Mohon tunggu...
Rahmi Selviani
Rahmi Selviani Mohon Tunggu... -

Farmasi Unhas 2014

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sayin' "I Love to Die"

29 November 2014   08:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:33 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Merokok mati, tidak merokok mati, jadi mending kita merokok sampai mati” itulah yang dijunjung tinggi para perokok hari ini sebagai dalih hidupnya. Idealnya setiap orang yang ingin sehat harus menerapkan pola hidup sehat. Namun kita lihat saat ini justru orang-orang memilih untuk menyia-nyiakan sehatnya. Ya, hidup adalah pilihan, dan mereka memilih untuk menghabiskan masa sehatnya untuk kenikmatan sesaat.

Rokok. Salah satu alternatif untuk mempersingkat kehidupan terbukti banyak diminati.Padahal telah jelas dan nyata betapa sadisnya rokok memperlakukan tuannya. Di kemasan rokok itu sendiri bahkan telah tertera ancaman yang berbunyi “Merokok dapat mengakibatkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin” . Lalu, mengapa masih merokok?

Riset Kesehatan Dasar 2013 Kementerian Kesehatan RI menyatakan perilaku merokok penduduk usia 15 tahun ke atas masih belum terjadi penurunan dari 2007-2013, bahkan cenderung mengalami peningkatan dari 34,2% pada 2007 menjadi 36,2% pada 2013.

Hasil riset tersebut juga menyebutkan bahwa dari sekitar 70% penghisap rokok, 2,1% diantaranya adalah perempuan, ditemukan pula bahwa 1,4% perokok masih berusia 10-14 tahun dan 9,9% perokok pada kelompok pengangguran

Sedangkan rerata jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3% batang. Bervariasi dari yang terendah 10 batang di DIY dan tertinggi di Bangka Belitung 18,3 batang.

yang lebih mencengangkan lagi, menurut penelitian terbaru dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), sebuah organisasi riset global di Universitas Washington, jumlah pria perokok di Indonesia meningkat dan menempati peringkat kedua di dunia dengan 57% di bawah Timor Leste 61%.

Fenomena ini seolah membuktikan bahwa kualitas hidup masyarakat indonesia sangat buruk. Orang-orang seakan menutup telinga dan berpura pura tidak mengetahui apa yang sebenarnya mereka ketahui.Masyarakat Indonesia banyak menuntut kepada pemerintah agar sarana kesehatan lebih ditperhatikan, namun masyarakat tidak pernah menyorot tentang apa saja yang ikut berpartisipasi dalam upaya penurunkan kualitas hidup dan kesehatan mereka.Bila dibandingkan dengan negara luar, peraturan yang berlaku di indonesia yang menyangkut masalah rokok sangat lemah. Di beberapa negara seperti Inggris dan Rusia mulai menerapkan aturan yang membatasi warganya dalam mengonsumsi rokok. Di Inggris aturan ini adalah wajib bagi tenaga kesehatan dan masyarakat diminta untuk mencontoh dari tenaga kesehatan tersebut.

OnePoll, sebuah perusahaan riset dan survei pemasaran di Inggris, meminta perokok dan non-perokok untuk menanggapi kebijakan tersebut. Sebanyak 62 persen dari mereka menjawab, "Ya, percuma larangan merokok terus disuarakan jika para pekerja kesehatan juga merokok." Mereka harusnya menjadi contoh bagi publik.

Di rusia pemerintah bahkan telah mengeluarkan Undang-undang yang menyatakan bahwa merokok merupakan salah satu pelanggaran hukum dan wajib dikenakan sanksi atau membayar denda maksimal 40 rubel atau setara dengan .1.150 dolar AS. Sanksi tersebut bahkan lebih berat dibanding hukuman bagi perusahaan yang harus membayar maksimal 90.000 rubel atau sekitar 2.600 dolar AS. Berarti melanggar undang-undang ini dapat membuat perusahaan menjadi bangkrut.

Di Indonesia sendiri telah dikeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2010 tentang larangan merokok. Namun kita ketahui bersama bahwa undang-undang tersebut terasa mati dan samasekali tidak di indahkan. Bahkan di tempat yang terpampang larangan merokok masih saja ada yang melanggar . Sangat jelas bahwa peraturan yang berlaku tersebut kurang tegas.

Sehubungan dengan aturan yang diberlakukan di Inggris bahwa sebenarnya tenaga kesehatanlah yang harus menjadi contoh dalam upaya penghapusan kebiasaan merokok sangat kontras dengan keadaan di Indonesia. Hari ini masih banyak tenaga kesehatan yang menjadi perokok aktif.

Posisi saya saat ini adalah seorang mahasiswa yang bergelut di bidang kesehatan. Ironi, bukan hal yang langka bagi saya melihat asap rokok yang dikeluarkan dari mulut-mulut para pengabdi kesehatan . Seharusnya “KITA” para calon tenaga kesehatan menghindari hal-hal semacam itu karena kita lebih tahu dan lebih mengenal bahaya dari rokok tersebut.

Kecanduan adalah alasan pertama sulitnya berhenti merokok. Memang benar berhenti seketika itu sulit, tapi banyak juga orang yang memang tidak berniat untuk berhenti karena merasa nyaman dengan kebiasaan buruk itu.Tidak harus dengan berhenti secara total barulah dikatakan seseorang mau untuk menghilangkan kebiasaan merokok itu. Alternatifnya adalah bisa dengan mengurangi porsi, misalnya jumlah batang rokok yang normalnya dikonsumsi dalam sehari sekitar 4 batang, kita bisa mengurang porsi awal dengan hanya menghabiskan 3 dalam sehari, setelah terbiasa dengan 3 batang rokok sehari, diturunkan lagi porsinya menjadi 2 batang sehari dan seterusnya sampai benar benar terbiasa untuk tidak merokok..

Kembali lagi saya tegaskan bahwa saya adalah mahasiswa yang bergelut di bidang kesehatan. Dalam pandangan saya, mereka yang merokok bukanlah orang yang harus di cap buruk, kebiasaan merokoknyalah yang buruk.Dari sini saya berpikir jika seandainya “Rokok” mampu dialihkan efeknya  dari yang membuat seseorang kecanduan dan mengakibatkan kerusakan dalam tubuh menjadi batang rokok yang mengandung zat pengurang rasa kecanduan. Sehingga potensi rokok untuk merusak manusia bisa ditaggulangi sampai benar-benar rokok tidak lagi dibutuhkan oleh manusia.

Diharapkan bagi semua calon pengabdi di Indonesia mampu memperhatikan hal semacam ini. Hal yang dapat menghancurkan kita dengan sensansi yang dianggap nyaman oleh segelintir orang.

Banyak anggapan bahwa dengan berhentinya perusahaan memproduksi rokok, maka pendapatan negara akan berkurang karena perusahaan membayar cukai dengan jumlah yang besar. Namun berdasarkan postingan REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA disebutkan bahwa justru negara menerima kerugian yanglebih besar daripada pendapatannya dari cukai perusahaan rokok. Dikatakan bahwa kerugian yang diterima mencapai Rp 254,41 triliun.Kerugian tersebut, rinciannya adalah uang yang dikeluarkan untuk pembelian rokok Rp 138 triliun, biaya perawatan medis rawat inap dan jalan Rp 2,11 triliun, kehilangan produktivitas akibat kematian prematur dan morbiditas maupun disabilitas Rp 105,3 triliun.

Kita perlu sadar bahwa hanya kita yang bisa menjaga diri kita dari hal yang dapat merusak. Kita tidak mungkin membiarkan orang – orang hebat yang ada di sekitar kita turut andil dalam menyumbangkan jumlah perokok dunia.

PUSTAKA :

http://m.bisnis.com/lifestyle/read/20140601/220/232021/jumlah-perokok-terus-meningkat-indonesia-tertinggi-kedua-di-dunia

http://www.tempo.co/read/news/2014/11/17/060622602/Tenaga-Kesehatan-di-Inggris-Akan-Dilarang-Merokok


http://indonesia.rbth.com/discover_russia/2014/06/24/pemerintah_rusia_terapkan_larangan_baru_konsumsi_rokok_dan_al_24195.html

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/09/19/mtd6bm-kerugian-akibat-rokok-capai-rp-25441-t

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun