Mohon tunggu...
Rahmi Yanti
Rahmi Yanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pengalaman adalah cerita-cerita di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Izin Bicara Pak!

6 Februari 2024   21:26 Diperbarui: 6 Februari 2024   21:26 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami mengajar seharian tanpa digaji.  Kami menggantikan guru piket, kami menjadi guru Invalen,  dan kami juga membantu para guru terkait teknologi yang berkembang di keguruan. Lantas apakah itu bukan kontribusi?

Kenapa bagi orang-orang elit, hanya uang yang bisa menjadi kontribusi? Kami sudah banyak rugi,melakukan magang ini. Rugi diwaktu, rugi di dompet juga. Semtara ilmu yang kami dapat, hanya hasil otodidak. 

Kenapa tak ada simbiosis mutualisme,  di sekolah ini? Kenapa hanya pihak sekolah elit ini yang diuntungkan.  Sementara kami, ditekan habis-habisan. Eh, maksudnya Aku. Sembilan temanku mungkin tidak tertekan, karena uang segitu bagaikan uang sepuluh ribu di mata mereka.  

"Maaf Bu, Uang itu dibuat untuk apa?" Kataku, waktu di ruang kepala sekolah seminggu yang lalu. 

"Untuk buat walpaper ruangan ini" jawab kepala sekolah. 

"Bukannya..." belum siap Aku bicara Sembilan temanku melototi ku dengan tajam. Mereka memberikan kode agar aku tidak melawan.  

"Ma, ini itu gak wajar tahu nggak. Masa uangnya buat walpaper ruang  pribadinya. Emannya sekolah tak punya dana. Sampai harus diminta sama mahasiswa magang?" Ucapku dengan kesal. Waktu itu aku dan Salma,  sedang berdua di kantin.

Diantara sembilan teman sekelompok magang ini Aku hanya di dengar oleh Salma. Itu pun jika, Aku dan dia hanya berdua saja. Jika kami sepuluh bergabung,  Salma sama saja dengan yang lain. 

"Sabarin aja Ya, nanti kalau kita mempertanyakan. Malah kita yang disalahkan" Ujar perempuan itu. 

Aku terdiam kesal, memikirkan kenapa Tuhan harus mengirimku ke  tempat ini? Aku tidak cocok sama sekali disini, rasanya napasku sesak setiap hari berada di tempat ini. 

"Kalian bayangin deh, kalau kita yang buatin walpaper pribadinya.  Terus, uang dana alokasi buat sekolah dikemanakan? Berarti kepala sekolah itu kan berpotensi buat korupsi " Aku terus-terusan bicara dengan sembilan temanku itu. Tak peduli, mereka mau mendengar atau tidak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun