yang islami, ini erat hubungannya dengan sikap anak didik yang sesuai dengan hukum Islam di semua lini kehidupan.
Islam mewajibkan setiap orang tua untuk menjalankan pendidikan Islam kepada anak-anaknya bukan sekadar mengandalkan sekolah. Justru orang tualah terutama ibu sebagai sekolah pertama untuk buah hatinya.
Masyarakat yang ada di sistem Islam tentu tidak boleh memfasilitasi kerusakan untuk generasinya seperti yang ia terjadi hari ini. Di mana lahan prostitusi, perjudian, pornografi, miras, dan lain sebagainya begitu terbuka luas. Masyarakat di sistem Islam akan menjalankan tugas utamanya yaitu amar makruf nahi mungkar karena menyadari sepenuhnya bahwa mendidik generasi itu kewajiban bersama.
Akan ada sinergi antara orang tua, guru, masyarakat, ketika pemerintah pun fokus mendidik generasi cemerlang dengan pijakan fondasi Islam. Untuk semua perilaku kriminal, pemerintah harus benar-benar tegas memberikan sanksi agar melahirkan efek jera.
Keberhasilan pembentukan generasi khairu ummah sudah  diawali dan dibuktikan oleh Rasulullah saw. sebagai kepala negara di Madinah. Dilanjutkan oleh Khulafaurasyidin yang terbukti berhasil dan sejarah mencatatnya dengan gemilang. Estafet tersebut dilanjutkan oleh para khalifah berabad-abad tahun lamanya.
Islam yang gilang-gemilang tak menjauhkan ilmu agama dari keilmuan duniawi seperti sains dan teknologi, justru ada integrasi di dalamnya. Tujuannya bukan sekadar mencerdaskan SDM agar punya kapabilitas dalam ilmu dunia semata, tetapi memiliki pemahaman agama dan bisa menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam untuk setiap sendi kehidupan.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman:
"Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan."
(Al-A'rf [7]: 96)
Hanya sistem Islam yang mampu mengentaskan problematika umat termasuk dalam pendidikan. Ketika negara fokus menjalankan Islam secara menyeluruh, tentunya mewujudkan generasi terbaik yang cerdas dan bertakwa bukanlah isapan jempol semata.
Wallahualam bissawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H