Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin
Di tengah gempita pembangunan IKN Nusantara di Kaltim yang kian masif, ternyata masih menyisakan persoalan pembebasan lahan. Hingga saat ini menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) masih ada sekitar 2.086 hektar lahan di IKN Nusantara Kaltim yang masih bermasalah.
Menurut AHY ada sejumlah pilihan untuk pembebasan lahan di IKN Nusantara, Kaltim. Tak hanya PDSK, juga ada skema relokasi yang bisa menjadi pilihan proses pembebasan lahan. Hal ini bergantung kepada kasus masing-masing warga yang terlibat.
AHY memastikan bahwa pembebasan lahan IKN tidak akan membuat masyarakat merugi, sesuai dengan amanat Presiden atau menjadi korban dari pembangunan. Pada kesempatan berbeda, AHY menjelaskan, proses pembebasan lahan di IKN seluas 2.086 hektar sudah ada pada tahap pembayaran uang ganti rugi.
Tanpa Sadar Ruang Hidup Dirampas
Pembangunan IKN membawa berbagai dampak permasalahan, salah satunya lahan. Bagi masyarakat lokal terkait lahan tentu tidak sekedar ganti rugi lahan, telah terjadi perampasan ruang hidup meski mereka tidak menyadarinya.
Berbeda dengan penjelasan AHY di atas, di lapangan wilayah bandara VVIP IKN misalnya, warga mengeluhkan penggantian lahan yang sampai hari ini masih belum selesai. Padahal sejak lahan mereka dinyatakan jadi bandara VVIP di IKN Nusantara mereka tidak bisa berkebun. Sementara lahan yang dinyatakan jadi bandara VVIP di IKN Nusantara ini adalah satu-satunya lahan milik mereka dan berkebun adalah satu-satunya mata pencaharian warga.
Miris tentunya demi pembangunan IKN rumah dan mata pencaharian warga dikorbankan. Warga lokal yang terdampak IKN Nusantara terpaksa menyingkir karena tidak ada ganti lahan, sementara uang ganti rugi untuk lahan mereka tidak cukup untuk mendapatkan lahan baru yang harganya sudah melonjak. Tentu hal itu menambah daftar perampasan ruang hidup warga.
IKN tentu bukan hanya milik sebagian orang saja sehingga warga lokal tersingkir. IKN pun bukan milik asing atau swasta karena investasi atau bantuan dana yang diberikan. Sayangnya pandangan kapitalisme sekuler telah menjadikan arah tata kelola kota dan lingkungan sehingga berdampak pada perampasan ruang hidup warga. Sebelum IKN saja warga sudah dirampas ruang hidupnya. Katakanlah kebanjiran, kekurangan air bersih, jalan rusak dan berbagai musibah lain akibat pertambangan. Kini dengan kehadiran IKN akankah perampasan ruang hidup ini semakin parah?
Tata Kelola Islam
Sebagai penguasa harusnya tidak bersikap dzalim kepada warganya. Pengambilalihan lahan meski ganti rugi namun jika tidak sebanding dan warga keberatan tentu merupakan kedzaliman.