Hujan tak berkunjung
Meski sesekali alam terlihat berkabung
Dingin yang tak memberi lindung
Mematahkan kaki hingga limbung
Engkau serupa kemarau
Kita bersama, tetapi tak saling menjangkau
Kering yang memecahkan telapak kaki
Hingga pedih menusuk ulu hati
Engkau adalah kemarau
Yang kulindungi mengitari ratusan risau
Namun, balasanmu serupa tikam
Membuat hatiku pecah dan kelam
Kini kupahami menjangkau kemarau
Melelahkan dan membunuh pukau
Tentangmu selalu ranum doa
Mungkin saatnya kusudahi nelangsa
Ternyata hujan itu abadi di mataku
Rintiknya berbaur dengan sedu
Mungkin sebentar lagi hujan datang
Bukan sekadar dari mataku yang malang
Aku ingin melihat derasnya saat pulang
Hingga kubawa setia ini tanpa meradang
Bersamamu aku telah menjangkau kemarau
Dalam belasan kurun yang tanpa gurau
Aku hanya ingin pulang bersamamu dibawa hujan
Terlalu lama aku merantau mencintai kemarau
Sehebat apa pun kemarau itu
Aku masih berjuang tumbuh
Di antara kering dan meranggasnya pilu
Agar hati yang kubawa tetap sembuh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H