Buitenzorg.
Begitu orang Belanda dulu mengenal nama kota yang terletak 59 km selatan Jakarta ini. Kota yang kini dijuluki sebagai Kota Hujan, Kota Seribu Angkot, ataupun Kota Asinan.
Ya, Kota Bogor.
Ada banyak versi mengenai asal usul nama Bogor. Salah satunya adalah nama Bogor ini berasal dari bahasa Belanda "Buitenzorg" yang berarti "tempat yang damai yang jauh dari segala hiruk pikuk". Orang pribumi  sulit mengucapkan kata Buitenzorg sehingga akhirnya kata Buitenzorg berubah menjadi Bogor.
Kota Bogor menjadi tempat favorit para penggede Belanda sejak tahun 1744, sejak Gubernur Jendral Belanda bernama Gustaaf Willem Baron Van Imhoff mendirikan rumah peristirahatan di kota ini.Â
Menurut cerita yang beredar, ia dan rombongan sebenarnya sedang menuju Puncak untuk mencari lokasi yang cocok digunakan sebagai tempat peristirahatan Gubernur Jenderal. Di tengah perjalanan, ia singgah di Kota Bogor dan kemudian jatuh hati pada kota ini. Menurutnya Kota Bogor  cocok karena letaknya tidak terlampau jauh dari Batavia dan udaranya dingin, tidak seperti di Batavia yang panas.
Gubernur Jenderal keturunan Jerman ini langsung memerintahkan pembangunan gedung untuk tempat tinggal para gubernur jenderal yang kini menjadi Istana Bogor. Istana ini kemudian dirapikan kembali oleh Gubernur Jenderal Daendels. Konon, Para gubernur jenderal ini pergi ke Bogor dengan kereta kuda yang ditarik dua sampai empat ekor kuda. Â
Sejak itulah, Belanda menguasai kota Bogor dan meninggalkan banyak "jejak" bangunan historik di sana.Â
Peninggalan Belanda inilah yang menarik minat banyak pelancong dari Jakarta untuk datang ke kota Bogor, termasuk saya yang bolak-balik ke Bogor dan menyusuri bangunan-bangunan bergaya arsitektur kolonial di pusat Kota Bogor. Mulai dari stasiun Bogor, kapel Regina Pacis, Gereja Kathedral Bogor, istana Bogor, hingga kemudian berakhir di Surya Kencana untuk menikmati semangkuk soto kuning di sana.Â
Tapi ternyata, Kota Bogor bukan hanya punya peninggalan Belanda atau soto kuning di Suryakencana. Kota ini punya kampung-kampung wisata yang menarik untuk didatangi. Ini di antaranya.
Kampung Batik Cibuluh
Kampung Batik CIbulug terletak di Jalan Neglasari I, Bogor Utara. Begitu masuk gapura, akan terasa atmosfer "batik" di sini karena dinding-dinding di sepanjang kampung ini dilukis dengan mural motif batik.Â
Pada awalnya, kampung ini merupakan  kampung "mati" karena lokasinya yang tertutup sehingga tidak dikenali banyak orang serta taraf kehidupan masyarakatnya yang rendah. Rata-rata mereka berjualan makanan, namun kemudian usahanya akhirnya tak berjalan karena ada penutupan akses ke kampung ini. Kemudian, di tahun 2019 mereka dibina untuk membuat batik yang motifnya menggambarkan ikon kota Bogor.
Ada 9 kelompok perajin di sini, yang masing-masing punya showroom sekaligus tempat pembuatan batik. Ada Batik Gaziseri, Batik Sadulur, Batik Pancawati, Batik Melangit, Batik Bumiku, Batik Melinda, dan Batik Kedaung Kujang. Tinggal ikuti saja petunjuk jalan yang ada, walaupun di beberapa belokan, harus rajin bertanya karena jalannya berbelok-belok.
Harga batik di sini tak terlampau mahal. Kain batik cap dihargai mulai dari 175 ribu/lembar, sedangkan kain batik tulis dibanderol dengan harga mulai dari 350 ribu/lembarnya. Jika beruntung, pengunjung bisa melihat proses membatik di sini atau malah bisa ikutan membatik.
