Mohon tunggu...
Rahma Ahmad
Rahma Ahmad Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Travel Blogger

Lulusan arsitektur yang pernah melenceng jadi jurnalis dan editor di Kompas Gramedia. Pengarang buku 3 Juta Keliling China Utara dan Discovering Uzbekistan. Penata kata di www.jilbabbackpacker.com.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Perbedaan Travelling Zaman Dulu Vs Zaman Now

18 Februari 2022   14:52 Diperbarui: 28 Februari 2022   12:41 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: istockphoto via canva.com

Better to see something once than hear about it a thousand times" 

~Anyonymous

Saya mulai travelling ke luar negeri secara mandiri sejak 15 tahun lalu, sejak saya bisa membiayai sendiri perjalanan saya tanpa campur tangan orang tua. Saat itu, Airasia baru melebarkan sayapnya ke Indonesia, sehingga harga tiket pesawat yang tadinya selangit dan cuma bisa dibeli segelintir orang, jadi terjangkau untuk semua orang. 

Mengutip kata Tony Fernandes, CEO Airasia, "Now everyone can fly." 

Selama 15 tahun itu, teknologi makin berkembang. Kecepatan informasi pun makin bertambah. Dalam waktu singkat, berbagai informasi soal travelling bisa dicari dari berbagai belahan dunia. 

Dulu, untuk mencari informasi tentang suatu destinasi, saya mesti bertanya langsung ke orang-orang atau membeli buku panduan semacam Lonely Planet yang harganya minta ampun mahalnya. Kini, semuanya tinggal klik, tinggal cari di google atau di blog.

Selain soal informasi, banyak hal jadi berbeda di dunia travelling. Nah, ini dia beberapa perbedaan travelling zaman dulu  dan sekarang, versi saya tentunya.

1. Tak Ada Internet, Janjian Ketemu Pakai SMS

Zaman awal saya travelling dulu, tak ada provider internet atau Mifi seperti Java Mifi, dan lain sebagainya. Paling banter ada internet roaming dari provider lokal yang tarifnya mencekik. Penjual SIM card lokal di bandara pun tak sebanyak sekarang, dan kalaupun ada, syarat pembeliannya luar biasa susah. 

Misalnya saja dulu di China, untuk mendapatkan harus fotokopi paspor, dan hanya bisa dibeli di gerai resminya di tengah kota.

Karena mahal, biasanya saya cuma mengandalkan wifi gratisan di penginapan atau restoran, yang seringkali nyala-hidup semaunya. Atau paling sering, wifi-nya hanya ada di public room atau di ruang komunal dekat resepsionis. Jadi kalau mau cari info, ya mesti nongkrong di sana, sambil memandangi mas resepsionis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun