Mengenal Generasi Z si Mental TempeÂ
Kepedulian beberapa orang terhadap kesehatan mental, kini sudah tidak tabu lagi didengar oleh masyarakat awam. Kesehatan yang tidak melukai fisik manusia ini sering menuai kontroversi. Berbagai macam respon timbul kala mendengar istilah itu. Tak jarang juga isu kesehatan mental dikaitkan dengan salah satu generasi.Â
Generasi merupakan label atau julukan bagi sekelompok orang yang lahir pada periode waktu tertentu. Periode waktu dari masing-masing generasi tidak menentu, hal ini terjadi karena periodisasi generasi dilihat dari keadaan pada saat itu. Sebagai contoh, bagaimana generasi baby boomer dikategorikan bagi mereka yang lahir dari tahun 1946 hingga 1964. Periode dan penamaan generasi ini karena pada saat itu, jumlah kelahiran mengalami peningkatan dan periode berakhir ketika angka kelahiran menurun.Â
Generasi Z merupakan label bagi orang yang lahir dari tahun 1997 hingga 2012 yang berusia 12 sampai 27 di tahun 2024. Generasi ini banyak mendapat julukan dari generasi-generasi sebelumnya. Dianggap lemah dan bermental tempe, tetapi generasi muda penerus bangsa ini tidak tinggal diam.Â
"Menurutku julukan mental tempe terbentuk dari konstruksi sosial generasi di atas kita yang dari awal sudah punya standar tertentu soal menghadapi tantangan itu harus kayak gimana, hal yang belum dipahami adalah tantangan di setiap zaman itu berbeda". Jelas Astri (19) Mahasiswa. Â
Generasi Z si Peduli Kesehatan Mental
Dikutip dari laman ITS, Profesor Universidade Federal do Rio Grande do Sul, Christian Kieling, MD. PhD perkiraan peningkatan depresi yang dialami remaja memiliki peningkatan 10-20% setiap tahunnya. Menurut catatan WHO pada tahun 2019, sebanyak 15,6 juta dari 300 juta orang yang mengalami depresi berasal dari Indonesia. Banyak faktor menjadi pengaruh dari peningkatan indeks ini diantaranya perundungan di lingkungan sekolah, hubungan dengan keluarga dan teman, trauma masa kecil hingga faktor berbahaya lainnya.Â
Sebagai generasi digital native atau generasi yang tumbuh di era digital, gen z dianggap peduli terhadap kesehatan mental. Hal ini yang menjadi alasan gen z selalu dikaitkan dengan isu mental. Faktor yang ditimbulkan oleh perkembangan teknologi tidak hanya baik untuk mendukung kehidupan bermasyarakat. Tetapi ada pula faktor negatif yang akhirnya membuat generasi ini menyadari pentingnya menjaga kesehatan mental di era digital. Berdasarkan data yang dijelaskan WHO, tingginya angka bunuh diri pada usia 10-39 tahun, dimana usia tersebut didominasi oleh Gen Z. Kesadaran akan kesehatan mental ini dianggap sebagai salah satu cara untuk mengurangi tingginya angka bunuh diri pada remaja hingga usia muda.Â
Saat ditanya tentang pentingnya kesehatan mental Astri menjawab bahwa menjaga kesehatan mental itu penting karena dengan menjaga means you're aware that you're human being healthy as a human! being healthy as a human means kamu bukan cuma sehat secara fisik tapi mental juga. Selain itu, semenjak lebih perhatiaan sama kesehatan mentalku i feel like i live my life better.Â
Tantangan dan Solusi Gen Z Terhadap Stereotip Masyarakat
Keterbukaan ini juga membuat Gen Z mengambil aksi nyata untuk mendukung dan menyebarluaskan pentingnya kesehatan mental, yaitu dengan memprakarsai kampanye-kampanye dan gerakan sosial. Inisiatif ini digagas agar masyarakat tahu gejala-gejala kesehatan mental yang terganggu, mencegah terjadinya gangguan mental dan kesadaran untuk mengobati gangguan mental.Â
Bukanlah perjalanan yang mudah untuk bisa menyadarkan semua orang dan generasi mengenai pentingnya menjaga kesehatan mental. Di kalangan generasi mereka sendiri pun banyak ditemukan tantangan. Saat ini, tuntutan akademik dan karir yang bagus menjadi beban yang memiliki bobot cukup besar di pundak Gen Z. Ketakutan akan bagaimana masa depan tidak memiliki kepastian membuat banyak anak muda merasa tidak perlu memikirkan kesehatan mentalnya dan berfokus pada kehidupan masa depan mereka. Hal ini sangat disayangkan mengingat salah satu faktor tingginya angka depresi berada pada usia remaja.Â
Selain tuntutan dari pihak luar, faktor tantangan terbesar selanjutnya adalah dengan diri sendiri. Gen Z dihadapkan dengan majunya teknologi yang memungkinkan mereka dapat melihat apa yang sedang terjadi pada dunia. Begitu juga mereka dapat dengan mudah mengakses pencapaian-pencapaian milik rekan-rekan seusia mereka. Dari sana timbul berbagai asumsi buruk mengenai diri sendiri dan mulai membandingkan kompetensi diri sendiri dengan kompetensi orang lain. Sebagai  generasi muda yang hidup di negara berkembang, Gen Z juga dihadapkan pada permasalahan ekonomi keluarga. yang membuat mereka semakin memikul beban berat di pundaknya.Â
Dampak Positif Kesehatan Mental
Kesadaran masyarakat sangat dibutuhkan tidak hanya untuk menjaga kesehatan fisik melainkan juga kesehatan mental. Berdasarkan data milik Riskesdas tahun 2018 yang menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 19 juta penduduk di Indonesia memiliki gangguan mental emosional dengan usia lebih dari 15 tahun. Hal ini juga sejalan dengan data milik Badan Litbangkes yang menemukan terdapat 1800 kasus bunuh diri setiap tahunnya. Jika masyarakat sadar akan pentingnya menjaga kesehatan mental, maka data kasus bunuh diri di tahun-tahun berikutnya akan berkurang. Indonesia masih memiliki PR, karena belum setiap provinsi memiliki rumah sakit jiwa yang dapat menampung banyaknya pasien kesehatan jiwa di Indonesia. Dengan sadar dan mengambil peran maka secara tidak langsung masyarakat turut membantu menciptakan setiap manusia mendapatkan hak asasinya untuk hidup dan sehat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H