Zulaiha, waktu nongkrong di kafe dengan teman-teman. Darahku mendidih. Bagimana tidak? Sewaktu aku dan teman- teman nonkrong membentuk sebuah lingkaran di kafe itu. Aku mendengar dan melihat sendiri kelakuan teman yang kau anggap baik sekali. Kau tahu apa yang dia sampaikan tentang dirimu? Dia bilang kau sudah mati rasa, bahkan yang paling parah dia bilang kau perempuan begok yang larut dalam perasaanya sendiri. Dia bilang kau sudah lupa hidup, sehingga tak ada  yang tersisa darimu kecuali denyut nadi dan tulang belulang yang rapuh.
Awalnya aku biasa saja, namun saat dia bilang bahwa kau depresi karena ditinggal nikah seorang pria brengsek bernama Tigor, api membara di kepalaku, seolah sudah memanaskan seluruh keringatku. Bagaimana mungkin darahku tidak mendidih Zulaiha? aku kenal betul pada Tigor, dia bukan laki-laki brengsek! Seperti yang dituduhkan musuh dalam selimutmu itu. Aku juga mengenalmu Zulaiha, kamu tidak mungkin punya hubungan  dengan Tigor kan? Bukankah kamu tahu, kalau Tigor sudah menikah? Apalagi kamu tahu betul, bahwa aku dan kamu pernah saling memadu kasih. Kamu tak mungkin melupakan aku secepat itu kan?
Kutumpahkan segelas kopi yang masih panas ke baju gadis itu. Aku peringatkan dia untuk tidak bicara sembarangan tentangmu atau Tigor. Suasana menjadi tegang.
Perempuan itu histeris, dan teriak sambil berkata dengan keras kalau aku pemuda gila. Aku tak peduli Zulaiha, aku segera pergi dari tempat itu. Masuk kedalam mobil Honda Brio berwarna putih milikku dan mengendarinya di tengah rintik hujan yang amat sendu.
Zulaiha, kamu dimana? Sudah 6 bulan kamu tak kelihatan. Nomor whattsapmu juga selalu centang satu. Instagrammu tak seaktif dulu lagi, postingan-postingan di akunmu sudah bersih. Poto profilmu sudah berganti menjadi gambar kupu-kupu. Tiap hari, aku memantau akunmu di media sosial berwarna magenta itu. Aku juga selalu, melihat notif whatsappku. Mana tahu, sewaktu-waktu kau membalas pesanku. Namun, sudah 6 bulan Zulaiha, sudah beratus bahkan mungkin sudah beribu pesanku, kau tetap ceklis satu. Apa nomormu sudah kau ganti? Kalau iya, kenapa kau tak memberi tahuku?
Aku benar-benar merindukanmu. Karena itu, sewaktu aku melihat Jumi datang ke tongkrongan. Aku curi kesempatan untuk menanyakan kabarmu. Kuira dia teman yang baik  karena dia kan teman akrabmu, mungkin dia tahu dimana kau dan bagaimana kabarmu. Tapi, saat kutanyakan itu. Jawabannya malah di luar logikaku. Berkali-kali dia bilang kamu perempuan stress. Ini sangat menyiksa jiwaku. Aku tak rela, jika perempuan yang kucintai di hina dan dimaki dengan ekpresi kebencian. Apalagi di hadapanku sendiri. Meski pun, hubungan diantara kita telah lama berakhir. Namun cintaku tetap utuh untukmu Zulaiha.
Diperjalanan pulang, saat melewati sebuah gerobak nasi goreng kulihat sahabatmu yang lain sedang memakan nasi goreng bersama Gino. Sahabatmu itu adalah Zahra. Ku hampiri mereka dan kutanya tentang keberadaanmu. Karena, aku pun sudah pernah menghampirimu ke kosmu. Tapi, teman-teman kosmu bilang, selama 6 bulan terakhir kamu tak pernah ke kos itu lagi. Bahkan, aku sudah ke kampungmu. Tapi, tak ada yang mengenal dirimu. Meksipun poto cantikmu sudah kutunjukkan.
Zahra begitu kaget melihatku Zulaiha. Begitu juga Gino. Mereka lalu berbasa-basi dengan menanyakan kabarku. Tapi, aku tak mau basa-basi. Aku ingin tahu dimana keberadaanmu. Langsung kutanya apa mereka tahu kamu dimana? Zahra terdiam dan menunduk. Lalu, ia tatap wajah kekasihnya Gio. Dari wajah kedua kekasih itu, jelas aku tahu kalau mereka tahu keberadaanmu. Â
Lalu, Gio berkata kepada Zahra. Sudah saatnya aku tahu. Dalam benakku, apa yang sebetulnya kalian sembunyikan dariku? Dengan perlahan Zahra bercerita kalau kau sekarang sedang di rumah sakit jiwa. Dia bilang, ibu tirimu telah mengaggapmu gila dan membawamu ke rumah sakit jiwa. Bahkan Ketika kamu sudah teriak-teriak kepada ayahmu bahwa kamu waras dan masih berpikir jernih. Tapi kamu tetap dibawa kesana. Zahra juga cerita bahwa selama dua tahun memadu kasih denganku kau sebetulnya tak mencitaiku. Kau dan Tigor sebetulnya saling mencintai. Kalian sudah saling kenal bahkan jauh saat aku belum masuk dikehidupan kalian berdua.
