Namun pada cinta, Firdaus memberikan segala daya upayanya. Seperti seseorang yang suci, upaya itu dia berikan tanpa meminta ongkosnya. Ia tidak minta apa-apa kecuali diamankan oleh cinta. Untuk menemukan dirinya kembali, untuk mengenali dirinya yang telah hilang. Untuk tidak dicaci maki dan dipandang rendah, tetapi menjadikannya disukai dan merasa dirinya utuh.
Firdaus menyadari bahwa Ibrahim hanya memanfaatkan tubuhnya dengan tanpa membayar. Akhirnya butiran terakhir dari kebajikan dalam dirinya. Firdaus berkata "Seorang pelacur yang sukses jauh lebih baik dari pada seoarang suci yang sesat. Semua perempuan adalah korban penipuan. Lelaki memaksakan penipuan pada perempuan, kemudia menghukum mereka karena telah tertipu, menindas mereka kedalam tingkat tebawah, dan mneghukum mereka karena telah jatuh begitu rendah, mnegikat mereka dalam perkawinan dan menghukum mereka dnegan kerja kasar sepanjang umur mereka, menghantam mereka dengan penghinaan atau dengan pukulan."
Beberapa rangkaian cerita tersebut menunjukan segala upaya yang dilakukan oleh sesoerang untuk mengkompensasikan rasa ketidak berdayaannya. Namun kebobrokan budaya patriarki terus menjadi lingkaran setan yang menggerogoti setiap helai kehidupan perempuan. Apa yang diperbuat oleh budaya patriarki saya pikir itu juga merupakan upaya kompensasi mereka untuk menjadikan dirinya merasa superior dan berharga.
Maka kita masuk kepada point terakhir yang disampaikan oleh Adler, yaitu minat sosial. Adler menyampaikan upaya kita untuk melakukan kompensasi itu harus diiringi dengan minat sosial, dimana kita baahwasannya kita sebagai bagian dari komunitas sosial. Jika tidak, maka upaya kita untuk menjadi superior akan merugikan orang lain, seperti yang dilakukan budaya patriarki. Dimana para patriarki ini berupaya untuk membuat system yang menjadikan mereka menjadi orang-orang yang superior tanpa memerhatikan dampak yang dialami oleh perempuan.
Maka saya teringat kembali akan apa yang disampaikan Pram, "adilah sejak dalam pikiran dan perbuatan". Banyak teman yang menyampaikan bahwasannya itu merupakan hal yang utopis. Namun bagi saya setidaknya hal tersebut menjadi upaya diri saya untuk mengkompensasikan bagian lain dari ketidak berdayaan yang saya rasakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H