Mohon tunggu...
Rahmi Yanti
Rahmi Yanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pengalaman adalah cerita-cerita di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Selesai Tuan

15 Juni 2024   13:26 Diperbarui: 15 Juni 2024   14:51 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Tuan, akhirnya aku bisa menyelesaikan cerita bersambung yang singkat tentangmu. Tentang Naza dimata Zahra seperti apa. Akhirnya aku bisa sampai disini. Pembacaku bertanya, apa akhir dari cerita Naza dan Zahra? 

Maka,  kujawab  cerita mereka belum pernah dimulai. Karena memang betul kan tuan? Kita tak pernah memulai cerita apa pun kan*

Tuan, di hari kamis. Belum turun hujan atau gerimis. Aku pergi ke sebuah warung di depan kampusku. Niatku adalah untuk makan. Sebab tuan, ini sudah pukul 10 pagi. Aku belum makan sedari tadi. Perutku sudah keroncongan. Aku bawa nasi dari rumah, tapi tak punya lauk karena aku berangkat pagi-pagi buta,  belum sempat aku memasak. Jadi, kuputuskan untuk memesan mie di warung itu sebagai laukku. 

Setelah kupesan, aku duduk memandangi jalanan. Sungguh cuaca kelihatan baik-baik saja. Namun memang agak sendu. Lalu, tak sengaja mataku mengarah pada seorang perempuan berkerudung hitam di seberang sana. Rasanya, wajahnya tak asing. 

Tak sadar, mataku mengarah kemana gadis itu pergi. Dia, mengarah kepada sebuah sepeda motor yang ada tepat di seberangku,  di depan halte itu. Aku penasaran, siapa laki-laki yang akan ia temui. Karena sepertinya, aku kenal dengan perempuan itu. Dia Amel, kekasihmu  tuan. Tadi, kupikir laki-laki itu ayahnya. Tapi..

Tapi, Kasihan Aku tuan. Ternyata laki-laki itu adalah kamu tuan. Blukkk... Seperti ada sesuatu yang memukul dadaku. Sehingga, tiba-tiba aku tak bernapas. Mulutku ternganga tuan. Kenapa aku harus melihat pemandangan ini? dan kenapa rasanya sesakit ini tuan? Bukankah sebelumnya aku tahu. Kalau kamu dan Amel memang punya hubungan? Lalu, apa yang kualami hari ini? 

Kulihat kau dan perempuan itu bercanda gurau, saling tertawa bahagia. Apakah tiada rasa malu lagi yang kau punya tuan? Sebab, ini bukan tentang perasaanku. Aku tak peduli kau tahu aku atau tidak. Tapi, ini tentang Tuhan kita tuan. 

Ini masih pagi tuan. Cuaca, juga tak seburuk itu. Kendaraan masih banyak tuan. Lalu, kenapa kamu dengan senyuman lebar memboncengnya di sepeda motormu? Apakah kalian sudah halal tuan? Atau, apa kau memang tak punya rasa malu lagi tuan? 

Tuan, di sebuah kotak berwarna magenta kau berkata bahwa perempuan harus menjaga Marwah. Lalu, dengan perasaan bahagia dan senang kulihat kau sudah merobek-robek  Marwah dari seorang wanita tuan. 

Saat kau baca ini, pasti kau bilang aku sok alim. Tidak tuan! Aku juga pernah dibonceng yang bukan mahramku. Tapi tuan, aku ingat betul itu terjadi karena keadaan yang amat darurat. Dimana tak ada yang bisa mengantarkanku pulang selain teman laki-lakiku. Karena hari sudah malam dan tak ada kendaraan yang lewat. 

Aku terpaksa! disepanjang jalan aku terus beristigfar kepada Allah. Jangankan untuk tertawa seperti yang kau lakukan. Aku bahkan tak berani bicara. Disepanjang jalan, aku meminta kepada Allah. Agar aku dijauhi dari fitnah keji manusia.

Lalu, kulihat kau bersama wanita itu tertawa gembira. Tiada perasaan bersalah di matamu. Satu-satunya pikiran positif di kepalaku waktu itu. Mungkin kau dan Amel memang sudah menikah.

Maka tak panjang lebar, Aku langsung mundur. Mana mungkin aku masih berharap kepada suami orang? Jika kamu dan dia belum menikah, mana mungkin aku memperjuangkan laki-laki yang sudah mengajak wanita lain berbuat dosa? 

Kau bilang tuan.  Hal yang kau benci adalah berzina. Di depan mata kepalaku sèndiri, kau sudah mendekati zina. Maka, terjawablah seluruh pertanyaanku  tentangmu tuan. Akhirnya Allah, memberikan jawaban yang kutunggu. 

Dengan hati yang teriris kubilang kepada ibu warung itu, untuk membungkus mienya. Karena aku sebetulnya tak selera lagi untuk makan. *

Kamu tahu tuan? Setelah itu, aku jualan dan tak   kuhiraukan apa yang barusan kulihat.  Mulai dari waktu itu, bagiku aku tak mengenalmu. Tak ada cerita diantara kita. 

Maka saat sore, Si Amel lewat dari depan jualanku. Dengan gaya peciccilan dia bercerita dengan teman disampingnya. Barangkali dia kira aku tak mengenalnya. Atau, dia memang sengaja seperti itu, karena kudengar dia sedang antusias menceritakanmu tuan.

Aku  menarik napas dalam. Karena aku, kau, atau pun Amel. Aku tak mengenal kalian sama sekali. Maka kuputuskan untuk tak ikut campur dalam hidup kalian. Kubuang setiap masa lalu. Kuhapus chat Amel yang melabrakku waktu itu. Dan, kuhapus setiap cerita yang pernah kita bagikan bersama tuan. Setiap sinyal-sinyal yang sama sama kita kirimkan.

Aku, kembali menjadi Zahra Zakiatunnisa yang tak punya perasaan apa pun dengan siapa pun. Maka melihat Amel waktu itu, perasaanku biasa saja.*

Tuan, bacalah ini hingga akhir! Karena ini yang terakhir aku menceritakan tentangmu. Maka, tulisanku kali ini agak panjang. Jadi, kuharap kau membacanya hingga selesai. Bila tidak pun, sebetulnya aku tak merugi.  *

Tuan, waktu itu aku dan teman-temanku sedang mempersiapkan acara kajian spesial Palestina. Kudapatkan kabar, kalau Ifan temanku di pecat sebagai marbot di masjidnya. Bisa kurasakan bagaiamana hancurnya hatinya, sebab kutahu dia sudah menganggap masjid itu sebagai rumahnya sendiri. 

Malamnya, aku mengabarkan dia agar dia menjadi moderator diacara itu. Lalu, seperti biasa leluconnya tak ketinggalan. Hanya saja, kurasakan bahwa dia sedang menanggung masalah yang berat. Maka, tak basa-basi kuberi langsung dia semangat tuan. Sebab, dikala aku susah, dia ada untukku. Maka, ini saatnya aku sebagai teman ada untuknya. *

Tuan, aku berhenti jualan. Karena aku semakin dekat dengan kelulusan. Kuputuskan untuk pergi mencari skill lain. Dan, Soal lulus aku mencoba tenang! Aku percaya setiap halangan yang Allah beri akan bisa kulewati. Cepat atau lambat cuma perkara waktu. Aku hanya perlu bersabar.  

* 

Tuan, malam minggu sebelum organisasi yang kucinta mubes. Aku dan seluruh pengurus inti makan malam di sebuah warung anak muda. Sebelum itu, aku lihat Ifan sangat akrap dengan perempuan lain. Ya, itulah Ifan! Dia memang akrab dengan siapa pun. Semua orang yang ada didekatnya, merasa spesial dibuatnya. 

Syukur saja, aku mengenalnya. Kalau tidak, mungkin aku akan kepincut dengan auranya yang membawa kebahagiaan.*

Saat musyawarah besar organisasi kami tuan, malam hari ketkka Ifan yang memimpin sidang itu sedang lelah-lelahnya di serang habis-habisan oleh dinamika yang banyak drama. 

Kawanmu Hanif  datang,  seketika ekpresiku menjadi tak enak. Karena ada kenangannmu di wajahnya, itu pun  di dekatku. Dulu aku membenci temanmu ini, sekarang aku muak denganmu tuan. Lalu, aku sadar lagi. Sungguh, tak ada gunanya aku bersikap seperti ini. Diantara kalian tak ada yang bersalah. Hanya aku dan semua kebodoohanku. 

Maka dengan sigap kusapa Hanif, beberapa kali kami bercerita. Lalu, karena memang tak biasa saling bicara. Kami diam!*

Bersamaan dengan kebebasanmu menjadi burung yang sekarang terbamg bebas. Aku tengah duduk di sebuah kursi dekat jendela. 

Di depanku ada sebuah komputer merek lama. Cahaya  senja, menembus kaca jendela itu. Mengenai sebagian tubuh komputer itu. Sementara jariku, tengah menari-nari di keyoboard komputer itu. Aku menuliskan sebuah puisi*

"Zahra, selesai itu.  Kamu kerjakan ini!." Ucap bossku sambil  meletakkan map plastik berwarna hijau di depanku. 

Sialan, bagaimana aku akan wisuda kalau proposalku saja tak pernah kusentuh? Aku sibuk menyentuh berkas-berkas perusahaan ini. Tapi, mau bagaimana lagi. Aku dan keluargaku butuh makan. *

Tuan, setelah sekian lama. Penantianmu dan orang-orang yang kamu sayangi untuk kamu terbang bebas di alam sana. Ku dengar kau akan menikah! Menikahlah tuan! Janga lama-lama pacaran dengan dia! Pacaran secara halal saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun