Mohon tunggu...
Rahmi Yanti
Rahmi Yanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pengalaman adalah cerita-cerita di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Besok Pesta Demokrasi

13 Februari 2024   20:18 Diperbarui: 13 Februari 2024   20:32 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Memangnya kenapa kalau aku golput? Itu sama aja kan. Siapa pun prisidennya.  Yang sengsara pasti rakyat kaya kita" ucap seorang laki-laki paruh baya. Selama hidupnya,  ia hanya pernah mencoblos sekali saja. Padahal, sudah beberapa kali pergantian presiden. 

"Ada dong Kek, satu suara dari kita itu bisa menentukan masa depan bangsa lima tahun ke depan " Sahut Asrul. Cucu laki-lakinya yang berusia 21 tahun. 

"Kamu anak muda mana tahu apa-apa. Kakek sudah merasakan bagaimana pemilihan umum itu. Kecurangan dimana-mana. Politik uang beredar. Termasuk fenomena pendukung antar paslon yang saling menjatuhkan satu sama lain. Sehingga, membuat Kakek muak dengan drama politik itu" 

"Itu dia Kek, makanya kita perlu untuk riset dan pelajari paslon mana yang harus kita pilih. Biar gak asal pilih"  kata Asrul lagi.

"Srul, Kamu masih bocah kemaren.  Kakek tahu bagaimana permainan politik di luar sana. Bagaimana pun kamu meriset, belajar tentang berbagai paslon. Nyatanya, siapa pun yang menang. Mereka bakalan berbagi kursi di atas sana. Sedangkan, rakyat biasa seperti kita hanya dimanfaatkan untuk memenangkan mereka. Huuu... Kakek tidak mau itu"

"Kek, kalau pikiran kakek kaya begini. Bangsa ini kapan majunya?" ucap Asrul. 

"Kamu anak muda sok tahu!"

"Kakek yang sulit mengerti"

"Halahhh... jangan-jangan kamu memang di kasih uang sama caleg. Ngaku aja!" 

"Kek, Asrul cuma mau ngasih tahu. Kalau golput itu gak baik. Suara kakek itu sangat menentukan siapa yang akan memimpin kita. Pantasan, negara kita gini-gini aja. Ternyata ada yang berpikir seperti kakek" 

"Kalau semua berpikir kayak Kakek, tidak akan ada pemilu lagi" ujar Kakeknya. 

*

Sekarang, Asrul tengah berada di sebuah cafe.  Ia sedang bersama dua temannya. Namanya Adly dan Faris. Seperti biasa, ketiga teman itu selalu menghabiskan waktu disana. 

"Aku heran negok kakek, dia ngotot banget buat golput" ucapnya.

"Barangkali kakekmu, pernah mengalami trauma dengan pemilu. Hehehe" jawab Adly. Lalu disrputnya,  mocca late yang ada di hadapannya. 

"Gak papa, pelan-pelan dulu bilangin ke kakekmu.  Biar ilmunya masuk" jawab Faris. 

"Masalahnya kalau sampai besok, kakek tetap mau golput kan sayang suaranya."

"Nggak! Kan masih ada hari esok. Pokoknya terus aja kasih wejangan ke kakekmu."ucap Faris. 

"Esok kapan? Lima tahun lagi?" Kata Adly. 

"Ya, lusanya"

"Kan pemilu besok Faris" ucap Adly dan Asrul serentak. 

"Besok? Bukannya masih lama yah" katanya. 

"Astaga..." Adly dan Asrul serentak. 

"Besok kan valentine hari  kasih sayang. Kok malah pemilu, gimana ceritanya?" Serunya. 

" Faris, yang benar saja kamu. Masa, Kamu gak tahu tanggal  pemilu," kata Asrul. 

"Ini mah, lebih tulalit dari kakek" seru, Adly. 

"Aduh... Kalau gini mah, aku gak tahu mau pilih siapa. Aku golput aja deh" ucap Faris. 

"Yang bener aja, rugi dong!"

"Udah, Kamu kan punya hp. Riset dari malam ini. Ingat! pikirin mateng-mateng. Tentang, siapa pemimpin yang paling pantas dan paling baik untuk memimpin negeri. Jangan sampai golput, Masih muda masih golput. Rugi dong!" Ujar Asrul.

*

"Selamat pesta demokrasi untuk seluruh penduduk konoha. Semoga pemilu terlaksana secara rahasia, jujur dan adil" suara dari sebuah kotak radio kecil terdengar di kamarnya. 

Anak kecil, berusia 7 tahun itu langsung berlari menuju ibunya. 

"Mak, pesta demokrasi itu apa?"

"Pesta memilih pemimpin negara"

"Pestanya kapan?" 

"Besok Asrul."

"Aku diundang Mak?"

"Kamu kan masih anak-anak. Mana bisa memilih." Ucap Ibunya. 

"Yaaahhh... gak bisa dapat uang dong" katanya. 

"Pesta demokrasi itu gak dikasih uang" ucap Ibunya.

"Kata kakek, banyak uang"

"Kakekmu gak pernah ikut pesta demokrasi"

"Kenapa?"

"Nanti, kalau kamu dewasa kamu pasti tahu."*

*

Kini pukul 23.00, mata Asrul masih sulit terpejam. Ia tak sabar untuk ikut memilih. Ini adalah pesta demokrasi pertamanya.  Ia masih memikirkan bagaimana caranya mengajak kakeknya ke tps dan menyumbangkan suaranya. 

Ia juga masih berpikir, ucapan  Almarhum ibunya. " Mak, Aku sudah besar. Tapi aku belum paham. Kenapa kakek gak mau ikut pesta demokrasi " batinnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun