Mohon tunggu...
Rahma Ahmad
Rahma Ahmad Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Travel Blogger

Lulusan arsitektur yang pernah melenceng jadi jurnalis dan editor di Kompas Gramedia. Pengarang buku 3 Juta Keliling China Utara dan Discovering Uzbekistan. Penata kata di www.jilbabbackpacker.com.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Belajar dari Turis Jepang, Begini Cara Mengurangi Sampah di Lokasi Wisata

17 April 2023   23:02 Diperbarui: 17 April 2023   23:05 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya ~Q.S Al-A'raf : 56

Lima tahun lalu, saya bersama beberapa kawan berkunjung ke Pantai Pink, Lombok Timur. Pantai  yang sedang naik daun karena pasirnya yang berwarna merah muda, yang katanya lebih bagus dari pantai pink di Labuan Bajo. 

Mendengar cerita soal pantai pink itulah, kami punya ekspektasi tinggi. Harapan kami, sesampainya di sana kami akan menemukan sebuah pantai tersembunyi yang indah, dengan pasir yang lembut dan lautan yang jernih.  

Namun begitu tiba, harapan kami pupus begitu saja. Alih-alih melihat pasir merah muda yang berkilauan indah diterpa sang surya, yang kami temui hanyalah tumpukan sampah, sampah, dan sampah. Semua sudut pantai dipenuhi sampah, sampai-sampai kaki kami tak bisa menapak dengan benar.

Bukan hanya kali itu saya menemukan sampah di pantai. Hampir semua pantai terkenal di Indonesia, terutama yang banyak didatangi wisatawan, keberadaan sampah seakan menjadi hal yang lumrah. Bahkan di Pulau Senja, salah satu pantai tersembunyi di Konawe Selatan, saya tetap menemukan keberadaan sampah yang ditinggalkan begitu saja. 

***

Fenomena sampah di pantai pink dan beberapa pantai lainnya menjadi salah satu contoh bahwa sampah dan popularitas destinasi wisata di Indonesia adalah hal, yang sayangnya, tidak terpisahkan. Jumlah sampah berbanding lurus dengan makin terkenalnya destinasi wisata. Semakin popular suatu destinasi wisata---terutama di kalangan wisatawan lokal---biasanya diiringi oleh makin bertambahnya sampah di sana. 

Dilansir dari situs travel.tempo.co, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama komunitas mahasiswa pecinta alam melakukan survei pada tahun 2016 . Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat 453 ton sampah di delapan destinasi wisata taman nasional. Sampah itu dihasilkan oleh oleh 150.688 pengunjung setiap tahun. Dari jumlah sampah tadi, sebanyak 53 persen tergolong sampah plastik yang sulit terurai. 

Apa akibatnya?

Berserakannya sampah di destinasi wisata bisa menimbulkan efek jangka panjang.  Sampah di pantai misalnya, bisa masuk ke laut dan merusak ekosistem yang ada di sana serta menggangu rantai makanan bagi habitat tumbuhan dan hewan. Kalian tentu sering mendengar cerita soal hewan laut yang terjerat sedotan dan sampah plastik atau terumbu karang yang rusak akibat sampah plastik.

Selain itu, sampah yang berserakan akan merusak pemandangan dan mengurangi minat wisatawan untuk berkunjung. Pantai pink yang saya kunjungi misalnya, pesonanya jadi pudar karena cerita soal sampah di sana lebih viral ketimbang cerita kemolekannya. Atau cerita soal viralnya Pantai Kuta yang dipenuhi sampah plastik dan kayu, yang ceritanya sampai ke media-media dunia. Hal ini tentu akan mencoreng citra pariwisata Indonesia.

Padahal, seperti kita semua ketahui, Indonesia ini negara indah dengan 17.000 pulau dengan ratusan ribu pantai. Keindahan ini diakui oleh dunia, bahkan Indonesia dinobatkan sebagai negara terindah di dunia versi majalah Forbes, mengungguli Selandia Baru dan Kolombia. World Population Review juga menobatkan Indonesia sebagai salah satu dari 10 negara terindah di dunia di tahun 2023 ini. 