Kampung Pulo Geulis
Walaupun bertitel "pulau", kampung ini bukan pulau betulan yang ada di tengah laut, melainkan sebuah wilayah yang terletak di tengah sungai Ciliwung. Karena "terpisah" oleh sungai inilah, maka ia terlihat seperti sebuah pulau. Dulu sungai di sekitar Kampung Pulau Geulis ini besar sehingga kampung ini menjadi tempat istirahat keluarga raja Pajajaran. Namun setelah terjadi letusan gunung Salak, geografis pulau Geulis berubah, sehingga sungai tidak dapat dilayari.
Geulis dalam bahasa Sunda artinya cantik. Konon nama ini timbul sejak terjadi bedol desa dari area Kebun Raya Bogor ke pulau ini. Salah satu penduduk yang dipindahkan adalah seorang gadis yang cantik. Itu sebabnya akhirnya kampung ini dikenal dengan nama Pulo Geulis.
Yang menarik, di pulau seluas 3,5 hektare ini berdiri sebuah Kelenteng Pan Kho Bio. Dari penampilan, kelenteng ini tak terasa berbeda dengan klenteng kebanyakan yang sering saya lihat, ukurannya pun tak sebesar kelenteng di belakang gedung Kompas Gramedia yang dulu sering saya lihat dari jendela ruang kerja saya. Namun yang membuatnya unik adalah cerita di baliknya. Â Â
Kelenteng ini merupakan klenteng tertua di Bogor yang berdiri sejak abad 16. Konon sudah ada saat daratan di tengah sungai ini ditemukan oleh ekspedisi Belanda, Abraham Van Ribeck yang mencari jejak peninggalan Kerajaan Pakuan Padjadjaran dan Kerajaan Sunda pada 1704.Â
Adanya klenteng ini, selain menjadi bukti kalau pulau ini sudah dihuni sejak ratusan tahun lalu, juga menjadi bukti kerukunan umat beragama di sini. Karena di kampung ini tinggal umat beragama Kong Hu Chu, Islam, Budha, Kristen, yang saling bahu membahu. Makanya, tak heran kalau di bagian belakang klenteng ini ada batu petilasan dari ulama penyebar Islam di Kota Bogor. Warna klenteng yang biasanya didominasi warna merah dan emas pun ditambahi warna hijau sebagai perlambang agama Islam.
Kampung Labirin
Kampung yang terletak di Kecamatan Babakan Pasar ini sedikit mengingatkan saya dengan labirin di kota-kota di Maroko. Ya, gang-gang sempit padat penduduk yang kemudian dijadikan objek wisata sambil melihat kehidupan penduduknya.Â
Sesuai namanya, kampung labirin ini mirip labirin, yang punya banyak gang kecil-yang rata-rata lebarnya sekitar 1,5 hingga 2 meter. Jika enggan bertanya, bukan tidak mungkin warga dari luar kampung bisa tersesat di dalam Kampung Labirin. Bahkan, pedagang keliling dan kurir pengantar paket pun bisa hanya berputar di gang tertentu jika belum hafal jalan di kampung tersebut.
Jika di Maroko wisatawan akan diajak mengunjungi bangunan bersejarah di tengah labirin serta melihat pasar dan kehidupan masyarakat, di Kampung Labirin ini pengunjung yang mengambil paket wisata akan disuguhkan tarian dan pertunjukkan angklung yang dibawakan anak-anak, serta melihat beberapa spot kuliner khas Bogor seperti keripik jengkol. Nantinya, juga akan ada watersport, namun kini masih dalam tahap pengembangan.
Kampung PercaÂ
Kampung ini terletak di Kecamatan Sindangsari. Seperti namanya, di kampung ini banyak perajin yang menghasilkan aneka kerajinan berbahan dasar kain perca seperti selimut, boneka, hingga pakaian yang harganya tak memberatkan kantong.
Ada 4 showroom yang bisa didatangi buat melihat proses pembuatan kerajinan dan membeli produk hasil kerajinan mereka. Kabarnya, nanti akan dikembangkan paket wisata untuk belajar membuat kerajinan perca sekaligus menikmati kuliner khas kota Bogor seperti bir kocok dan manisan pala.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI