"Dulu banyak toh yang tolak aturan ini, tapi mereka lihat itu ada penghasilan tambahan dari wisatawan, dari homestay, antar-antar perahu. Mereka jadi sadar dan mau menurut," kenang pria berambut keriting ini. Â
Sadar karena Desa Wisata
Ketika matahari mulai terasa membakar wajah, Pace Nominsen mengajak saya beranjak dari dermaga kayu, berjalan menuju hamparan pasir putih tempat lima anak Arborek bermain-main. Â Di sisi lain, di ujung pantai, terlihat pohon bakau yang menggerombol.
Saya memilih duduk di bangku santai yang memang disediakan untuk wisatawan di sana. Terasa tenang dan damai sekali , wajar jika banyak yang ingin menghabiskan waktu di sini.Â
Pace Nominsen melanjutkan obrolan kami, "Sama dengan Sasi, dulu masyarakat sini tak mau itu menanam bakau, toh. Tapi sejak jadi desa wisata, mereka sadar pulau dan penghasilan mereka bisa hilang kalau mereka tak tanam itu pohon."
Dua desa wisata tadi menjadi contoh bahwa wisata yang tumbuh dari masyarakat lokal bukan hanya bisa meningkatkan ekonomi, namun bisa membuat masyarakat lebih merasa "memiliki" dan mencintai desanya.
Mengapa Desa Wisata?
Saya baru mengenal konsep desa wisata beberapa tahun belakangan ini, walaupun sebenarnya konsep ini bukan hal baru bagi pariwisata dunia dan Indonesia. Â Selain dua desa wisata yang saya ceritakan di atas, ribuan desa wisata tersebar di Indonesia, mulai dari ujung barat ke ujung timur, ujung utara hingga selatan Indonesia.Â
Para ahli pariwisata menyebut sistem pengeloaan wisata berbasis desa ini sebagai ommunity-based tourism (CBT)Â alias pariwisata berbasis komunitas. Yakni pengembangan pariwisata yang berfokus pada aspek sosial, ekologi, dan pariwisata berbasis masyarakat. Desa wisata merupakan daerah pedesaan yang memiliki ciri khas khusus untuk menjadi destinasi wisata dengan keunikan fisik dan kehidupan sosial dan budaya masyarakat setempat sebagai daya tarik. Â
Sementara Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2018) mengatakan bahwa Desa wisata adalah desa yang memiliki daya tarik tersendiri –bisa dalam bentuk keunikan fisik dari lingkungan pedesaan, serta kehidupan sosial budayanya–yang dikemas secara alami dan menarik.
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia mencatat pada tahun 2019 jumlah desa/kelurahan di Indonesia sebanyak 83.820 desa. BPS juga mencatat ada sekitar 1.302 desa wisata pada 2014, dan angka tersebut melonjak pada menjadi 1.734 desa berpotensi menjadi desa wisata di sepanjang tahun 2018.Sementara di ADWI (Anugerah Desa Wisata Indonesia), ada 1.838 desa wisata yang tercatat dalam data base mereka hingga tahun 2021.