Zahra cerita, setelah musibah bernama covid-19 memisahkanmu dan Tigor. Sehingga, selama dua tahun kalian tak pernah jumpa. Lalu, saat kalian dipertemukan lagi di kampus. Rasa-rasa dianatara kalian muncul kembali. Namun, karena aku sudah terlanjur mengatakan ke Tigor bahwa kamu adalah sasaranku. Tigor menjadi diam dan berlagak seolah tak mengenalmu. Zahra dan Gino bilang, kalau kau menerima cintaku dua tahun lalu juga karena paksaan dari Tigor. Ditambah orangtua Tigor telah menjodohkannya dengan seorang perempuan berjilbab panjang anak  seorang Kyai.
Saat kau dan aku bukan lagi sepasang kekasih. Tigor pun menikah dengan perempuan pilihan ibunya, aku datang waktu itu dipernikahnnya. Kau juga Zulaiha, aku ingat betul. Matamu berlinang dan berkaca waktu itu. Saat kutanya kamu kenapa. Kamu malah bilang, matamu kelilipan. Jadi, ini alasan mengapa matamu berkaca waktu itu, Zulaiha?
 Mengapa kau dan Tigor tak jujur saja padaku Zulaiha? Kalian kini menempatkan posisiku menjadi seorang penjahat di kisah cinta kalian. Aku tak masalah, jika kisah cintaku hanya sepihak. Bagiku kebahgiaanmu adalah nomor satu. Jika aku tahu, bahwa selama dua tahun hubungan kita kau tak Bahagia. Aku tak mugkin mengungkap kan perasaan itu padamu Zulaiha. Aku lebih suka, kita menjadi sahabat dibandingkan aku dan kamu menjadi asing.
Aku lalu bertanya apa Tigor tahu kalau kamu ada di rumah sakit jiwa. Zahra dan Gio bilang tidak. Karena Tigor sudah pergi ke kota istrinya. Barangkali Tigor sudah ikhlas dengan takdirnya. Pertanyaanku selanjutnya kepada sepasang kekasih ini adalah mengapa ibu tirimu sampai hati mengirimmu ke rumah sakit jiwa? Zahra bilang itu hanya trik agar kamu tersingkir. Sebab kamu adalah putri satu-satunya dari ayahmu. Lantas, mengapa ayahmu setega itu. Hingga percaya kalau kamu gila Zulaiha?
Rupanya.setelah pernikahan Tigor. Kamu sering diam dan melamun. Sehingga kamu sulit untuk fokus. Hal itu menjadi alat buat ibu tirimu untuk bisa memasukkanmu ke rumah sakit jiwa. Saat, ibumu menyuruh kamu mengambil pisau. Waktu itu, tepat di depan ayahmu. Ibu tirimu teriak-teriak meminta tolong. Seolah kamu akan membunuhnya.
Aku tak menyangka begitu banyak kabut hitam menimpa hidupmu Zulaiha. Aku segera ke rumah sakit jiwa yang Zahra dan Gio sebutkan. Saat tiba di gerbang, dua orang satpam berseragam hitam menghentikanku. Mereka bilang, aku tak bisa berkunjung. Karena sudah malam dan hari ini bukan waktu untuk berkunjung. Jika menunggu besok aku tak bisa Zulaiha. Sebab, besok aku sudah harus berangkat ke Jepang untuk menyelesaikan studi S-2ku. Maka segera kutuliskan surat ini kepadamu Zulaiha. Menggunakan pena berwarna biru pemberianmu yang setiap saat aku bawa  di saku celanaku.
Kutitipkan surat ini pada dua satpam itu. Bersama sebungkus siomai kesuaanmu yang kubeli  saat perjalanan kesini. Satu hal yang harus kamu tahu Zulaiha. Aku mencintaimu dengan tulus. Aku juga akan mengirim pengacara untuk menuntut ibu tirimu.dia harus menerima balasan atas perbuatan kejinya itu.  Agar kamu juga bisa bebas dari penjara yang mungkin sudah membuat mentalmu yang tadinya hanya luka biasa, menjadi luka yang amat dalam. Sehingga kamu benar-benar terasa jadi gila. Sabar ya Zulaiha, setelah dari sini. Aku akan langsung menghilangkan kabut hitam itu dari hidupmu. Aku pun akan pergi menemui ayahmu dan membuat dia sadar betapa konyolaya dia telah dibodohi oleh istri mudanya. Aku pun akan pastikan bahwa teman seperti Jumi tak kau dapatkan lagi. Sebab dari ekpresinya saja aku bisa tahu. Dia bukan teman yang baik untukmu. Kalau mau, aku juga akan membujuk Tigor agar dia menceraikan istrinya dan menyatukan cinta kalian yang tak kunjung bersatu.  Zulaiha, hari esok saat kau membuka mata. Aku akan pastikan kebahagiaan menyelimuti hidupmu.
Salam dari Irgi orang yang akan selalu mencintaimu.
Jakarta, 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H