Sunset di Raja Ampat. Keindahan seperti ini sayang jika dirusak oleh sampah. (Foto: dok. pribadi)
Sunset di Raja Ampat. Keindahan seperti ini sayang jika dirusak oleh sampah. (Foto: dok. pribadi)

Mulai dari Diri Sendiri Saja

Sebenarnya, pemerintah sudah berupaya untuk mencegah sampah merusak tempat wisata melalui ditetapkannya Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Aturan ini menyebut bahwa setiap orang berkewajiban untuk menjaga dan melestarikan daya tarik wisata. Sayangnya, hal ini terasa kurang karena belum adanya penindakan tegas yang dapat memberikan efek jera.

Nah, kita sebagai traveler Indonesia yang Bangga Berwisata di Indonesia, harusnya bukan hanya mengandalkan pemerintah. Kita harus menjadi traveler yang bertanggung jawab dan menjaga lingkungan.

Ada beberapa cara sederhana yang biasa saya untuk mengurangi sampah saat traveling, dan mungkin dapat dilakukan juga oleh kita semua:

  • Selalu bawa wadah makanan sendiri sehingga bisa mengurangi penggunaan alat makan plastik di lokasi wisata. Saat membeli makanan di lokasi wisata, gunakan wadah makanan tersebut.
  • Kurangi menggunakan alat makan plastik sekali buang. Walau terlihat ringkas dan simpel, namun sampahnya sangat sulit diurai.
  • Jika memungkinkan, belilah barang yang dikemas dalam karton bukan plastik. Sampah kertas lebih mudah diurai dibandingkan botol.
  • Selalu bawa botol pribadi, sehingga mengurangi pembelian air minum dalam kemasan. 
  • Habiskan makanan yang dibeli di lokasi wisata sehingga tidak menimbulkan sampah baru. Walaupun makanan bisa didaur ulang oleh alam, bau makanan busuk bisa mengganggu kenyamanan.
  • Jika memiliki sampah, segera buang di tempat sampah yang disediakan.
  • Jika tidak menemukan tempat sampah, bawa kembali sampah hingga menemukan tempat sampah.

Mari Belajar dari Traveler Jepang

Soal sampah ini, kita bisa berkaca pada traveler-traveler Jepang. Sejak kecil, mereka telah ditanamkan untuk terbiasa untuk menjaga kebersihan, termasuk soal sampah ini. Masyarakat Jepang, percaya bahwa kebersihan dan kesucian dapat memurnikan mereka dan membantu menolak bala ke masyarakat.  

Kebiasaan ini dibawa hingga saat mereka berkunjung ke negara-negara lain, termasuk ke Indonesia. Kalian tentu ingat kisah para traveler dan penonton sepakbola Jepang di gelaran Piala Dunia Qatar akhir tahun lalu. Mereka dengan sukarela mengambil sampah yang ditinggalkan oleh para penonton di tribun.

Di Indonesia, ada kisah serupa. Seorang turis perempuan Jepang sempat viral karena memunguti sampah botol di Bukit Tulas, Pulau Samosir. Padahal saat itu ia sedang berwisata bersama kekasihnya di sana. 

Ada pula kisah kawan saya---juga dari Jepang---yang kali pertama berkunjung ke Indonesia. Selesai lawatannya selama dua minggu di sini dia berkata dengan lirih, "Kalian sudah dianugerahi alam yang indah, kenapa kalian tidak jaga dengan baik. Sampah di mana-mana." 

Dan ia lanjutkan dengan kata-kata yang membuat saya tertohok,"Kalau bukan kalian sendiri yang jaga, siapa lagi? Masa orang asing?"

Ya, saya setuju dengannya. Kalau bukan kita, bangsa Indonesia, yang jaga warisan alam Indonesia yang begitu indah, siapa lagi? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun