Mohon tunggu...
zakiyyah rahmi ayu
zakiyyah rahmi ayu Mohon Tunggu... Lainnya - learner

learner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Kalimat Pram Menjadi Salah Satu Benang Merah atas Isu Pelecehan Seksual

9 November 2021   18:10 Diperbarui: 9 November 2021   22:15 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa yang kita pikirkan ketika kita mendengar narasi-narasi terkait pelecehan seksual? Apa kita akan berpikiran "kurang ajar banget pelakunya"? atau "cewe nakal ya pasti korbannya"? atau "ah udah biasa yang kaya gitu mh"? atau bahkan mungkin "wah parah sih kasus kaya gitu, harus kita laporin biar pelau-pelaku kaya gitu  tuh jera dan ga berkeliaran"?

Hollaback! Jakarta, perEMPUan, Lentera Sintas Indonesia, Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta (JFDG), dan Change.org Indonesia melakukan sejumlah survey terhadap 62.000 orang warga Indonesia secara nasional pada akhir 2018 terkait dengan pelecehan seksual. Salah satu hasil dari survey ini menunjukan bagaimana reaksi para saksi saat terjadi pelecehan di ruang public. 40% dari para saksi bersikap mengabaikan, 8% menyalahkan korban, 22% membela  korban, dan 15% mencoba menengkan korban. (bbc.com, 2019)

Apakah mungkin persentase reaksi saksi yang mengabaikan dan menyalahkan diatas menjadi jawaban 'iya' dari pertanyaan saya diawal? Apa penyebab lahirnya angka persentase 40% dan 8% tersebut? Apakah karna memang benar hal itu sudah dinormalisasi dan layak untuk diabaikan? Dan apa mungkin benar terjadinya kasus-kasus pelecehan seksual ini berdasarkan sikap korban yang 'nakal' dan pantas untuk disalahkan?  

Survey yang dilakukan oleh sejumlah LSM tersebut memberikan sejumlah hasil  lainnya. Diantaranya 18% korban pelecehan seksual memakai celana dan rok panjang, 17% menggunakan hijab, 16% menggunakan lengan panjang, 14% menggunakan baju longgar dan 14% menggunakan seragam sekolah. 

Selain itu waktu korban mengalami pelecehan seksual 17% pada pagi hari, 35% siang hari, 25%  sore hari dan 21% pada malam hari. Terakhir dan tidak kalah penting, survey ini juga menyajikan 33% pelecehan  seksual dilakukan di jalanan umum, 19% di transportasi umum serta 15% menunjukan angka persentase pelecehan seksual di sekolah dan kampus.

Ketika 18% korban pelecehan seksual menggunakan celana dan rok panjang, 35% dilakukan  pada siang hari dan lokasi pelecehan ini didominasi terjadi di jalanan umum dengan persentase 33% bagaimana mungkin kita tetap berpikirin bahwa pelecehan seksual terjadi akibat perilaku 'nakal' dari korban? 

Sajian hasil survey tersebut akhirnya mematahkan pertanyaan saya terkait apa mungkin  benar yang dipikirkan dan dilakukan oleh sejumlah orang yang menyalahka korban. Survey tersebut menunjukan perilaku, waktu dan tempat tidak menjadikan factor utama terjadinya pelecehan seksual.

Maka pertanyaan selanjunya adalah mengapa ketika seseorang memakai pakaian yang tertutup, berada dijalanan umum, dan beraktivitas pada siang hari masih mengalami pelecehan seksual? Apa karna para pelaku sebagai suatu suatu individu yang memiliki wewenang dan kendali atas dirinya tidak bisa menjadi tuan yang bijak?

Saya teringat kalimat Pramodya Ananta Toer dalam novel cantiknya yang berjudul Bumi Manusia, Pram menyampaikan "Bersikap adilah sejak dalam pikiran, dan perbuatan". Maka ini menjadi jawaban  atas benang merah yang selama ini saya cari. Kita sebagai individu yang memiliki wewenang dan kendali penuh atas diri kita, seharusnya bisa menjadi tuan yang dapat bersikap adil sejak dalam pikiran dan perbuatan.

Hal ini dapat direpresentasikan dalam suatu perilaku dimana kita dapat memandang, berperilaku, dan mengendalikan diri kita dengan arif dan bijaksana terhadap segala hal yang ada disekitar kita. Ketika kita memandang dan berperilaku terhadap individu-individu lain bukan sebagai objek yang bisa kita lecehkan, melainkan sebagai sesama manusia yang harus kita hargai dan kita jaga kehormatannya.

Sumber: bbc.com, 2019. Pelecehan seksual di ruang publik: Mayoritas korban berhijab, bercelana panjang dan terjadi di siang bolong. (diakses pada tanggal 8 November 2019)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun