Partai Golongan Karya yang seringkali disingkat dengan Golkar merupakan sebuah partai yang pernah menguasai aspek elektoral di Indonesia selama 32 Tahun pada masa Orde Baru. Partai ini identik dengan kekuasaan diktator Indonesia yang kita ketahui sebagai Soeharto yang pada masa pemerintahannya, bertanggung jawab terhadap beberapa kejahatan kemanusiaan seperti pembantaian orang yang terafiliasi dan yang terduga terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia beserta organisasi-organisasi sayapnya, Operasi Seroja di mana rakyat Timor-Timur terkena dampaknya, Pembantaian Santa Cruz yang meninggalkan banyak korban sipil Timor-Timur, dan beberapa kejahatan kemanusiaan lainnya.Â
Meskipun begitu, setelah pemerintahan orde baru tumbang, partai ini masih bisa mempertahankan kekuasannya dalam aspek elektoral di Indonesia. Artikel ini akan mencoba mengulas kekuatan Partai Golongan Karya pasca orde baru dan mencoba menghubungkan efek dari parliamentary threshold kepada partai tersebut.
Sebelum kita membahas mengenai hubungan Partai Golongan Karya dengan beberapa hal elektoral seperti parliamentary threshold, dampaknya, dan sebagainya, kita harus mengetahui dahulu apa saja yang akan dibahas dalam tulisan ini, seperti partai politik, fungsinya, dan sebagainya.
Seperti yang kita ketahui, partai politik merupakan sebuah entitas yang selalu ada dan penting dalam adanya pelaksanaan pemerintahan. Partai politik sendiri, dilansir dari britannica.com, merupakan sebuah kelompok terorganisir yang berusaha untuk mendapatkan dan mengerahkan kekuasaan politik. Menurut Schlesinger (1991), partai politik merupakan sebuah kelompok yang terorganisir untuk meraih kuasa akan pemerintahan dalam nama kelompok tersebut dengan memenangkan sebuah pemilihan.Â
Awal dari partai politik itu sendiri hadir dalam bentuk modern mereka berdasarkan partai politik di Eropa dan Amerika Serikat pada abad 19 beserta sistem elektoral dan parlementernya, yang perkembangannya merefleksikan perkembangan dari partai-partai tersebut. Kemudian, dalam konteks Golongan Karya di Indonesia, meskipun seringkali pihak Golkar pada masa orde baru mengelak bahwa mereka bukan partai, dalam definisi di atas, Golkar sendiri merupakan Partai Politik.
Fungsi dari partai politik pun bermacam-macam. Berdasarkan buku Handbook of Party Politics, partai sendiri merupakan sebuah bentuk mekanisme pilihan sosial. Hal tersebut dapat dijabarkan kepada beberapa bentuk, yang terdiri dari representasi masyarakat atau mobilisasi untuk aksi kolektif, pembentukan kekuasaan politik dengan adanya perekrutan dan regulasi kader, pembuatan kebijakan serta alokasi sumber daya, serta menjaga stabilitas politik.
