Setiaku seperti butiran arang
Jelaga itu kentara dan aku sempat meradang
Pilu kubawa berlari dengan tangis tragis
Pekan lalu yang kusimpan sebagai catatan kelabu
Percayaku mati
Seketika berhenti
Meski ragaku ada
Jiwa ini seperti ruang hampa
Kuketuk pintu-Nya
Hingga kaki ini bertahan
Bukan menunggu pelukan
Namun, merelakan kepahitan
Aku terluka, matinya sebuah percaya
Kukafani semua dengan kain kesendirian
Kubebat sinar kebencian
Tak apa, sungguh kumaafkan rupa pengkhianatan ...
Sebab, nanti saat aku mati relaku tetap dihitung sebagai bakti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H