Ketika Umur Semakin Senja, Kebijaksanaan Semestinya Bersinar
Dalam tradisi Buddhis, seorang pandita adalah lentera bagi umat, penjaga Dharma yang mengajarkan nilai-nilai luhur kepada generasi muda. Namun, apa jadinya jika lentera itu redup bukan karena usia, melainkan karena bayangan ego yang semakin besar?
Seharusnya, usia tua menjadi ladang panen kebijaksanaan. Seperti pohon beringin yang rindang, ia melindungi, bukan malah merontokkan daun-daunnya karena angkuh merasa lebih tinggi dari pohon-pohon lain. Seorang pandita yang semakin tua seharusnya menjadi cerminan rendah hati, seperti sungai yang semakin dalam semakin tenang alirannya.
Namun, alangkah sayangnya, ada kalanya usia tak membawa bijaksana, melainkan meninggikan rasa memiliki kebenaran tunggal. Padahal, apakah gunanya jubah suci jika hati masih terbelenggu oleh keinginan untuk diagungkan? Apakah manfaat mantra dan sutra jika diucapkan dengan lidah yang dipenuhi keinginan dipuja?
Sungguh, Dharma tidak lahir dari kesombongan. Dharma lahir dari cinta kasih, dari niat tulus untuk membimbing tanpa merasa lebih tinggi. Semoga kita semua, baik yang muda maupun yang tua, mampu menjadikan diri sebagai cermin kebajikan---bukan pantulan keangkuhan. Sebab, ketika lonceng kehidupan berdentang untuk terakhir kalinya, hanya kebijaksanaan dan cinta kasih yang akan menyertai, bukan jabatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H