Parliamentary threshold atau electoral threshold merupakan sebuah bentuk ambang batas perolehan suara minimal yang harus dimiliki oleh partai politik dalam sebuah bentuk pemilihan umum untuk keterlibatan penentuan perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD. Di Indonesia, Parliamentary Threshold ini diterapkan pada Pemilihan Umum atau Pemilu pada tahun 2009 yang ditetapkan berdasarkan Pasal 202 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008.Â
Parliamentary Threshold pada saat itu hadir sebesar 2,5% dari suara rakyat Indonesia dan hanya diterapkan untuk perolehan kursi Dewan Perwakilan Rakyat. Pada Pemilu 2014, Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2012, Parliamentary Threshold ini ditetapkan sebesar 3,5% untuk Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk Pemilu pada tahun 2019 dan 2024 ditetapkan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 bahwa parliamentary threshold  pada tahun tersebut adalah 4% untuk Dewan Perwakilan Rakyat
Partai Golongan Karya merupakan partai yang selalu lolos dalam parliamentary threshold pada masa pasca orde baru. Pada Pemilihan Umum Legislatif pada tahun 2009, Partai Golkar memperoleh suara sebanyak 15.037.757 suara dan setara dengan 14,5% suara pemilih pada tahun tersebut. Dengan pencapaian tersebut, Partai Golkar mendapatkan sebanyak 107 kursi yang setara dengan 19,2% kursi DPR pada tahun tersebut. Pada tahun 2014 Partai Golkar mendapatkan suara sebanyak 18.432.312 atau setara dengan 14,75% suara pemilih pada tahun tersebut.Â
Pencapaian ini menghasilkan 91 kursi yang setara dengan 16,3% kursi di DPR. Terakhir, pada Pemilihan Umum Legislatif tahun 2019, Partai Golongan Karya mendapatkan suara sebanyak 17.229.789 atau setara dengan 12,31% suara pemilih pada pemilihan umum tahun tersebut dan karena hal ini, Partai Golongan Karya mendapatkan 85 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat atau setara dengan 14,8% jumlah kursi di Dewan Perwakilan Rakyat tersebut. Data di atas menunjukkan bahwa Partai Golongan Karya, meskipun kadang identik dan disangkutpautkan dengan berbagai kejahatan kemanusiaan yang dilakukan pada masa pemerintahan orde baru, masih dapat bertahan dalam proses elektoral di Indonesia sampai sekarang.
Terdapat beberapa argumen dalam buku karya Dirk Tomsa (2008) yang berjudul Party Politics and Democratization in Indonesia: Golkar in the post-Suharto era yang menjabarkan kenapa partai golkar masih bisa mempertahankan eksistensinya pada masa reformasi. Argumen pertama menjelaskan bahwa Partai Golkar merupakan Partai yang terinstitusionalisasi dengan sangat baik yang dampaknya berasal dari sejarah besarnya sebagai partai yang menghegemoni pada masa Orde baru.Â
Argumen selanjutnya menjelaskan bahwa partai lain selain golkar memiliki kekurangan, yaitu kurangnya institusionalisasi seperti partai Golkar dan tidak bisa memanfaatkan permasalahan Partai Golkar sebagai tonggak kemajuan partai. Partai lain seringkali membangun eksistensi mereka dengan mengandalkan pemimpin karismatik dan penggunaan politik uang terdahulu. Maka dari itu, Partai Golkar dapat mempertahankan eksistensinya sampai sekarang.
Partai Golongan Karya merupakan partai yang dapat mempertahankan eksistensi dan kekuasaannya sampai sekarang. Golongan Karya yang pada masa orde baru merupakan partai yang menghegemoni dan merupakan sebuah wadah agar Soeharto dapat terus berkuasa, bisa menjadi sebuah partai yang sangat kompetitif sampai saat ini. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil pemilihan umum legislatif pada masa reformasi yang mempunyai parliamentary threshold pada tahun 2009, 2014, dan 2019. Pada tahun 2009, Partai Golkar mendapatkan suara sebanyak 14,5%, pada tahun 2014 Partai Golkar mendapatkan suara sebanyak 14,75%, dan pada tahun 2019 Partai Golkar mendapatkan suara sebanyak 12,31%. Data ini menunjukkan bahwa Partai Golongan Karya masih bisa bertahan sampai saat ini dalam proses elektoral.
Argumen yang mendukung fakta tersebut menunjukkan bahwa Partai Golongan Karya merupakan partai yang terinstitusionalisasi dengan baik sehingga dapat mempertahankan kekuasaannya sampai saat ini. Kelemahan partai-partai lain dalam proses institusionalisasi juga menguntungkan Partai Golkar dalam bergabung kembali kepada permainan politik yang ada pada saat ini. Hal tersebut juga lah yang mengakibatkan Partai Golongan Karya dapat mempertahankan kekuasaannya sampai saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H