Mohon tunggu...
Siti Rahma Yulia
Siti Rahma Yulia Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Sastra Indonesia, Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kritik Seni Pertunjukan Kereta Kencana Karya W.S. Rendra

12 Juni 2022   20:00 Diperbarui: 12 Juni 2022   20:01 1779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua (1999:1087), kata "pertunjukan" diartikan sebagai "suatu yang dipertunjukkan; tontonan (bioskop, wayang, dsb); pameran (barang-barang)". Menurut Sumardjo dalam buku Seni Pertunjukan Indonesia (2001:2), seni pertunjukan adalah kegiatan di luar kegiatan kerja sehari-hari.

Kritik seni adalah kegiatan menanggapi karya seni untuk menunjukkan kelebihan dan kekurangan suatu karya seni. Salah satu keterangan kelebihan dan kekurangan ini untuk menilai kualitas dari sebuah karya. Fungsi utama dari kritik seni adalah menjembatani persepsi dan apresiasi karya seni rupa antara seniman, karya, dan penikmat seni. Kritik dengan gaya Bahasa tulisan maupun lisan berusaha melakukan analisa, mengupas, dan diharapkan bisa memudahkan seniman dan penikmat seni berkomunikasi lewat karya seni.

Program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, IKIP Siliwangi menyelenggarakan pentas seni pertunjukan di tahun ini yang berjudul kereta kencana. Berikut link pertunjukan : Teater ini banyak mengandung unsur seni yang digabungkan oleh beberapa unsur seni, mulai dari pemain, musik, lighting, kostum, tata rias, setting, dan alur. Hal ini membuat penulis mengapresiasi dalam bentuk kritikan yang bertujuan untuk menganalisis dan memaparkan kelebihan dan kekurangan untuk menjadi bahan evaluasi dan dukungan kepada para seniman dalam pementasan tersebut.

Pada awal pementasan teater kereta kencana karya W. S. Rendra ini, pertunjukan tersebut diawali dengan monolog pesan yang disampaikan lalu diiringi dengan musik yang membawa pertunjukan tersebut pada dialog Henry dan Dewi yang berlatar kan di dalam sebuah kamar yang dimana sedang padam listrik dan Dewi pun masuk sambil membawa satu lilin yang menyala untuk mencari Henry ada dimana. Dengan berlatar kan didalam sebuah kamar, penonton dapat melihat properti apa saja yang mendukung latar tersebut, seperti terdapat kursi klasik, meja kecil, karpet, dan rak yang berisikan buku yang tersusun rapih. Latar tersebut menggambarkan dengan jelas suatu sudut didalam kamar dengan properti klasik kehidupan kakek dan nenek yang mendukung, sehingga penonton dapat dengan mudah mengetahui setting tempat tersebut.

Dalam pementasan ini, akting para pemain sangat bagus dan mendalami karakternya masing-masing terlihat alami dengan tokoh yang diperankan baik mimik muka dan gestur tubuh. 

Penguasaan emosional dan ekspresi wajah juga menunjukkan betapa seriusnya dan mendalaminya para pemain ini berlatih dan mempersiapkan diri sebelum pementasan. Penjiwaan yang dialami oleh setiap pemain sudah menguasai perannya, meskipun begitu masih ada hal-hal yang perlu ditingkatkan dan dikembangkan kembali.

Dalam tata rias dan kostum patut di acungi jempol, karena sangat sesuai dengan karakter pemain yang ditampilkan sehingga dapat memperjelas karakter tersebut. Namun untuk iringan music dengan dialog pemain kurang di perhatikan, karena volume music terlalu besar sehingga penonton tidak dapat dengan jelas mendengar dialog antara pemain tersebut. Lalu, untuk lighting atau pencahayaan terdapat di beberapa adegan lampu padam yang tidak sesuai dengan adegan yang di tayangkan dan juga pengambilan gambar yang kurang pas sehingga membuat penonton kurang fokus dengan pengambilan gambar tersebut.

Namun dengan kendati seperti itu, kekurangan dapat tertutupi oleh para pemain yang sangat profesional membawakannya, dimulai dengan intonasi yang pas, suara kakek dan nenek yang di bawakan mirip seperti suara paruh baya, dari segi jalannya yang membungkuk, kostum yang pas, aksesoris seperti tongkat yang di bawa oleh Henry, dan tata rias make up yang memperjelas karakter pemain.

Kritik yang saya sampaikan ini, bertujuan untuk membangun dan mengevaluasi seni pertunjukan yang ada di Indonesia sehingga dapat terus berkembang dan melestarikan budaya yang sudah ada. Saya pribadi mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan dan terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun