Memberlakukan milik orang lain seperti milik kita
Ketika melihat orang lain yang sedang menghadapi atau memiliki kesibukan, mengurus urusan mereka, atau karena kehilangan sesuatu, atau bermasalah karena sesuatu, maka halnya apa yang kalian rasakan?
Iba kah? Ingin membantu kah? Ikut prihatin kah? Atau biasa saja?
Apa hanya penulis saja yang memiliki kurang rasa prihatin?
Coba tanya dalam hati kita masing-masing?
Beda kah kita memperlakukan milik atau urusan orang lain dengan urusan kita?
Jawabannya: tentu beda
Tapi apakah kita harus bersikap acuh tak acuh dengan urusan orang lain, dengan orang yang mungkin berharap bantuan dari kita?
Jawabannya: tentu tidak boleh begitu.
Terus bagaimana?Â
Coba kembalikan ke diri kita masing-masing.
Setidaknya kita ingin diberlakukan tulus oleh orang lain yang sedang kita hadapi. Bukan karena uang, bukan karena apa-apa, tapi tulus karena dirinya sendiri.
Uang dapat di cari, keahlian/profesi pun banyak yang punya, punya jabatanpun, apapun itu, berlakukan orang lain sebisanya dengan tulus.Â
Jika bertatap muka, cobalah tersenyum. jika berbicara cobalah berkata jujur, tanpa melulu harus ada a i u e o, jika berbuat cobalah berbuat sebaik mungkin, tanpa melulu berharap pamrih.Â
Jika memberi saranpun, letakkan dulu di kita, timbang dulu, kita mau atau tidak, baru di bagikan ke orang lain. Jika sudah memberi yang terbaik, tidak pula merasa buruk jika orang tersebut tidak menerima saran yang kita berikan.
Berlakulah baik dan bijak, karena orang baik dan bijak jalannyapun, raut wajahnyapun, sikap tubuhnya pun, akan dicintai dan disukai, bahkan tanpa ia berkata apa-apa.
Putih kapas dapat dilihat
Putih hati berkenyataan
(Notice for ourselves)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H