Mohon tunggu...
zakiyyah rahmi ayu
zakiyyah rahmi ayu Mohon Tunggu... Lainnya - learner

learner

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mengupas Sosok Firdaus dalam Buku 'Perempuan di Titik Nol' dengan Teori Psikologi Individual ala Alfred Adler

23 November 2021   08:34 Diperbarui: 4 Februari 2022   20:13 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Siapa yang tidak mengenal sosok Nawal El-Saadawi? Seorang penulis kondang asal Mesir ini dilahirkan di sebuah desa Bernama Kafr Tahia di tepi Sungai Nil. Ia melahirkan banyak buku-buku cantik yang kurang diterima pada masanya. Seperti pada tahun 1972 ia menerbitkan buku nonfiksi yang berjudul Women and Sex lalu dibebas tugaskan dari jabatannya sebagai direktur dan juga sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Health. Namun Saadawi tetap melanjutkan tarian-tarian pena cantiknya hingga akhirnya pada tahun 1973 ia melahirkan sebuah buku yang tidak kalah cantik dari buku-bukunya yang lain dengan judul Woman at Point Zero (Perempuan di Titik Nol).

Saadawi menulis buku ini berdasarkan kisah nyata yang ia peroleh dari sosok wanita bernama Firdaus yang ia jumpai di penjara Qanatir. Firdaus mendapatkan hukuman mati karena telah membunuh seorang germo. Namun menariknya ia menolak semua pengunjung di dalam maupun diluar penjara, tidak mau berbicara dengan siapapun, bahkan ia menolak untuk membuat surat permohonan kepada Presiden agar hukumannya bisa diubah menjadi hukuman kurung seumur hidup. Yang kemudian akan kita ketahui alasan Firdaus adalah "Setiap orang harus mati. Saya lebih suka mati karena kejahatan yang saya lakukan dari pada mati untuk salah satu kejahatan yang kau lakukan". Ia merasa vonis itu merupakan satu-satunya jalan menuju kebenaran sejati.

Sosok Firdaus ini begitu menarik perhatian saya. Ia memiliki sebuah daya pada dirinya yang dianggap lemah sebagai sosok wanita pada masanya. Firdaus juga mengangkat ke permukaan bagaimana kebobrokan budaya patriarki yang akhirnya menjadi bagian dari perjalanan hidupnya. Namun saya tidak akan menulis lebih lanjut tentang alur cerita dalam buku Perempuan di Titik Nol ini ataupun budaya patriarki yang diangkat. Saya lebih tertarik dengan sosok Firdaus sebagai suatu individu. Maka saya mencoba mengupas sosoknya dari sudut pandang teori Psikologi Individual ala Alfred Adler.

Teori Psikologi Individual meruapkan teori yang lahir dari sosok Alfred Adler, seorang psikiatri yang lahir pada 7 Februari 1870 di Wina dan meninggal pada tahun 1973. Beliau mendirikan Vienna Psychoanalytic Sociaety bersama Simund Freud dan menjadi presiden dari perkumpulan ini. Adler bersama Freud banyak membahas tentang psikonalisis.

Namun seiring dengan perjalanannya Adler berbeda prinsip dengan Freud. Ketika Freud berbicara tentang alam bawah sadar yang mengendalikan manusia, Adler berbicara tentang will to power. Dimana manusia itu memiliki keinginan untuk berdaya pada dirinya yang lemah. Akhirnya Adler memisahkan diri dari perkumpulannya dengan Freud dan mendirikan The Society for Free Psychoanalysis pada tahun 1911 dan berubah nama menjadi The Society for Individual Psychology.

Dalam teori psikologi individual, pertama Adler menyampaikan tentang kompleks inferioritas. Dimana manusia itu lahir dalam perasaan lemah dan ketidak berdayaan. Ketika kita lahir sebagai bayi, kita memiliki banyak kelemahan dan ketidak berdayaan yang menjadikan kita memerlukan bantuan orang lain. Seperti yang kita ketahui bayi kecil tidak bisa makan sendiri, mandiri sendir ataupun berpindah tempat sendiri. Hal-hal itu dapat ia lakukan dengan bantuan orangtuanya. Adler juga berpendapat bahwa ketika kita tumbuh menjadi dewasa, kita tetap memiliki kelamahan-kelemahan yang ada pada diri kita.

Ketika melihat bagaimana Firdaus kecil, ia tumbuh dimana budaya patriarki begitu kental dalam kehidupannya. Manifestasi dari budaya patriarki yang diceritakan oleh Firdaus adalah bagaimana perlakuan suami atas istrinya, dan pandangan-pandangan seksisme terhadap wanita. Sebagai contohnya Firdaus menceritkan jika salah satu anak perempuan dikeluarganya mati, makan sang Ayah akan menyantap makan malamnya, lalu Ibunya akan membasuh kakinya, kemudia Ayahnya akan pergi tidur seperti malam-malam sebelumnya. Namun berbeda cerita ketika yang mati merupakan anak laki-lakinya. Ayahnya akan memukul Ibunya, kemudian makan malam dan pergi tidur.

Budaya patriarki ini menjadi inheren didalam masyarakatnya. Contoh laiannya juga dapat kita lihat bagaimana ketimpangan kesempatan memperoleh pendidikan. Firdaus menceritakan saat itu yang bisa bersekolah seperti pamannya hanyalah seoarang laki-laki. Padahal Firdaus merasa begitu tertarik dengan buku dan El-Azhar, tempat pamannya bersekolah. Dengan adanya budaya patriarki dan kesewenang-wenangan sikap kepada perempuan ini yang akhirnya menjadi salah satu pemicu munculnya kompleks inferioritas pada diri Firdaus. Ia merasa dirinya sosok yang lemah dan tidak memiliki keberdayaan sebagai manusia.

Namun menariknya, saya selalu merasa Firdaus merupakan sosok yang sering melakukan refleksi. Firdaus kecil sering mempertanyakan siapa dirinya? Apakah benar ayahnya itu merupakan ayahnya? Siapa sebenarnya wanita yang melahirkannya ke dunia? Apakah ia akan menghabiskan hidupnya dengan menjadi seseorang yang tidak berdaya?

Refleksi-refleksi tersebut yang akhirnya saya rasa membawa Firdaus berupaya untuk membangun konsep tentang siapa dirinya, apa kelemahannya, kenapa ia tidak diperbolehkan melakukan beberapa hal, kenapa orang-orang disekitarnya selalu melakukan suatu hal yang menjijikan menurutnya, apa yang ingin ia lakukan kedepannya dan beberapa hal lainnya.

Ketika Firdaus menyadari beberapa kelemahannya, ia berusaha untuk menutupi hal tersebut dengan berupaya melakukan hal-hal lainnya. Adler menamakan upaya tersebut sebagai kompensasi. Kompensasi ini dijelaskan Adler sebagai upaya untuk menutupi, mengurangi atau menghilangkan rasa lemah yang ada pada diri seseorang dengan bentuk yang beragam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun