Istilah bahasa slang yang muncul di akhir tahun 1980-an merupakan salah satu cabang dari bahasa Indonesia yang digunakan sebagai bahasa dalam pergaulan antara remaja sekelompoknya. Bahasa slang mengalami perkembangan yang tidak terlepas dari tingkat kreativitas para remaja yang tinggi dalam menciptakan hal-hal baru.Â
Penggunaan bahasa slang yang cukup luas tidak hanya digunakan pada kondisi informal, tetapi juga sudah terbawa pada kondisi formal seperti di sekolah, dunia kerja, dan kehidupan keluarga. Pesatnya penggunaan bahasa slang oleh generasi milenial yang telah menjadi gaya hidup mereka sebanding dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat dari pola tradisional menjadi pola modern.
Umumnya, para remaja terutama di generasi milenial sekarang ini, menginginkan status yang diakui dalam pergaulannya sehingga mereka rela mengubah gaya bicara, mimik, hingga penggunaan bahasa agar terlihat kekinian.Â
Selaras dengan para remaja dari semua kalangan tingkat perekonomian yang rata-rata memiliki handphone dengan beragam fungsi dan kegunaannya, akses internet memudahkan mereka berkomunikasi secara bebas menggunakan bahasa slang tanpa kaidah bahasa yang benar.Â
Bahasa slang bukan hanya dari hasil modifikasi bahasa Indonesia, tetapi juga terdapat modifikasi dari bahasa lain maupun bahasa yang sedang populer digunakan oleh khalayak ramai.Â
Adapun contoh perubahan kosakata bahasa slang yang digunakan oleh para remaja generasi milenial seperti bentuk nasalisasi dari 'santai' menjadi 'sans', dan 'pengen' menjadi 'pen', bentuk penggantian huruf 'a' dengan 'e' dari 'benar' menjadi 'bener', dan masih banyak lagi.
Kemunculan bahasa slang memberikan pengaruh terhadap keberlangsungan bahasa Indonesia karena semakin luntur derajat dan terpinggirnya keberadaan bahasa Indonesia, serta ketimpangan dalam berkomunikasi.Â
Hal ini disebabkan sekelompok remaja akan merasa lebih nyaman menggunakan bahasa slang daripada bahasa Indonesia karena adanya persamaan kesepahaman dan anggapan bahwa bahasa Indonesia kurang begitu modern. Ideologi tersebut tentu dapat menghilangkan rasa bangga terhadap bahasa Indonesia sebagai bentuk nasionalisme.Â
Lebih buruknya, bahasa Indonesia terancam punah karena terbentuknya sistem maupun aturan tersirat dan tersurat dalam tempat tertentu yang mewajibkan menggunakan bahasa slang.Â
Sedangkan, bahasa Indonesia hanya menjadi bahasa perantara yang fungsi utamanya sering dilupakan. Dengan demikian, para remaja akan kehilangan patokan dalam menggunakan bahasa Indonesia karena tidak mengenal bahasa baku yang baik dan benar.
Oleh karena itu, diperlukan penerapan perilaku nasionalisme harus bangga menerapkan dan menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa dan juga menggunakan bahasa slang sesuai dengan situasi dan kondisinya.Â