Gerakan ini hadir karena kesadaran akan agama yang tinggi diantara masyarakat. Orang-orang yang berada di dalamnya percaya bahwa mereka seagama dan merupakan saudara seiman dan setakwa. Ini adalah sebuah afirmasi positif dari perilaku beragama serta kesadaran beragama yang baik. Disinilah psikologi agama hadir, sebagai cabang ilmu psikologi yang mengkaji perilaku keagamaan seseorang dengan kondisi psikologisnya, atau kondisi psikologisnya dengan perilaku beragamanya.Â
Banyak sekali isu yang penting untuk dikaji dalam mata kuliah psikologi agama, apalagi setelah kita mengetahui bahwa fitrah manusia adalah makhluk yang beragama, lalu kenapa masih banyak manusia yang melakukan penyimpangan-penyimpangan yang bahkan terkadang diluar nalar dan logika.Â
Sebut saja, pemerkosaan yang dilakukan Bayu Azi Anwar, seorang pimpinan pondok pesantren di daerah Semarang, yang memperkosa santriwatinya dengan iming-iming memberikan beasiswa melanjutkan perguruan tinggi. Kasus ini, tentu menarik untuk dikaji. Karena pelakunya hadir dari seorang pimpinan pondok, yang dalam masyarakat dianggap agung, berilmu khsususnya ilmu agama. Ia tentu tahu ilmunya bahwa memeprkosa seorang wanita yang bukan mahram khususnya dalam agama islam adalah haram. Lalu mengapa ia, sekelas pimpinan pondok melakukan hal keji yang demikian? Jangan-jangan ia sedang dalam keadaan tidak sadar, jangan-jangan tingkat kesadaran beragamanya masih rendah.Â
Hingga tindakan keagaman dianggapnya hanya sebuah ritual biasa, karena itu ajaran-ajaran agama yang diketahui dan diperolehnya hanta lewat saja. Sebatas tahu, sebatas mengajarkan kepada orang lain . Sementara ilmu itu, tidak ia serap kedirinya. Inilah urgensi psikologi agama, psikologi merupakan ilmu yang mengkaji alam sadar dan alam bawah sadar manusia meliputi jiwa (ruhnya) bahkan nafsnya. Kita juga bisa menyebut bahwa psikologi agama merupakan ilmu yang mempelajari kesadaran beragama seseorang. Dimana yang menjadi persoalan pokoknya adalah kajian terhadap tingkah laku keagamaan seseorang. Di dalam buku psikologi agama karya Redmon dan Juharah mengatakan bahwa agama merupakan naluri atau menurut fitrahnya manusia adalah homo religion, atau homo dividian (makluk yang bertuhan) karena pada hakikatnya manusia mempercayai adanya Tuhan yang maha kuasa. Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang tidak mempercayai Tuhan? Apakah ada kondisi psikologis seseorang itu, hingga membuatnya tidak percaya dengan Tuhan? Ya, inilah sebabnya mengapa psikologi agama sangat penting untuk dipelajari.Â
Selain itu, sebagai calon tenaga pendidik, khususnya tenaga pendidikan agama islam tentunya mempelajari psikologi agama sangatlah penting. Karena setelah menjadi guru nanti, kita akan dihadapkan dengan berbagai problem dan persoalan yang ditemui saat mengajar. Hal tersebut bisa kita temui pada siswa, atau pun kita temui dalam lingkungan sekolah. Bahkan banyak persolan yang akan kita temukan di lingkungan masyarakat. Contoh konnkretnya bagaimana kegiatan-kegiatan keagamaan berpengaruh terhadap motivasi serta semangat belajar siswa. Bagiamana juga perilaku kenakalan siswa yang merupakan akibat dari perilaku kurangmya reaksi keagamaan (amaliyah).Â
Referensi/ Sumber:
 Nur Rahma, Psikologi Agama, Surabaya: (Jakad Media Publishing, 2020 )
Redmon dan Juharah, Psikologi Agama, (Bandung: Widna Bakti Persada, 2020)
 Yusron dan Irwansah, Psikologi Agama, (Jakarta : Tunas Gemilang Press, 2020)
 https://youtu.be/g-rpRulmXRU?si=KA9xo2VllMgY2e7X
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H